12.5 C
New York
Saturday, April 20, 2024

Anggaran Museum Simalungun Memprihatinkan, Mahasiswa USI: Pemerintah Harus Peduli

Siantar | MISTAR.ID – Anggaran operasional untuk merawat, melestarikan dan mempromosikan museum Simalungun yang diperoleh pihak pengurus yayasan Museum Simalungun ternyata sangat memprihatinkan. Minimnya anggaran akan membuat museum itu ‘jalan di tempat’ menyosong laju otorita wisata Danau Toba.

Keprihatinan itu menjadi perhatian sekaligus kritikan dari kalangan mahasiswa Universitas Simalungun (USI) yang kebetulan berkunjung ke Museum Simalungun yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pematangsiantar, Kamis (7/11/19) siang.

Ricky Alfalah Hutagalung, mahasiswa semester V Fakultas Ekonomi USI bersama rekan-rekannya mahasiswa mengakui, kondisi museum Simalungun memang cukup baik, tapi peminat di kota Pematangsiantar kata mereka sangat kurang, bahkan sebagian orang Siantar tidak sedikit yang belum tahu dimana alamat museum Simalungun.

“Bagi kami mahasiswa museum itu sangat perlu untuk mengenal sejarah Simalungun, dan benda-benda cagar budaya bersejarah,” kata Ricky.

Mencermati perkembangan museum Simalungun yang menurutnya jauh tertinggal dibandingkan Museum TB Silalahi di Balige, perlu lebih ditingkatkan lagi promosinya.

“Padahal Simalungun ini punya banyak sejarah perjuagan, asal muasal Raja Marpitu bagaimana dulu menghadapi penjajahan,” ujarnya.

Situs-situs bersejarah dan atau cagar budayanya juga, kata dia sangat banyak, mencapai 800 buah lebih, dan mungkin jauh lebih banyak dari yang ada di Museum TB Silalalahi.

“Sejarah di Simalungun ini dulunya sangat sakral, tentang perjuangan-perjuangan para pahlawan, seperti perjuagnan Raja Sang Nawaluh Damanik bersama Raja Marpitu. Di Museum ini kisahnya bisa kita dapat,” ujar Ricky didampingi rekan-rekan mahasiswa yang berkunjung ke museum.

Bersama seluruh rekan-rekannya sesama mahasiswa, mahasiswa USI itu berarap agar pemerintah Kabupaten Simalungun dan Pemko Pematangsiantar mau berkontribusi lebih, untuk membantu pendanaan museum Simalungun, baik itu untuk mempromosikan dan melestarikan cagar budaya yang ada di museum dan di Simalungun.

Ia juga merasa heran, kenapa Museum TB.Silalahi di Balige lebih ramai dikunjungi wisatawan ketimbang musuem Simalungun. Padahal nilai sejarah dan kesakralan cagar budaya yang ada di museum Simalungun sangat luar biasa.

“Harusnya, museum Simalungun bisa lebih maju dibandingkan kota-kota lain, mengingat sejarah kota ini lebih terkenal, dan kesakralannya juga sangat luar biasa maknanya,” katanya.

Dia melihat, kemungkinan itu memang semua tergantung anggaran untuk promosi dan pembangunan infrastrukturnya.

Menyongsong destinasi Danau Toba sebagai tujuan wisata terbesar di Indonesia, museum Simalungun diharapkannya harus lebih baik lagi, tentu ini kata dia tidak terlepas dari kepedulian dua pemerintah di daerah sekitar, yaitu Pemkab Simalungun dan Pemko Pematangsiatar.

Hanya Berharap Retribusi

Sementara itu, Lili Purba selaku pemandu wisata di museum Simalungun menjelaskan, pengelolaan atau biaya sehari-hari untuk merawat museum hanya mengandalkan retribusi dari pengunjung, yang jumlahnya sangat minim.

“Tarif pengunjung untuk umum hanya Rp5000 per orang, mahasiswa Rp4000 sedangkan pelajar SMA dan SMP Rp3000 dan pelajar SD hanya Rp2000 per siswa,” kata Lili menjawab Mistar dan mahasiswa USI yang berkunjung.

“Dari perhitungan kami, kalau hanya dari retribusi yang kami kutip tidak cukup untuk membiayai pemeliharaan, biaya listrik, air dan tenaga pekerja honor dan petugas keamanan,” katanya.

Lili Purba berharap agar DPRD bersama pemerintah daerah di Pematangsiantar dan Simalungun mau membantu memberi bantuan yang layak untuk Museum Simalungun.

“Bantuan dari Pemkab Simalungun ada sejak jaman pak Jabanten Damanik hingga pak Zulkarnain Damanik. Tapi setelah pak JR sudah tidak ada lagi,” katan Lili Purba.

Sedangkan bantuan dari Pemko Pematangsiantar terbilang sangat minim, tahun 2019 ini kata Ketua Yayasan USI, hanya sekitar Rp20 juta dari Rp50 juta yang dimohonkan pihak museum.

Lili menambahkan, pengusaha yang membantu nyaris tidak ada, kecuali pak Edwin Bingei. Demikian juga dari BUMN dan lainnya, tidak ada yang pernah membantu.

Ditanya dana CSR dari perusahaan-perusashaan yang ada di Pematangsiantar dan Simalungun, juga kata dia tidak yang membantu.

Jumlah pengunjung yang berkunjung ke museum, kata Lili masih sebatas anak-anak sekolah saat jam belajar. Paling banyak 50 orang sekali berkunjung, itupun bukan tiap hari. Jumlah pengunjung tidak bisa diprediksi lah pak,” katanya.

Bahkan kata dia, tidak jarang terjadi dimana sama sekali tak ada pengunjung yang datang ke Museum Simalungun.(hm02)

Penulis/Editor: Herman Maris

Related Articles

Latest Articles