Seiring perkembangannya, akibat dari tradisi negatif ini membuat meningkatnya angka berbagai kejahatan. Judi tak lagi menjadi hiburan tetapi ancaman.
Budayawan alumni Universitas Indonesia (UI), Handoko F Zainsam menjelaskan, judi susah diberantas karena sudah sangat mengakar.
“Seperti pelacuran, yang dari zaman purba tidak pernah hilang, begitupun judi. Bukan lagi tentang permainannya, tapi individunya. Hawa nafsu, rasa penasaran sifat alami bawaan manusia, itu yang susah dikontrol,” ujarnya kepada mistar melalui sambungan telepon, Rabu (26/6/24).
Wacana pemberantasan judi sendiri bukan hal yang baru. Seperti sekarang, judi online sedang ramai hingga menempatkan Indonesia di puncak negara tertinggi untuk nilai transaksi judi terbesar.
“Esensinya itu bukan pada onlinenya tapi judinya. Kalau dulu mau main judi harus nyari lapak dan lawan main. Sekarang dengan kemajuan teknologi, hanya hp dan saldo. Judi konvensional saja susah diberantas, apalagi yang online,” tambahnya.
Mengenai tradisi, permainan hiburan seperti kartu dan lainnya yang ada hukumannya, pemain yang kalah dihukum dengan coret muka, jongkok dan berdiri.
Jika dicermati, dalam perjudian jenis permainannya tetap sama. Hanya hukumannya yang berubah menjadi transaksi.
“Untuk memberantasnya saya kira butuh proses panjang. Selain hukuman terhadap pemainnya, memutus akses dan menghapus permainannya, diperlukan juga penyuluhan masif, edukasi penyadaran kepada manusianya,” sambungnya.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Warisan Naskah Nusantara ini menambahkan, pelegalan judi dengan beberapa catatan juga bisa dipertimbangkan, seperti di Malaysia, tempat perjudian legal dengan aturan tertentu.
“Pendekatan kepada manusianya sangat penting. Sebab untuk mengubah kebiasaan itu sulit. Perlu dorongan besar dari pelakunya sendiri,” tutupnya. (maulana/hm17)