6.6 C
New York
Friday, March 29, 2024

Tiga Orang Wajib Pajak Gugat Wali Kota Siantar di PN Siantar

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Gugatan tiga orang wajib pajak terhadap Wali Kota Pematang Siantar terkait kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sudah resmi didaftarkan dan sidang perdananya akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Siantar, Kamis (12/1/23).

Melalui keterangan persnya, Daulat Sihombing didampingi Notaris Henry Sinaga dan ketiga kliennya (para penggugat), Sarmedi Purba (penggugat 1), Pardomuan Nauli Simanjuntak (penggugat 2) dan Rapi Sihombing (penggugat 3), mengatakan, Pemko Siantar telah melakukan perbuatan melawan hukum menaikkan NJOP dan PBB–P2 Tahun Pajak 2021–2023 hingga mencapai ribuan persen.

Para tergugat dalam perkara ini, adalah Wali Kota Pematang Siantar selaku Tergugat I dan Kepala Badan Pengelola dan Keuangan Aset Daerah Kota Pematang Siantar selaku Tergugat II. Gugatan terdaftar dalam register perkara di Pengadilan Negeri Pematang Siantar No: 128/Pdt.G/2022/PN Pms. Dalam temu pers yang berlangsung di Kantor Notaris Henry Sinaga Jalan Merdeka Kota Pematang Siantar dihadiri para penggugat.

Baca juga: NJOP Naik 1000 Persen, Pelapor Mengaku Diajak Plt Wali Kota Siantar Bertemu

Lebih lanjut Daulat Sihombing, menjelaskan, esensi gugatan kliennya Sarmedi Purba dkk, ialah gugatan atas kenaikan NJOP sekitar 300% hingga 1.000%, yang dilakukan para tergugat berdasarkan Perwa Nomor 04 Tahun 2021, Perwa Pematang Siantar Nomor 05 Tahun 2021 dan Keputusan Wali Kota Pematang Siantar Nomor 973/432/III/WK-
THN 2022.

Menurut Daulat, Sarmedi Purba selaku Penggugat I merupakan subjek pajak atas tanah seluas 1.524 M2 dan bangunan seluas 310 M2, yang terletak di Jalan Mesjid No 42, Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat Kota Pematang Siantar.

Pardomuan Nauli Simanjuntak selaku Penggugat II, subjek pajak atas tanah seluas 76 M2 dan bangunan seluas 60 M2, yang terletak di Jalan Meranti Batu No 24, Kelurahan Kahean, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematang Siantar.

Selanjutnya Rapi Sihombing selaku Penggugat III, subjek pajak atas obyek tanah seluas 259 M2 di Jalan Melanton Siregar Blok A 21 Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Siantar Marihat, Kota Pematang Siantar. Sarmedi Purba selaku penggugat 1 mengatakan, dirinya dalam masalah ini merasa telah diperas.

“Saya merasa diperas. Sangat tidak logis kenaikan NJOP ini. Sebenarnya sebagai dokter saya malu mengajukan gugatan ini, tapi ini bukan hanya untuk kepentingan saya saja, tapi untuk kepentingan seluruh rakyat Siantar,” kata Sarmedi Purba dan mengatakan rakyat
lainnya juga ikut diperas akibat kenaikan NJOP sampai ribuan persen.

Senada dengan itu, Pardomuan Nauli Simanjuntak mengaku mengalami nasib sama merasa diperas atas kebijakan NJOP yang naik ribuan persen tersebut. “Saya kaget atas adanya regulasi kenaikan NJOP dan terbitnya Perwa yang tidak terdengar sosialisasinya,” kata Pardomuan.

Baca juga: Kenaikan NJOP 1.000 Persen Digugat ke PN, Ini Kata Kabag Hukum Pemko Siantar

Seharusnya untuk membuat regulasi harus disosialisasikan dan disetujui dewan kota. “Kok bisa di Siantar ini muncul aturan yang secara hirarkinya dari bawah malah membatalkan aturan yang lebih tinggi. Inilah makanya saya ikut menggugat soal kebijakan ini,” tegas Pardomuan Simanjuntak.

Lebih lanjut Daulat menjelaskan, rincian kenaikan NJOP itu. Tahun 2020, NJOP Penggugat I tercatat sebesar Rp935.736.000, Penggugat II Rp41.932.000, dan Penggugat III Rp41.800.000.

Namun tahun 2021 Tergugat I dan II berdasarkan Perwa Nomor 04 Tahun 2021 menaikkan NJOP wajib pajak termasuk di dalamnya para penggugat untuk Tahun Pajak 2021, 2022 dan 2023, hingga NJOP Penggugat 1 menjadi Rp13.815.580.000, Penggugat II menjadi
Rp89.052.000 dan Penggugat III menjadi Rp407.407.000.

Melambungnya NJOP tersebut, telah membuat pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PPH Pajak Penghasilan (PPH), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB), dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mengalami
kenaikan antara 300-an % hingga 1000-an %.

Kamuflase

Agar tidak bergolak, lalu Para Tergugat membuat kamuflase pengurangan PBB-P2 sebesar 99% bagi wajib pajak lama dan 93% bagi wajib pajak baru (tahun 2021 ke atas) berdasarkan Perwa Pematang Siantar Nomor 05 Tahun 2021 Tentang Pemberian Pengurangan Ketetapan Pajak Terutang Berdasarkan Pertimbangan Kemampuan
Membayar Wajib Pajak Berupa Stimulus Untuk Ketetapan NJOP Bumi Tahun 2021, tanggal 07 Juli 2021 (Perwa Nomor 05 Tahun 2021), hingga PBB-P2 hanya mengalami kenaikan 100% sampai 200%. Kebijakan ini membuat seolah-olah kenaikan NJOP tidak berdampak
terhadap wajib pajak.

Baca juga: Henry Sinaga Kembali Surati Plt Wali Kota Siantar, Desak SK Soal NJOP 1.000% Ditinjau Kembali

Namun faktanya, kenaikan NJOP tetap saja diprotes wajib pajak, hingga Tergugat I dan Tergugat II kemudian menerbitkan lagi Keputusan Wali Kota Pematang Siantar Nomor 973/432/III/WK-THN 2022 tentang Penambahan dan Perubahan Kode Zona Nilai Tanah dan
Nilai Jual Objek Pajak Bumi Kota Pematang Siantar Tahun 2022, tertanggal 31 Maret 2022 (disingkat Keputusan Wako Nomor 973/432/III/WK-THN 2022).

Konkritnya keputusan ini mengubah, merevisi dan membatalkan Perwa Nomor 04 Tahun 2021 tentang besaran NJOP. Kemudian, NJOP Penggugat I Tahun 2021 Rp13.825.500.000 menjadi Rp9.731.260.000 Tahun Pajak 2022. Penggugat II Tahun 2021 Rp89.052.000, menjadi Rp82.364.000 Tahun Pajak 2022 dan Penggugat III, Tahun 2021 Rp407.407.000 menjadi Rp267.288.000 Tahun 2022.

Menariknya, meski menurut Pasal 5 Perwa Nomor 05 Tahun 2021 bahwa kebijakan stimulus pengurangan PBB-P2 hanya berlaku untuk tahun pajak 2021, namun faktanya juga diberlakukan untuk tahun pajak 2022.

Melanggar Sejumlah UU

Daulat menyatakan bahwa penetapan NJOP dan PBB-P2 berdasarkan Perwa Nomor 04 Tahun 2021, Perwa Nomor 05 Tahun 2021, dan Keputusan Wali Kota Nomor 973/432/III/WK-THN 2022, adalah melanggar atau bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan (UU).

Pertama, melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 208.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, karena penetapan NJOP dan PBB-P2 berdasarkan Perwa Nomor 04 Tahun 2021, Perwa Nomor 05 Tahun
2021 dan Keputusan Wako Nomor 973/432/III/WK-THN 2022, tidak didasarkan pada proses Penilaian bersifat Massa maupun Individual, luas areal objek pajak, hasil konversi NIR dan ZNT, dan tidak ada tim penilai yang memenuhi kualifikasi.

Kedua, melanggar UU No 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, karena Pasal 40 ayat (5) UU ini menyatakan kenaikan NJOP untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100%.

Baca juga: Pemko Medan Disarankan Contoh DKI Jakarta Gratiskan PBB NJOP

Ketiga, melanggar Pasal 14 ayat (7) UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, karena Penetapan NJOP berdasarkan Keputusan Wali Kota Nomor 973/432/III/WK-THN 2022, yang dibuat dan ditandatangani Tergugat I, dr Susanti Dewiyani SpA, selaku Pelaksana Tugas Wali Kota dan bukan sebagai Wali Kota defenitif.

Keempat, melanggar UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, karena selain secara hierarki Perwa Nomor 04 Tahun 2021 lebih tinggi dari Keputusan Wako Nomor 973/432/III/WK-THN 2022 sehingga Keputusan Wali Kota Nomor
973/432/III/WK-THN 2022, tidak dapat merevisi, mengubah atau membatalkan Perwa Nomor 04 Tahun 2021, tetapi juga tidak memuat dan menguraikan secara jelas tentang landasan filosofis, sosiologis dan yuridis.

Keenam, melanggar Pasal 10 UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, karena Penetapan NJOP dan PBB-P2 berdasarkan Perwa Nomor 04 Tahun 2021, Perwa Nomor 05 Tahun 2021 dan Keputusan Wako Nomor 973/432/III/WK-THN 2022, tidak
didasarkan pada asas – asas pemberintahan yang baik, diantaranya asas “kepastian hukum”, “tidak menyalahgunakan kewenangan”, “kecermatan”.

Baca juga: Surat Soal NJOP 1.000 % Tak Dibalas, Dr Henry Sinaga Kembali Surati Plt Wali Kota Siantar

Ketujuh, penetapan NJOP dan PBB-P2 yang dilakukan oleh para tergugat merupakan kebijakan yang koruptif, manipulatif dan eksploitatif, karena motifnya semata-mata adalah motif ekonomi untuk pendapatan sebesar-besarnya BPHTB, PPH, PNBP dan PBB-P2. Sebab
semakin besar hasil pungutan pajak maka semakin besar pula upah pungut yang diperoleh dan dibagikan kepada para tergugat dan aparaturnya.

Maka atas dasar itu, Daulat berkesimpulan bahwa tindakan para tergugat tentang penetapan NJOP hingga mencapai seribuan persen dengan segala akibat hukumnya patut dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum, sehingga konsekuensinya Perwa Nomor 04 Tahun 2021, Perwa Nomor 05 Tahun 2021, dan Keputusan Wako Nomor 973/432/III/WK-THN 2022, tidak sah dan tidak berkekuatan hukum. (maris/hm09)

Related Articles

Latest Articles