Thursday, March 20, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Gelombang Penolakan RUU TNI Terus Meningkat Jelang Disahkan DPR

journalist-avatar-top
Kamis, 20 Maret 2025 09.19
gelombang_penolakan_ruu_tni_terus_meningkat_jelang_disahkan_dpr

Ilustrasi. (f:ist/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Gelombang aksi penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus menggeliat di berbagai daerah di Indonesia dalam sepekan terakhir.

Penolakan ini muncul dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, aktivis, hingga akademisi. Mereka menilai bahwa revisi UU TNI yang tengah dibahas berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer, sebuah konsep yang telah dihapus pasca reformasi 1998.

Banyak pihak mengecam pembahasan revisi UU TNI yang dinilai dilakukan secara terburu-buru dan tertutup. Rancangan Undang-Undang (RUU) ini disebut-sebut akan disahkan sebelum masa reses DPR pada 21 Maret 2025. Bahkan, DPR dan pemerintah dikabarkan telah menjadwalkan pengesahan dalam rapat paripurna hari ini, Kamis (20/3/2025).

Tudingan bahwa pembahasan dilakukan secara diam-diam semakin memperkuat gelombang protes. Para penolak RUU TNI menegaskan bahwa perubahan regulasi terkait militer harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Pada Rabu, (19/3/2025), Aksi penolakan RUU TNI terus meluas di berbagai daerah.

Di Jakarta, mahasiswa Universitas Trisakti menggelar demonstrasi di depan kompleks parlemen dan sempat menghadang mobil Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas. Supratman mengklaim revisi hanya sebatas perubahan tata bahasa pada satu pasal dalam draf RUU TNI.

Selain di Jakarta, aksi serupa juga terjadi di Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Makassar. Di Makassar, aktivis Aliansi Masyarakat Sipil berunjuk rasa di kantor DPRD Sulsel dan Kodam XIV Hasanuddin, menuntut agar pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU TNI.

Beberapa tokoh nasional dan akademisi juga ikut bersuara, menyerukan agar revisi ini dikaji lebih dalam dan tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Mereka menilai bahwa revisi ini berpotensi merusak prinsip supremasi sipil dalam demokrasi Indonesia. (kcm/hm25)

REPORTER:

RELATED ARTICLES