5.6 C
New York
Wednesday, March 27, 2024

RSF Setuju Perpanjang Gencatan Senjata 72 Jam di Sudan

Jakarta, MISTAR.ID

Paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada Jumat (5/5/23) waktu setempat mengatakan pihaknya setuju untuk memperpanjang masa gencatan senjata kemanusiaan 72 jam lagi untuk menanggapi upaya mediasi antara Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Pada Senin, gencatan senjata 72 jam mulai berlaku dan berakhir pada Selasa tengah malam di tengah seruan kekuatan regional untuk memperpanjang masa gencatan senjata yang rapuh.

Sementara itu militer Sudan mengumumkan bahwa pihaknya setuju untuk menambah durasi gencatan senjata selama sepekan yang diusulkan Otoritas Antarpemerintah untuk Pembangunan (IGAD). Namun, RSF tidak menyebutkan usulan gencatan selama sepekan dalam pernyataan mereka.

Baca Juga:Korban Tewas dalam Konflik Militer di Sudan Capai 528 Orang

“Untuk menanggapi mediasi antara Arab Saudi dan Amerika, kami mengumumkan perpanjangan waktu gencatan senjata 72 jam untuk membuka jalur kemanusiaan sekaligus memfasilitasi perjalanan warga negara dan penduduk agar tiba di daerah yang aman,” tulis pernyataan RSF.

RSF juga meminta militer Sudan agar mematuhi gencatan senjata dan tidak menyerang lokasi-lokasi mereka. Pada Jumat, militer Sudan mengatakan bahwa situasi di seluruh Sudan kondusif, kecuali di beberapa area di Ibu Kota Khartoum dan di Kota El-Obeid, Provinsi Kordofan utara, dan wilayah selatan negara itu.

Meski gencatan senjata terus diterapkan, pertempuran antara dua jenderal yang bersaing di Sudan, yakni panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan komandan paramiliter RSF Mohammed Hamdan “Hemedti” Dagalo, masih berlangsung sejak 15 April.

Baca Juga:WHO Sambut Gencatan Senjata di Sudan

Lebih dari 550 orang tewas dalam pertempuran tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Sudan. Perbedaan pandangan di antara kedua pihak tentang reformasi militer telah meruncing dalam beberapa bulan terakhir terkait integrasi RSF ke dalam militer, yang menjadi syarat utama dalam kesepakatan transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.

Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021 ketika militer membubarkan pemerintahan transisi yang dipimpin Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan status darurat, yang dikecam oleh kekuatan-kekuatan politik di negara itu sebagai “kudeta”.

Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 pasca penggulingan Presiden Omar Al Bashir, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024.(antara/hm15)

Related Articles

Latest Articles