15.4 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Penyandang Haji Pertama dan Kisah Perjalanan Menuju Tanah Suci

MISTAR.ID-Proses ibadah haji 1444 Hijriah atau Musim Haji 2023 telah dimulai. Jemaah Muslim dari seluruh dunia sebentar lagi akan menunaikan ibadah haji. Mereka akan melakukan wukuf di Arafah pada Selasa (27/6/23) mendatang.

Para jemaah calon haji (JCH) Indonesia, sebagai salah satu penyumbang jemaah calon haji terbesar di dunia, turut mempersiapkannya. Jemaah calon haji (JCH) yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) mulai memasuki embarkasi masing-masing.

Mereka akan mengikuti serangkaian kegiatan sebelum berangkat ke Tanah Suci. Kloter pertama sendiri dijadwalkan berangkat menuju Madinah mulai Rabu (24/5/23).

Mungkin muncul sebuah pertanyaan, kira-kira siapa warga Indonesia yang pertama kali menunaikan ibadah haji? Ternyata dalam catatan sejarah, ada 2 orang Indonesia yang pertama kali memulai ibadah haji. Hanya saja keduanya berangkat ke Tanah Suci berbeda zaman.

Baca Juga:Dua Ketentuan Khusus Badal Haji

Pada masa itu, berangkat ke Tanah Suci bukanlah semudah saat ini, yakni naik pesawat terbang. Orang-orang dulu berangkat ke Mekkah bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan tahunan dengan memakai moda transportasi kapal laut atau perahu.

Perjalanan jemaah haji asal Tanjung Priok, Jakarta menuju Aceh, sebelum berlanjut ke Makkah. Foto tahun 1948 (Sumber: KITLV Leiden)
Perjalanan jemaah haji asal Tanjung Priok, Jakarta menuju Aceh, sebelum berlanjut ke Makkah. Foto tahun 1948 (Sumber: KITLV Leiden)

Dikutif dari langit7.id, ternyata warga Indonesia yang pertama kali naik hai adalah Bratalegawa. Kisah ini tercatat dalam naskah kuno “Purwaka Caruban Nagari” dan “Negara Kertabumi”.

Dalam naskah tersebut, Bratalegawa dicatatkan menjadi orang pribumi pertama yang menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah.

Baca Juga:Dinkes Sumut Ingatkan Jemaah Calon Haji Jaga Kebugaran, Banyak Minum dan Konsumsi Buah

Bratalegawa sendiri merupakan putra kedua Prabu Bunisora Suradipati atau yang dikenal dengan sebutan Prabu Guru Pangandiparamarta Jayadewabrata. Dia merupakan Raja Galuh yang memerintah antara tahun 1357 hingga 1357.

Islam sendiri diperkirakan masuk ke wilayah Galuh atau bagian barat Pulau Jawa sekitar abad ke-13 atau sekitar tahun 1380. Lalu ajaran ini dibawa dan disebarkanluaskan Bratalegawa.

Dikenal dengan panggilan Haji Baharudin Aljawi, Bratalegawa mendapat gelar orang pertama dari Galuh yang melaksanakan ibadah haji atau Haji Purwa Galuh.

Kerumunan jamaah haji dari Indonesia di geladak kapal sewaan di pelabuhan Jeddah, menuju Mekkah, Arab saudi pada tahun 1976. (foto:ANRI)

Kemudian Pangeran Abdul Dohhar. Dalam catatan sejarah lainnya, tepatnya pada zaman Hindia Belanda, Pangeran Abdul Dohhar disebutkan menjadi orang Indonesia pertama yang melaksanakan ibadah haji.

Baca Juga:Petani Berusia 96 Tahun Asal Madina Berangkat Haji untuk Kedua Kalinya

Putra Sultan Ageng Tirtayasa yang berasal dari Banten tersebut menunaikan ibadah haji pada tahun 1630. Saat itu perjalanan ibadah haji masih dalam situasi kurang mengenakkan. Selain menempuh jarak dan waktu yang lu,ayan lama, perjalanan ibadah haji saat itu malah dijadikan bisnis yang ramai dengan tindak penipuan hingga monopoli golongan tertentu.

Saat itu, para jemaah haji yang diberangkat dengan menggunakan perahu layar menuju Aceh. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan menumpang kapal dagang menuju India.

Setelah dari India, para jemaah melanjutkan perjalanan dengan menaiki kapal ke negara Yaman. Jika beruntung, jemaah bisa mendapatkan kapal yang langsung berlayar ke Jeddah.

Baca Juga:Kemenag: 24.276 Calon Jamaah Haji yang Belum Lunasi BIPIH Dialihkan

Memang tak banyak catatan sejarah yang membahas soal orang Indonesia pertama yang melaksanakan ibadah haji tersebut, termasuk catatan perjalanan Bratalegawa dan Pangeran Abdul Dohhar. Namun kedua warga pribumi ini disebut secara singkat sebagai orang Indonesia pertama yang melaksanakan ibadah haji.

Kapal Uap

Namun seiring dengan perkembang zaman dan teknologi, memasuki abad ke-19, ibadah haji bisa dilaksanakan dengan kapal uap milik Belanda. Bahkan, saking mebludaknya jemaah haji, pemerintah Belanda memutuskan untuk menyediakan kapal uap mengangkut para jemaah haji tersebut.

Dikutip dari ventour.id, perjalanan menuju Tanah Suci dengan kapal uap bisa ditempuh sekitar 6 bulan lamanya. Biayanya mencapai 1000 gulden atau sekitar 80 juta jika dirupiahkan.

Karena durasi perjalanan yang memakan waktu cukup lama, banyak jemaah haji terjangkit penyakit seperti cacar, beri-beri dan bronkitis. Bahkan ada yang sampai meninggal.

Kondisi yang terjadi pada zaman itu juga marak terjadi aksi penipuan terhadap para jemaah haji, seperti yang sering terjadi saat ini di Indonesia. pada masa penjajahan Belanda contohnya.

Zaman itu ternyata sudah ada biro-biro perjalanan atau yang saat ini kita sebut dengan travel haji. Banyak diantara biro perjalanan haji tersebut berbuat nakal.

Baca Juga:Infografis: Jadwal Keberangkatan Calon Jamaah Haji Sumut

Mereka sengaja menaikkan tarif pelayaran dan memungut biaya tambahan di luar biaya haji dengan memanfaatkan minat masyarakat yang sangat tinggi untuk pergi berhaji.

Ada juga oknum yang tak bertanggungjawab yang sengaja menjual tiket pelayaran menuju Tanah Suci dengan harga sangat murah. Sialnya, setiba di tengah perjalanan, mereka menelantarkan jemaah haji.

Bahkan, jemaah haji Indonesia banyak ditelantarkan di negara Singapura dan tidak diberangkatkan ke Jeddah. Inilah asal-usul istilah “Haji Singapura”, yaitu jemaah haji korban penipuan yang ditelantarkan di Singapura.

Jika jemaah haji beruntung tiba di Jeddah, meraka akan melalui imigrasi dan bea cukai, selanjutnya diregistrasi di Kantor Konsulat Belanda di Arab Saudi.

Baca Juga:Sebelum Diberangkatkan, 5.061 Calon Jemaah Haji Asal Sumut Sudah Vaksin Meningitis

Sebagai tambahan, kawasan Masjidil Haram belum semegah saat ini. Belum ada gedung mewah atau pencakar langit. Di sana hanya berdiri tenda-tenda sederhana tepatnya di sekeliling Ka’bah.

Untuk ibadah sa’i, para jemaah tak melakukan di dalam kawasan Masjidil Haram, melainkan di bagian luarnya. Uniknya, banyak pedagang yang turut berjualan di sekitar kawasan Masjidil Haram.

Kondisi ini tentu berbeda jauh jika dibandingkan dengan saat ini. Zaman itu, setiap jemaah haji harus menyiapkan perbekalan masing-masing. Jangan harap ada katering atau penyedia makanan. Para jemaah harus melakukannya sendiri, mulai dari memasak, mencuci alat makan, hingga mencuci pakaian masing-masing.

Baca Juga:Kemenag Lepas Tim “Advance” Petugas Haji ke Arab Saudi

Pada saat wukuf di Arafah, mereka akan mendirikan tenda-tenda sederhana. Totalnya bisa mencapai 20.000 tenda. Kemudian saat petang menjelang, jemaah haji mulai beranjak menuju Muzdalifah yang berjarak sekitar 10 km dari Arafah.

Selanjutnya, lempar jumrah akan dilakukan di Jamarat, Mina setelah sebelumnya bermalam (mabit) di Muzdalifah. Dulu, tempat melempar jumrah masih bercampur baru dengan para pedagang dan penjual hewan ternak yang lalu lalang.

Gelar Haji Pertama

Lalu kapan gelar haji pertama disematkan kepada warga Indoesia? Ternyata, gelar haji hanya diterapkan di Indonesia. Di negara lain, gelar haji tidak diberlakukan. Pemerintah Belanda sendiri yang menyematkan gelar haji pertama kepada warga Indonesia, tepatnya pada tahun 1916.

Tujuan pemberian gelar ini bukan untuk prestise seperti sekarang, melainkan penjajah Belanda, merasa takut dan khawatir terhadap paham Pan-Islamisme. Paham ini dianggap pemerintah kolonial sebagai biang kerok kerusuhan, keributan dan semangat melakukan terhadap mereka.

Baca Juga:Pesan Edy Rahmayadi untuk Jemaah Calon Haji Sumut: Jaga Kesehatan Manfaatkan Waktu untuk Benar-benar Beribadah

Paham Pan-Islamisme tersebut dikenal saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. melihat kenyataan itu, pemerintah Belanda takut jika paham tersebut diterapkan di Indonesia hingga melahirkan sejumlah perlawanan. Apalagi mereka yang telah menyandang gelar haji dianggap sebagai orang suci dan didengarkan masyarakat umum.

Haji memang bisa dianggap sebagai momen khusus untuk melancarkan misi. Salah satu buktinya adalah setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tahun 1948. Momen itu dikenal sebagai Misi Haji I Republik Indonesia.

Adalah K.H. Mohammad Adnan yang bertugas sebagai Ketua Misi Haji I mengadakan komunikasi dengan Raja Arab Saudi, Ibnu Saud. Tujuannya merundingkan agar mendapat pengakuan kemerdekaan Indonesia.(mtr01/hm01)

Related Articles

Latest Articles