Kasus Penganiayaan Berubah Jadi Lakalantas, Penyidik Polres Samosir Dilaporkan ke Propam
Penasehat hukum Korban Ernimawaty Nainggolan, Sahat Maruli Siregar, didampingi rekannya Manganar Nainggolan. (f:pangihutan/mistar)
Samosir, MISTAR.ID
Kasus dugaan penganiayaan yang dialami Ernimariaty Nainggolan berubah menjadi kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas), memicu kemarahan korban dan kuasa hukumnya. Penyidik Polres Samosir dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumatera Utara karena dianggap tidak profesional dalam menangani kasus tersebut.
Menurut kronologi yang disampaikan, insiden bermula saat korban bersama seseorang bermarga Zebua berada di Warung Boru Malango sekitar pukul 21.00 WIB. Korban kemudian melanjutkan perjalanan ke Kafe Buni Buni di Jalan Ronggur, Pangururan, bersama teman-temannya, Siska Sinaga dan Br Malango.
Di kafe tersebut, korban duduk satu meja bersama terlapor Jesmar Sitanggang, Andre Simarmata, Pak Chhael Halawa, Aril Zebua, Siska Sinaga, dan Boru Malango. Sekitar pukul 03.00 dini hari, korban dan terlapor diduga terlibat cekcok di halaman kos-kosan Opung Remeng, yang berujung pada dugaan penganiayaan.
Kuasa hukum korban, Sahat Maruli Siregar, menyatakan bahwa seluruh alat bukti dan keterangan saksi telah dikumpulkan oleh penyidik. Semua saksi, menurut Sahat, menyatakan bahwa korban dianiaya oleh Jesmar Sitanggang.
“Anehnya, kejadian ini diarahkan menjadi kasus lakalantas. Padahal, saksi sudah memberikan keterangan jelas, pelaku mengaku, dan alat yang digunakan untuk penganiayaan juga sudah diketahui,” tegas Sahat Maruli, Kamis (16/1/25).
Ia menambahkan bahwa perubahan status kasus ini sangat tidak mencerminkan rasa keadilan. Atas dasar itu, penyidik dilaporkan ke Propam karena dianggap tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
Kasus ini sempat memunculkan perdebatan antara penasehat hukum korban dan penyidik di ruang Unit Pidum Polres Samosir. Sahat Maruli meminta agar berita acara pemeriksaan (BAP) terlapor dan saksi-saksi yang sudah diperiksa diserahkan kepada mereka.
Chandra Hutapea, penyidik Unit Pidum, menjelaskan bahwa kasus ini awalnya ditangani oleh Unit Laka sebelum dilimpahkan ke Unit Reskrim berdasarkan hasil visum.
“Kami bekerja berdasarkan hasil visum dan telah memeriksa dokter yang melakukan visum. Itu yang menjadi dasar kami,” ujar Chandra.
Namun, Sahat Maruli menegaskan bahwa jika unsur lakalantas tidak terpenuhi, maka laporan penganiayaan seharusnya yang dilanjutkan. Ia juga menyebutkan bahwa saksi yang awalnya dilaporkan membuat laporan lakalantas telah memberikan pernyataan tertulis bermaterai cukup bahwa ia tidak pernah membuat laporan tersebut.
“Saksi mengaku hanya diminta menandatangani surat oleh seorang polisi Unit Laka tanpa mengetahui isinya,” beber Sahat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban pasti dari penyidik terkait perkembangan kasus ini. (pangihutan/hm25)