7.5 C
New York
Friday, March 29, 2024

Catatan Kebebasan dan Profesionalisme Media di HPN: Antara Mimpi, Harapan dan Tantangan

MISTAR.ID–Isu profesionalisme dan kebebasan jurnalis sebenarnya bukan hal yang pertama kali digaungkan insan pers. Catatan penting di Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2023 kali ini seruannya terasa begitu berbeda. Dewan Pers sejak hari pertama dalam rangkaian HPN hingga puncaknya, meneriakkan berkali kali “Media harus independen, media harus bebas, media harus profesional”. Jokowi pun bagai terhipnotis ikut menyampaikan pesan kemerdekaan media–media yang bebas dan profesional.

Jokowi: Dunia Pers Kita Sedang Tidak Baik

Cukup mengejutkan memang, ketika Jokowi dengan blak-blakan mengungkapkan di hadapan ratusan jurnalis seluruh Indonesia, ratusan pejabat Indonesia dan ribuan masyarakat Indonesia bahwa ‘dunia pers saat ini sedang tidak baik baik saja’ atau dengan kata lain pers kita sedang sakit.

Ya, kalau berbicara bahwa media konvensional seperti surat kabar memang tengah berguguran. Ya, jika kita saat ini berbicara bahwa media cetak telah dibunuh oleh saudara kandung yang sudah kita prediksi sebelumnya, tapi tidak kita duga jika secepat ini pembunuhan itu terjadi. Tapi yang lebih membunuh adalah ketika media online membabi buta membunuh dari kecepatan, namun minus kepercayaan, minus keakurasian hingga berdampak pada nilai berita yang tak lagi bermakna.

Baca Juga: Puncak HPN 2023, Gubernur Edy Ajak Pers Ikut Berperan Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Jokowi menghitung bahwa 60% belanja iklan telah diambil media digital. Sehingga media konvensional telah kehilangan sumber kehidupannya.

Tak heran, dari data Dewan Pers, pada 2021 jumlah media cetak sebanyak 593, pada tahun 2022 turun menjadi 399. Ssementara media Ciber tumbuh kurang lebih 14.000, namun yang terverifikasi di Dewan Pers hanya 246 media.

Keterseokan itu bagi media cetak kian terasa, sebab oplah kian menurun, minat baca beralih ke media digital, biaya operasional cetak dan transportasi bak beban yang tak bisa dikendalikan.

Tetapi apakah itu berarti media online akan menjadi bisnis berita yang menjanjikan? Tidak juga kalau tidak dikemas dengan baik, tidak dipercaya, beritanya seragam, tidak ada yang membuat ketertarikan pembaca yang membedakan ia dengan media lain. Media online pun bisa tergilas dengan sosial media, jika maraknya media online hanya menyajikan sampah. Bukan tidak sedikit media online yang juga bertumbangan.

Baca Juga: Perayaan HPN 2023 di Sumut, Presiden Jokowi: Buatlah Berita yang Bertanggungjawab

Setidaknya itulah kegelisahan yang disampaikan oleh sejumlah narasumber yang pada seminar Konfensi Nasional Media di rangkaian HPN menghadapi tantangan Media Massa ke depan seperti Nazwa Sihab dari Narasi, Adi Prinstio dari Kompas, Arif Zulkifli dari Tempo.

Sehingga berkali mereka mengingatkan, media harus mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Dewan Pers Ambil Andil

Dewan pers dalam beberapa rangkaian seminar di acara HPN, berkali-kali mengingatkan, kepercayaan masyarakat terhadap media di bawah titik terendah. Masyarakat bagai tidak lagi bisa membedakan mana yang dinamakan produk jurnalistik, mana yang dinamakan produk masyarakat. Yang mereka tahu, media online yang berisi informasi adalah berita.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu lagi-lagi mengingatkan agar media harus mengembalikan otoritasnya sebagai media yang bertanggungjawab untuk kepentingan masyarakat. Saatnya media harus berbenah. Media harus meninggalkan klickbait, berita copi paste, berita menyadur, berita release. Berita harus mengedepankan cover both side, jujur dan berkeadilan.

Baca Juga: Welcome Dinner HPN 2023, Sekdaprov Sumut Ajak Tamu Doakan Korban Gempa Turki-Suriah

Ke depannya Dewan Pers juga akan memperketat aturan untuk memenuhi sertivikasi media termasuk dalam penilaian karya jurnalistik. Termasuk pemenuhan kesejahteraan wartawan, berupa gaji dan jaminan kesehatan.

Ninik berkeyakinan media yang memberikan kesejahteraan tentunya akan menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.

Pameran Media

HPN semakin berwarna ketika Prof. Ikhwan Azhari sang Antropolog Sumatera Utara memamerkan hasil penelitiannya, bahwa Indonesia memiliki banyak tokoh pers yang perjuangannya untuk Indonesia begitu besar. Tokoh besar itu ternyata lahir dari Sumatera Utara.

Apa yang disampaikan Ikhwan Azhari ini bagai menghipnotis, membangkitkan kembali kerja kerja jurnalistik sebagai kerja perjuangan, mengkritik pemerintahan pada masanya. Sebutlah diantaranya Dja Endar Moeda, HM Manulang, Parada Harahap. Dan mereka belum juga tersentuh untuk dinobatkan sebagai pahlawan.

Baca Juga: Tim Medis RS Haji dan RS Adam Malik Siapkan Standar Dokter Kepresidenan di HPN 2023

Tapi di sisi lain, gedung serba guna yang dibuka sebagai arena pameran tidak digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan media massa, untuk menjadikan arena sebagai lahan edukasi bagi warga. Organisasi tidak memanfaatkan stan itu memperkenalkan produk jurnalistik atau memperkenalkan organisasi. Stand hanya dipenuhi oleh beberapa UKM dan sebahagiannya malah tutup.

Seremoni tanpa Pemaknaan

Sayang, dari sekian banyak materi seru dan bernas ini tidak semua mampu diikuti oleh para jurnalis yang hadir. Bukan karena banyaknya aktivitas di acara rangkaian HPN, tapi tidak sedikit disibukan oleh kepentingan pribadi untuk hadir di HPN. Acara demi acara bahkan tidak dipenuhi oleh Audience, wajah wajah para jurnalis bahkan tidak tampak di sana untuk mengikuti setiap sesi. Pada kemana insan pers yang konon hadir dari seluruh Indonesia?

Semoga kekhawatiran bahwa perayaan HPN hanya sekedar selebrasi tidak terjadi. Sehingga tidak kita temukan lagi media yang merusak nama baik insan pers. Tidak menjadikan media sebagai ajang propaganda, tidak profesional.

Dan jurnalis masih punya harapan mengembalikan kepercayaan sebagai media yang mencerdaskan bangsa.

Ayo, media massa bangkitlah. Era digital tak lantas menjadi musuh, justru bisa diamanfaatkan untuk kemajuan.(Rika Yoesz/hm02)

Related Articles

Latest Articles