18.1 C
New York
Tuesday, October 1, 2024

Komitmen Mencapai Target Emisi Nol Karbon

Jakarta, MISTAR.ID

Adalah sangat penting untuk berhati-hati dalam menerapkan ekonomi hijau yang berkorelasi dengan komitmen untuk mengurangi emisi karbon.

Negara-negara di seluruh dunia diminta untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Sebagai bagian dari masyarakat global, Indonesia tidak dapat mengelak dari tuntutan itu. Akibatnya, negara ini juga harus mulai mengadopsi ekonomi yang berorientasi pada lingkungan.

Selain itu, Presiden Joko Widodo telah mendorong pergeseran fokus pembangunan ekonomi ke arah ekonomi yang lebih ramah lingkungan atau ramah lingkungan. Ekonomi hijau, termasuk penggunaan energi terbarukan dan baru, merupakan tantangan bagi Indonesia. Meskipun negara itu memiliki sumber energi yang luar biasa.

Ada beberapa masalah yang muncul karena upaya untuk mengubah paradigma yang ada saat ini. Di mana metode konvensional masih digunakan. Akibatnya, ekonomi hijau belum berkembang dengan cepat seperti yang diharapkan, meskipun berbagai program terus dipromosikan.

Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran energi terus berkembang. Misalnya, bauran energi untuk BBM baru mencapai 5,63% pada 2017, gas 58,41%, dan batu bara 13,07%. Namun, pada 2018, bauran energi naik menjadi 5,63%, gas 60,28%, dan batu bara 12,93%.

Pada 2019, bauran BBM menjadi 21,4%, gas 62,98%, dan batu bara 12,01%. Kemudian pada tahun 2020, bauran BBM menjadi 16,8 %, gas 66,3%, dan batu bara 14,00 %.

Pada tahun 2021, bauran BBM mencapai 17,16%, gas 66,1%, dan batu bara 13,65%. Pada tahun 2022, bauran BBM meningkat menjadi 15,96%, gas 67,21%, dan batu bara 14,11%.

Baca juga : PLN Ungkap Peran Perempuan Capai Net Zero Emission 2060  

Bagaimana informasi tentang pengurangan emisi CO2? Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup mengatakan bahwa emisi CO2 terus menurun. Dari 29 juta ton pada 2017, turun menjadi 40,6 juta ton pada 2018, 54,8 juta ton pada 2019, dan 64,4 juta ton pada 2020.

Penurunan emisi CO2 mencapai 70 juta ton pada 2021, kemudian 91,5 juta ton pada 2022, dan target 116 juta ton pada 23.

Meskipun demikian, pemerintah terus berkomitmen untuk mengembangkan ekonomi berbasis alam. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui hal ini.

Menurutnya, pemerintah telah banyak membuat gebrakan untuk mengejawantahkan cita-cita ekonomi hijau. Dari sisi pembiayaan, misalnya, proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 telah diselaraskan dengan tujuan pencapaian target net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060.

Tidak mudah untuk mengubah energi bersumber fosil menjadi energi hijau. Dalam diskusi tentang ekonomi hijau pada hari Selasa, 6 Juni 23, dia mengatakan, “Meskipun tujuannya baik untuk meningkatkan ekonomi agar konsisten dengan komitmen penurunan CO2, harus tetap dilakukan dengan hati-hati.”

Selain itu, Indonesia telah memulai perdagangan karbon secara bertahap, kata Menkeu. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 16/2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik memperkuat sistem perdagangan karbon yang diwajibkan.

Terapkan Pajak Karbon

Sri Mulyani menjelaskan bahwa, selain mekanisme perdagangan, pemerintah telah menerapkan pajak karbon sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang dimulai dari PLTU.

Selain itu, Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah telah menerbitkan sukuk ritel hijau sebesar Rp20,8 triliun sebagai bagian dari transisi energi. Dia mengatakan bahwa sukuk tabungan (ST) dalam bentuk green sukuk ritel menunjukkan komitmen dan kontribusi pemerintah dalam mengembangkan pasar keuangan syariah dan memerangi perubahan iklim.

Selain itu, instrumen pembiayaan ini dianggap inovatif dan bertahan lama. Misalnya, pada tataran praktis, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berencana untuk merilis Peraturan OJK (POJK) untuk sistem dan mekanisme perdagangan bursa karbon pada tanggal 11 Juli 23; bursa tersebut akan mulai beroperasi pada tanggal 23 September.

Baca juga : Dua Strategi ini Dilakukan Pertamina untuk Mencapai Emisi Nol Karbon

“Kami saat ini sedang mengerjakan draft POJK bursa karbon dan menunggu undangan dari Komisi XI DPR untuk berkonsultasi tentangnya. Selasa (6/6/23), Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, mengatakan kepada wartawan bahwa harapan mereka adalah untuk dirilis pada 11 Juli 23.

Selanjutnya, sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas operasi bursa karbon, OJK akan membangun mekanisme perdagangan unit karbon, baik secara wajib maupun sukarela. Salah satu tujuan implementasi perdagangan karbon adalah untuk menarik investasi yang berorientasi pada tindakan ramah lingkungan melalui transaksi jual beli karbon.

Perdagangan karbon dapat dilakukan oleh siapa saja yang ingin berpartisipasi, asalkan mereka mendaftarkan diri ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Konsep ekonomi ramah lingkungan juga memainkan peran penting di sektor jasa keuangan. Dengan kata lain, melalui upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Dalam konteks ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan POJK 51/2017, yang mengatur penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik. Namun, untuk menerapkan ekonomi hijau, semua stakeholder harus bekerja sama.

Semuanya segera dianggap sangat penting. Selain itu, ada kemungkinan bahwa komitmen kuat Indonesia untuk mengurangi emisi karbon akan menjadi batu loncatan yang dapat mendorong pertumbuhan pembiayaan hijau di masa depan.

Sudah jelas bahwa jalan menuju ekonomi hijau, termasuk target energi bersih, masih panjang. Untuk mempercepat pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam transisi energi, pemerintah perlu menyelesaikan sejumlah masalah, kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.

Baca juga : Sri Mulyani Dorong Peran JICA dalam Penyediaan Energi Terbarukan RI Makin Besar

Dia menyatakan bahwa ada banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan EBT, mulai dari keekonomian dan teknologi, ketersediaan infrastruktur pendukung, keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran, pendanaan, serta dinamika sosial.

Meskipun ada masalah, komitmen Indonesia untuk melakukan transisi energi harus didukung oleh semua pihak agar semua orang mendapat manfaat. Selain itu, kita harus terus menurunkan tingkat karbon dioksida secara konsisten, memuluskan program transisi energi untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060.  (Indonesia.go.id/hm19)

Related Articles

Latest Articles