19.5 C
New York
Tuesday, May 7, 2024

Jangan Salah Lagi, Pematangsiantar Kini Ditulis Pematang Siantar

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Pematang Siantar menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 180/4335/VII/2022 tentang Penulisan Kata Pematang Siantar, Kamis (21/7/22).

Meski hanya disampaikan kepada para pejabat di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) dan para direksi BUMD, SE tertanggal 21 Juli 2022 itu beredar luas di sejumlah kalangan masyarakat.

Sejarawan Kota Pematang Siantar Jalatua Hasugian yang dikonfirmasi mengenai hal tersebut, tidak mempermasalahkannya dari sisi koreksi. Namun menurutnya, yang paling penting itu adalah Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar memiliki dasar hukum yang jelas terhadap perubahan tersebut.

Baca Juga:80 Sekolah di Pematangsiantar Terapkan Kurikulum Merdeka Belajar, Plt Kadisdik: Transformasi Pendidikan

“Jangan sampai berdampak menyebabkan publik menjadi bingung. Jelas dulu landasan hukumnya mengapa sekarang dipisah dan sejak kapan disatukan? Bukan mendadak begini. Memang jika mengacu pada dokumen-dokumen kolonial Belanda, mereka memang menuliskan Pematang Siantar bukan Pematangsiantar,” cecarnya.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Pematangsiantar Heri Okstarizal saat dikonfirmasi mistar.id menyebut, surat tersebut penegasan kembali terkait penulisan kata Pematang Siantar yang selama ini digabung sekarang menjadi dipisah. “Hal tersebut setelah mencermati UU darurat nomor 8 tahun 1956 dan PP 15 Tahun 1986,” ujar Dosen Prodi Sejarah FKIP USI tersebut.

Pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1956 itu, kata Heri, ada disebutkan tiga daerah yang dibentuk, yaitu Kota Medan, Kota Pematang Siantar dan Tanjungbalai. “Di situ, Pematang Siantar itu dipisah. Kemudian di PP 15 1986 tentang batas wilayah itu penulisannya juga dipisah,” tutur Heri yang juga merupakan Plt Kepala Inspektorat Kota Pematang Siantar itu.

Baca Juga:Kantor Imigrasi Kelas II TPI Pematang Siantar Gelar Layanan Paspor Simpatik

“Kenapa ini mengemuka? Jadi kemarin kami ditanya sama orang biro organisasi di provinsi. Sebenarnya penggunaan Pematang Siantar itu digabung atau dipisah. Kujawab, akupun bingung kubilang. Undang-Undangnya dipisah, di PP-nya pun dipisah, aku sudah cek. Cuman, seluruh Perda sejak tahun 70-an, sampai hari ini, itu digabung, aku gak tahu di mana dasarnya, kubilang,” ujar Heri setengah menirukan perbincangannya dengan pihak Biro Organisasi di Provinsi Sumatera Utara.

“Berarti, kalau kek gitu, pakai undang-undanglah, yang lebih tinggi (dari Perda). Yah udah kalau kek gitu, kubilang. Tolonglah bang nanti komunikasikan mana yang dipakai, kalau menurut kami, ya pakai undang-undang, kata biro organisasi. Iyalah kubilang. Begitu aku pulang, kucek undang-undang dan kucek peraturan pemerintahnya. Kemudian kucek sejarah,” beber Heri yang kembali menirukan perbincangannya terkait saran dari pihak Biro Organisasi di Provinsi Sumatera Utara.

Dalam mencek sejarah, Heri mengaku membaca buku tulisan Jalatua Hasugian yang berjudul ‘Masa Pemerintahan Kolonial Belanda Di Pematang Siantar 1917-1942’. Di situ, kataHeri, ada sejarah sebelum kerajaan, setelah kerajaan dan setelah kolonial. Di situ ada disebutkan Kerajaan Maropat dan Kerajan Marpitu. Selanjutnya, dijelaskan lagi di buku itu, bahwasanya kerajaan-kerajaan itu, ibukotanya selalu disebut Pematang.

Baca Juga:15 Atlet INKANAS Pematangsiantar Siap Unjuk Kemampuan di Kejuaraan Kapolda Sumut

“Kerajaan Siantar, ibukotanya disebut Pematang Siantar. Kerajaan Bandar, ibukotanya disebut Pematang Bandar. Kerajaan Raya, ibukotanya Pematang Raya. Berarti ibukota itu disebut Pematang. Itu jaman kerajaan. Kemudian masuk ke zaman kolonial, Siantar dibentuk menjadi Gemente. Gemente dalam artian, mempunyai pemerintahan sendiri yang juga punya anggaran. Maka Gemente itu sudah menjadi Pematang Siantar, ada lambangnya lagi, macam lambangnya kerajaan belanda waktu itu. Di situ, Pematang dan Siantar dipisah juga,” tuturnya.

Setelah mencek sejarah, Heri mengaku melihat ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). “Di KBBI, kata Siantar tidak ada artinya. Tapi Pematang ada. Di KBBI, Pematang adalah daerah atau tempat yang lebih tinggi dari tempat yang lainnya. Biasanya di daerah persawahan, begitu dia di KBBI. Berarti dari UU, PP dan Sejarah, penulisan Pematang Siantar dipisah. Inilah yang kujelaskan sama ibu Wali Kota. Ibu Wali setuju, penulisan katanya dipisah. Jadi kita hanya mengembalikan kepada yang seharusnya,” ujarnya.

Saat disinggung mengenai, apakah hal itu berarti Pemko selama ini membiarkan adanya kesalahan tersebut selama puluhan tahun? Heri tidak mengaku tak bisa menjawabnya. “Aku tidak bisa jawab itu. Karena pertanyaan itu, kupikir akan bisa banyak jawabannya. Apakah itu salah, kan jadi panjang lagi. Intinya, kita hanya mengembalikan kepada yang seharusnya, itu sajanya itu, tak ada yang lain,” tukasnya mengakhiri. Sesuai dengan SE Wali Kota itu, disampaikan kepada para Pimpinan SKPD, Direksi BUMD bahwa untuk penulisan kata Pematang Siantar dalam seluruh naskah dinas dan produk hukum di lingkungan Pemko Pematang Siantar harus dipisah, semula Pematangsiantar menjadi Pematang Siantar.(ferry/hm15)

Related Articles

Latest Articles