27.4 C
New York
Friday, May 3, 2024

Masuknya Orang Batak ke Sekolah Pendeta, Sejarah Cikal Bakal Kemandirian Kepemimpinan HKBP

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Sebagai gereja yang lahir dari proses penginjilan misionaris Jerman, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang berdiri sejak 7 Oktober 1861, sejatinya sudah memulai proses kemandirian kepemimpinannya, sejak mulai masuknya orang-orang Batak ke Sekolah Pendeta sekitar tahun 1883 di Paraosorat, Sipirok.

Mereka inilah yang kelak menjadi pendeta pertama di HKBP yang berasal dari kalangan orang Batak, yakni Markus Siregar, Johanes Siregar dan Petrus Nasution. Ketiganya menerima penahbisan sebagai pendeta pada tahun 1885.

Hal itu disampaikan Pdt.Dr.JR. Hutauruk (87) dalam Kuliah Umum bertopik “Pendeta Batak Dalam Sejarah HKBP” dalam rangka mengawali semester gasal Tahun Akademik 2023/2024, Sekolah Tinggi Teologia (STT) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Jalan Sang Nauluh Pematang Siantar, Jumat siang (18/8/2023).

Baca juga: Kantor Pusat HKBP: 2 Orang Tewas Dalam Kecelakaan Mobil Rombongan Pdt Bonar Lumbantobing di Tebing Tinggi

Di hadapan ratusan mahasiswa beserta dosen, Emiritus Ephorus HKBP (1998-2004) ini juga menyampaikan, para pendeta Batak di masa lalu telah lebih dulu menjadi ‘Guru Batak’ atau Guru Zending sebelum dipilih menjadi pendeta. Fungsi mereka selain Guru Jemaat, juga sekaligus menjadi guru di sekolah umum untuk tingkat pendidikan dasar.

“Sehingga ketika itu ada kesatuan antara pendidikan umum dengan pelayanan warga jemaat. Jadi, mereka sudah menjadi guru paling sedikit 6 tahun, barulah disaring untuk dipilih menjadi pendeta oleh konfrensi para tuan pendeta Jerman,” ujar Hutauruk yang pensiun sebagai pelayan HKBP tahun 2004 lalu.

Doktor Teologi bidang Sejarah Gereja lulusan Universitas Hamburg, Jerman tahun 1979 ini juga menjelaskan, bahwa proses misionaris di Tanah Batak sekitar 1883-1940 sempat terganggu akibat adanya perang dunia. Dampaknya, tahun 1940 para pendeta Jerman yang bekerja di HKBP ditangkap sehingga muncul pemikiran ketika itu, HKBP harus mempersiapkan pemimpinnya sendiri dari kalangan pendeta Batak.

Baca juga: Bobby Nasution Ajak Pendeta Dukung Program Rumah Ibadah Mandiri

Cikal bakal sekolah pendeta HKBP sekarang, awalnya berada di Paraosorat, Pansur Napitu dan kemudian ke Seminarium Sipoholon, yang juga pusat pekabaran Injil di Tanah Batak.

“Jadi, STT HKBP ini merupakan kelanjutan dari sekolah pendeta tersebut. STT HKBP ini sempat merupakan Fakultas Teologia Universtas HKBP, namun kemudian berdiri sendiri dengan nama STT HKBP sejak tahun 1978,” tandasnya dalam diskusi yang dipandu Moderator, Pdt. Sahat Siburian, salah seorang dosen.

Secara khusus, Hutauruk juga mengingatkan mahasiswa STT HKBP, agar belajar banyak dari sejarah sekolah pendeta di masa lalu yang melahirkan pelayan-pelayan berkarakter, hormat kepada pimpinan, rajin belajar dan sangat menjaga kebersihan diri dan estetika kampus.

Baca juga: Pendeta Gereja Pentakosta Sebut tidak ada Gereja yang Terbakar di Belawan

Memasuki zaman baru sekarang, prinsip ini masih tetap berlaku di tengah-tengah kehidupan kampus teologi. “Kerajinan harus datang dari dalam diri sendiri, bukan karena paksaan, bahkan jauh sebelum memasuki STT ini, keseriusan minat jadi pendeta sebenarnya sudah kelihatan,”katanya penuh semangat.

Degradasi Spirit Menjadi Pelayanan HKBP

Saat diskusi, Ketua STT HKBP, Pdt. Dr. Hulman Sinaga, juga serius mengingatkan para mahasiswanya tentang tugas dan keterpanggilannya kelak sebagai pendeta. Sebab menurut Doktor Teologi lulusan Jerman ini, selama hampir 10 tahun mengajar di STT HKBP, diperkirakan ada sekitar 10-20 %, mahasiswa STT, mengalami degradasi spirit keterpanggilan untuk menjadi pendeta.

Meski saat ditanya ketika seleksi penerimaan mahasiswa baru, semuanya mengaku berniat masuk ke STT HKBP karena panggilan melayani Tuhan. Tapi faktanya, masih menjadi calon pendeta saja setelah lulus, sudah enggan ditempatkan di desa-desa. Bahkan orang tuanya pun ikut mengintervensi, dengan menghubungi pihak-pihak tertentu yang dapat mempengaruhi keputusan pimpinan HKBP, agar anaknya bisa ditempatkan sesuai keinginan mereka.

Baca juga; Pendeta Boas Siahaan, Doakan Korban Ruda Paksa di Samosir

“Apakah seperti ini yang dinamakan keterpanggilan melayani Tuhan? Mari tanya kembali dirimu, apakah kau memang benar-benar karena dipilih Tuhan, atau masuk ke STT ini karena keinginan keluarga, lingkungan atau karena kebutuhan tertentu?” tegasnya.

Sekaitan dengan itu, salah seorang mahasiswa, Gelora Maria Siagian, justru mempertanyakan, apakah menurunnya spirit keterpanggilan yang dimaksud Ketua STT, ada kaitannya dengan sejarah perjalanan pendeta Batak, khususnya di HKBP?

Merespon hal ini, JR. Hutauruk menjelaskan secara singkat, bahwa fenomena tersebut juga sudah muncul sejak tahun 1960-an. Ketika itu sudah muncul pemahaman bahwa lulusan pendidikan teologi tidak otomatis harus menjadi pendeta.

Baca juga; Pendeta HKBP Kaget Putranya Dilaporkan Advokat ke Polres Siantar

“Memang tidak bisa disalahkan jika lulusan STT HKBP tidak bersedia menjadi pendeta, dan memilih bekerja di tempat lain, “ujarnya seraya mencontohkan ada pendeta yang lebih memilih melayani tentara ketimbang memimpin jemaat.

Begitu pun, Dr. Hulman kembali menegaskan dan mengingatkan mahasiswanya, bahwa STT HKBP dipersiapkan untuk mencetak mahasiswa menjadi pendeta, bukan yang lain.

Masih nuansa diskusi, Pdt. Dr. Maruasas Nainggolan (dosen) berharap, suatu saat STT HKBP dapat menjadi rujukan bagi siapa saja, baik warga jemaat HKBP maupun warga gereja lain dari segenap wilayah Indonesia untuk belajar teologi, dalam kaitannya dengan konsep gerakan misiologi. Sebab STT HKBP sejatinya tidak hanya mempersiapkan calon pendeta HKBP dari kalangan Batak saja, tetapi harus bisa melahirkan pekabar-pekabar Injil dari kalangan warga jemaat dari berbagai suku.

“Gereja lokal di Jayapura misalnya, bisa saja kelak memberangkatkan orang Papua belajar teologi di STT HKBP ini. Peran warga jemaat juga harus lebih dominan dalam mempersiapkan misionari selain pendeta,” katanya.

Dari kalangan mahasiswa, juga tampak antusias bertanya, namun karena keterbatasan waktu, hanya beberapa diantaranya yang sempat diakomodir oleh moderator. (jalatua/mistar).

Related Articles

Latest Articles