9.2 C
New York
Saturday, April 20, 2024

AS-China Berebut Saham TikTok

Jakarta, MISTAR.ID
CEO TikTok Shou Chew telah melontarkan berbagai pembelaannya, namun AS dinilai tetap menjalankan rencana melarang aplikasi asal China itu. AS juga memberikan opsinya dengan meminta bagian saham sebagai kompensasi.

Kemunculan Chew di hadapan anggota Parlemen AS itu terjadi pada Kamis (23/3/23). Dorongan untuk penjualan sahamnya tampak semakin kencang menyusul berbagai pernyataan sang CEO.

Para pakar menilai nihil rencana divestasi langsung TikTok, paling tidak karena pemerintah China menganggap teknologi TikTok sensitif dan sudah mengambil langkah-langkah sejak 2020 untuk memastikannya dapat memveto setiap penjualan oleh induknya, ByteDance.

Baca juga:DPR AS Larang Aplikasi TikTok

“Sidang TikTok di Amerika Serikat menandai awal dari peraturan ‘penggiling daging’ yang dihadapi semua perusahaan teknologi [China],” kata Alex Capri, peneliti di Hinrich Foundation, dikutip dari CNN.

China menanggapi permintaan pemerintahan Biden untuk pertama kalinya pada Kamis (23/3/23), dengan mengatakan akan “dengan tegas” menentang penjualan paksa TikTok.

Kontrol Beijing
Algoritma TikTok, yang membuat pengguna terus men-scroll aplikasi, diyakini sebagai kunci keberhasilannya. Algoritma itu memberikan rekomendasi berdasarkan perilaku pengguna, sehingga mendorong video yang benar-benar mereka sukai dan ingin tonton.

Regulator China pertama kali menambahkan algoritma ke daftar teknologi yang dibatasi pada Agustus 2020. Ketika itu, Pemerintahan AS di bawah Donald Trump tengah mengancam pelarangan TikTok kecuali jika dijual.

Di saat yang sama, media pemerintah China menerbitkan komentar oleh seorang profesor perdagangan di Universitas Bisnis Internasional dan Ekonomi yang mengatakan, berdasarkan aturan yang diperbarui, ByteDance butuh lisensi dari Beijing untuk menjual teknologinya.

“Beberapa teknologi mutakhir mungkin berdampak pada keamanan nasional dan kesejahteraan publik, dan perlu disertakan dalam manajemen [kontrol ekspor],” kata Cui Fan kepada Xinhua.

Rencana penjualan TikTok pada 2020 ke Oracle dan Walmart pun menemui hambatan setelah Beijing menambahkan algoritma ke daftar kontrol ekspornya.

Pemerintahan Biden akhirnya membatalkan perintah eksekutif era Trump yang menargetkan TikTok, tetapi menggantinya dengan arahan yang lebih luas yang berfokus pada penyelidikan teknologi yang terkait dengan musuh asing, termasuk China.

Di era yang berbeda, perusahaan sekali lagi terjebak dalam pertarungan geopolitik antara Washington dan Beijing.

Baca juga:Inggris akan Larang TikTok dalam Perangkat Seluler Pemerintah

Pada April 2021, sebuah entitas pemerintah China memperoleh “bagian emas” sebesar 1 persen di anak perusahaan ByteDance di Beijing, menurut platform data bisnis Qichacha.

Anak perusahaan mengontrol lisensi operasi untuk Douyin, aplikasi saudara TikTok di China, dan Toutiao, aplikasi agregasi berita.

Pemerintah China pun menjaga ketat perusahaan internet terkuatnya itu lewat serangkaian kunjungan.

Misalnya, kedatangan pejabat senior dari regulator media digital dan tradisional China (National Radio and Television Administration) ke kantor Bytedance pekan lalu.

Dia mendesak perusahaan untuk meningkatkan penggunaan “algoritma rekomendasi” untuk menyebarkan “energi positif” dan memperkuat peninjauan konten online.

Di luar itu, aturan penjualan algoritma diperketat secara bertahap.

Mulai Maret 2022, peraturan yang belum pernah ada sebelumnya mulai berlaku. Isinya adalah kewajiban perusahaan internet untuk mendaftarkan algoritma rekomendasi ke Cyberspace Administration, lembaga internet yang kuat yang melapor ke Presiden China Xi Jinping.

Pada Desember, pejabat China mengusulkan pengetatan aturan yang mengatur penjualan teknologi itu kepada pembeli asing.

Pada awal 2023, aturan yang mengatur “algoritma sintesis mendalam” juga mulai berlaku. Mereka akan membatasi penggunaan gambar, audio, dan pembuatan teks bertenaga AI perangkat lunak. Teknologi semacam itu mendukung aplikasi populer seperti ChatGPT.

Juru bicara kementerian perdagangan menyebut penjualan atau divestasi TikTok akan melibatkan ekspor teknologi, sehingga perlu mendapatkan lisensi dan persetujuan dari pemerintah China.

Beijing menganggap beberapa teknologi canggih, termasuk algoritma rekomendasi konten, sangat penting untuk kepentingan nasionalnya.

Jalur belakang
Winston Ma, asisten profesor di Fakultas Hukum New York University, menilai perkembangan peraturan ini menunjukkan bahwa algoritma rekomendasi TikTok akan tunduk pada kontrol ekspor China.
Meski demikian, China dinilai tak punya kuasa terkait penerapan aturannya di negara lain.

“Beijing tidak akan memiliki suara dalam keputusan AS untuk mengamanatkan penjualan TikTok, tetapi akan mempertahankan otoritas persetujuan akhir atas penjualan semacam itu,” kata Brock Silvers, kepala investasi untuk Kaiyuan Capital.

“Tampaknya juga sangat tidak mungkin bahwa Beijing akan menerima kesepakatan apa pun yang menghapus algoritma TikTok dari kontrol langsung dan otoritas pengaturnya,” lanjut dia.

Alex Capri menambahkan ada potensi China memakai ‘jalur belakang’ jika memang membiarkan penjualan saham TikTok.

“Algoritma TikTok membuatnya benar-benar unik dalam hal pengambilan data dan analitik strategis, oleh karena itu, saya tidak melihat Beijing membiarkannya jatuh ke tangan kepentingan AS,” kata Capri.

“Kecuali jika mereka masih dapat mengakses data TikTok melalui cara dan metode lain, termasuk intrusi dunia maya yang sedang berlangsung dan bentuk akses pintu belakang lainnya,” ucap dia.

Upaya sia-sia
TikTok mengaku sudah membangun penghalang teknis dan organisasi yang akan menjaga keamanan data pengguna dari akses tidak sah lewat Project Texas.

Pada rencana yang sama, pemerintah AS dan perusahaan pihak ketiga seperti Oracle juga akan melakukan pengawasan terhadap praktik data TikTok.

TikTok pun sedang mengerjakan rencana serupa untuk Uni Eropa lewat proyek yang dikenal sebagai Project Clover.

Namun, itu belum meyakinkan pejabat AS. Itu kemungkinan karena apa pun yang dilakukan TikTok secara internal, China secara teoritis masih memiliki pengaruh atas pemilik TikTok.

Baca juga:Lima aplikasi pendukung ibadah di bulan Ramadhan

Sekadar belajar dari pengalaman, langkah serupa yang diambil oleh Huawei tidak mencegahnya ditendang dari pasar 5G negara-negara Barat.

Capri menilai kekhawatiran akan tetap ada bahkan jika TikTok dijual ke pembeli Amerika.

“Perubahan kepemilikan TikTok tidak menyelesaikan apa pun,” katanya. “Masalah sebenarnya adalah keamanan data secara umum dan siapa yang pada akhirnya memiliki akses ke data tersebut, dengan cara apa pun, terlepas dari kepemilikan legal.”

Ujian sebenarnya, kata dia, adalah apakah data pengguna dapat dipagari secara efektif dan privasi serta keamanan dapat dicapai melalui pemisahan data, enkripsi, dan cara lain.

Solusinya, Silvers mengharapkan kedua belah pihak untuk mencoba “kecakapan berkompromi”, dengan kekhawatiran AS ditangani, dan Beijing masih mempertahankan kendali atas TikTok.

Namun, dia yakin Beijing pada akhirnya akan lebih memilih TikTok meninggalkan pasar AS daripada menyerahkan algoritmanya.

“Jika ada perusahaan China yang memiliki peluang untuk bertahan dari pengawasan yang meningkat dari pemerintah Barat, mereka harus mempercayakan data mereka kepada perusahaan keamanan pihak ketiga dan menanggung audit pihak ketiga yang ketat dan gangguan pemerintah, selain mentransfer kepemilikan,” kata Capri.

“Ini benar-benar krisis eksistensi bagi perusahaan China yang beroperasi di Barat.” (cnn/hm06)

Related Articles

Latest Articles