Thursday, March 20, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Komnas HAM Desak Perpanjangan Pembahasan RUU TNI

journalist-avatar-top
Kamis, 20 Maret 2025 10.19
komnas_ham_desak_perpanjangan_pembahasan_ruu_tni

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro. (f:ist/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengimbau pemerintah dan DPR untuk memperpanjang masa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Imbauan ini disampaikan untuk mengakomodasi lebih banyak aspirasi dan perhatian publik terhadap revisi aturan tersebut.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menegaskan bahwa proses pembahasan RUU TNI yang saat ini mendapat sorotan publik, kritik, serta kekhawatiran dari berbagai pihak seharusnya diperpanjang.

“Menurut kami, memang seharusnya proses pembahasan ini diperpanjang sehingga apa yang menjadi aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan lebih lanjut,” kata Atnike dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Komnas HAM telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan DPR guna memitigasi dampak yang tidak diinginkan dari revisi UU TNI. Selain itu, lembaga ini juga berkomitmen untuk tetap mengawasi implikasi yang timbul setelah revisi UU disahkan.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan kajian terhadap revisi UU TNI sejak tahun 2024.

Kajian tersebut menyoroti berbagai isu mendasar terkait hak asasi manusia (HAM), supremasi sipil, dan prinsip demokrasi.

Salah satu sorotan utama dalam revisi ini adalah perubahan pada Pasal 47 ayat 2 yang memungkinkan prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan di berbagai lembaga sipil.

Koordinator Sub-Komisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah, menyatakan bahwa perubahan ini berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer yang bertentangan dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000.

“Perubahan Pasal 47 ayat 2 berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI yang bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi,” ujar Anis.

Selain itu, Komnas HAM juga menyoroti perubahan terkait perpanjangan usia pensiun prajurit TNI yang dinilai dapat menghambat regenerasi kepemimpinan serta menyebabkan inefisiensi anggaran.

“Usulan perubahan Pasal 53 yang menaikkan batas usia pensiun prajurit aktif berisiko menyebabkan stagnasi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran serta penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas,” tutur Anis.

Lebih lanjut, ia juga mengkritik alasan jaminan kesejahteraan prajurit yang tidak bisa serta-merta dipenuhi hanya dengan perpanjangan usia pensiun. Menurutnya, solusi terbaik adalah dengan memperkuat skema penggajian dan tunjangan lainnya.

Komnas HAM mengajukan empat rekomendasi kepada pemerintah dan DPR terkait RUU TNI:

1. Evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU 34/2004 tentang TNI. Pemerintah diminta melakukan audit komprehensif terhadap efektivitas UU TNI sebelum mengusulkan revisi.

2. Menjamin partisipasi publik dalam pembahasan RUU. Proses legislasi harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan akademisi, masyarakat sipil, serta komunitas yang terdampak.

3. Mencegah kembalinya dwifungsi TNI. Revisi UU harus tetap mempertahankan peran profesional TNI di sektor pertahanan tanpa merambah ke ranah sipil.

4. Mengaji ulang perpanjangan usia pensiun. Perubahan ini perlu mempertimbangkan aspek regenerasi kepemimpinan dan efisiensi anggaran pertahanan.

Sementara itu, Komisi I DPR RI telah menyetujui pembahasan RUU TNI di tingkat I untuk dibawa ke rapat paripurna. Seluruh fraksi partai politik di DPR telah menyetujui agar RUU ini dibahas lebih lanjut.

Berdasarkan jadwal sidang yang diterima, Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda pengesahan RUU TNI dijadwalkan berlangsung pada Kamis (20/3/2025) pagi pukul 09.30 WIB. (ant/cnn/hm25)

REPORTER:

RELATED ARTICLES