15.7 C
New York
Tuesday, September 24, 2024

Penerapan Kemasan Rokok Polos Berpotensi Ekonomi Indonesia Kehilangan Rp308 Triliun

Jakarta, MISTAR.ID

Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang antara lain menyangkut keharusan produsen menjual dalam kemasan rokok polos tengah dibahas Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Disebutkan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, wacana penerapan aturan bentuk rokok polos dalam RPMK menerima banyak penolakan dari pengusaha, sehingga masih tahap pembahasan.

“Ya itu tengah dikaji bersama mitra kami. (Perkembangannya) baik,” paparnya, pasca acara peluncuran buku Authorized Biography Sri Mulyani Indrawati berjudul NO LIMITS: Reformasi dengan Hati di Aula Dhanapala Kemenkeu, pada Jumat (20/9/24).

Baca juga:Indonesia Digempur Rokok Ilegal, Kerugian Negara Capai Miliaran Rupiah

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengkritik RPMK dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang dianggap dapat berimbas Indonesia kehilangan Rp308 triliun.

Hanya di level internasional, kemasan polos tembakau mulai banyak dilirik merupakan alternatif mengurangi efek rokok bagi kesehatan. Laporan internasional yang dirilis Canadian Cancer Society (CCS) pada Februari 2024, membeberkan kini ada 42 negara dan teritori secara aktif bergerak menuju kemasan polos, dengan 25 telah mengadopsi langkah tersebut, 3 telah menerapkannya, dan 14 dalam proses penerapan.

Informasi CCS, berjudul Cigarette Package Health Warnings: International Status Report, merinci perkembangan global pada kemasan polos, memberi peringkat 211 negara dan teritori sesuai ukuran peringatan kesehatan mereka pada kemasan rokok, dan mencantumkan 138 negara dan teritori yang saat ini membutuhkan peringatan gambar grafis.

Australia merupakan negara pertama yang memberlakukan kemasan polos pada tahun 2012, diikuti oleh Prancis dan Inggris pada tahun 2016, dan saat ini semakin banyak negara yang menerapkan kebijakan itu.

Baca juga:Pengusaha dan Petani Minta Presiden Hapus Radius Jualan Rokok ke Sekolah

Saat ini, ada 25 negara dan teritori yang sudah mengadopsi kemasan polos, melonjak dari hanya 9 negara pada tahun 2018 dan 21 negara di 2021.

Rencana pemerintah Indonesia mengadopsi kemasan rokok polos ini dianggap Indef berpeluang memberikan dampak ekonomi yang hilang hingga Rp308 triliun.

“Kami menyarankan dengan dasar yang cukup kuantitatif, pertama adalah PP Nomor 28 Tahun 2024 wajib direvisi, termasuk membatalkan RPMK, khususnya pasal-pasal yang memberikan efek bagi penerimaan dan perekonomian negara,” ujar Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad dalam ‘Diskusi Publik Indef: Industri Tembakau Suram, Penerimaan Negara Muram’ di Jakarta, pada Senin (23/9/24).

“Ini penting, sebak jika tak direvisi dan dibatalkan, apalagi ditunda, maka justru memperberat konsiai yang terjadi karena situasi ekonomi kita kuartal ketiga diproyeksikan masih di bawah 5 persen,” sambungnya.

Baca juga:Pemkab Humbahas, Bea Cukai Sibolga dan Polres Sosialisasi Pemberantasan Rokok Ilegal

Di antara yang disoroti Indef adalah usulan kemasan rokok polos tanpa merek dalam RPMK, yang mereka anggap bakal memberikan imbas ekonomi yang raib senilai Rp182,2 triliun.

Kemasan rokok polos akan mendorong down trading (fenomena saat konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah) hingga switching ke rokok ilegal lebih cepat 2-3 kali lipat dari yang sebelumnya, dan berpeluang menurunkan permintaan produk legal sebesar 42,09 persen.

Related Articles

Latest Articles