8.8 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Pemilu Proporsional Persempit Perebutan Suara Lebih Semarak

Medan, MISTAR.ID

Pengamat politik Faisal Riza tidak setuju dengan wacana sistem Pemilu Proporsional atau Pemilu Legislatif mencoblos partai di Pemilu 2024 yang diusulkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Menurutnya, Pemilu Proporsional memang dapat membantu partai lebih kuat secara perkaderan dan lebih tertib. Artinya, partai akan memasang kader andalan mereka di nomor 1 (nomor jadi), tidak terjadi persaingan yang tajam antar anggota di internal partai.

“Namun, sistem itu tidak diikuti dengan kaderisasi atau pendidikan politik di internal partai yang cukup baik,” ujar Faisal saat dimintai tanggapannya, Selasa (10/1/23).

Baca juga:AHY: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Memundurkan Kualitas Demokrasi

Selain itu, kata Faisal, sistem pemilu proporsional mempersempit kemungkinan kompetisi perebutan suara lebih semarak. Menurutnya, sekarang era kompetisi terbuka, sehingga seberapa luas atmosfer kompetisi disediakan oleh sistem dapat menjadi ajang seleksi ketat.

“Kalau menurut saya sistem ini akan membuka celah antara aspirasi partai dengan kemauan rakyat pemilih. Partai punya kader yang itu saja dari pemilu ke pemilu, sementara rakyat ingin yang lain, maka sistem tertutup ini kurang aspiratif,” katanya.

Soal komentar Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut sistem pemilu proporsional tertutup merupakan wewenang PDIP sebagai partai di DPR dalam fungsi legislasi? Dan PDIP akan tetap mengusulkan sistem proporsional tertutup karena bisa menekan ongkos pemilu yang mahal, Riza menanggapinya dingin.

“Kalau partai bisa menertibkan kader, mendidik (hadir bersama rakyat), pemilu akan lebih murah,” katanya.

Pengamat politik dari UINSU menilai, usulan Pemilu Proporsional yang diwacanakan adalah agenda penguatan kelembagaan (partai dalam hal ini).

Sebelumnya,Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto baru-baru ini mengatakan, sistem pemilu proporsional tertutup merupakan wewenang PDIP sebagai partai di DPR dalam fungsi legislasi.

Dia menegaskan PDIP akan tetap mengusulkan sistem proporsional tertutup karena bisa menekan ongkos pemilu yang mahal.

Berdasarkan hasil penelitian Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab) sekaligus kader PDIP, Pramono Anung, para calon anggota dewan harus mengeluarkan uang Rp5-100 miliar untuk terpilih di DPR.

“Proporsional terbuka dalam penelitian Pramono Anung minimal paling tidak ada yang Rp5 miliar untuk menjadi anggota dewan, bahkan ada yang Rp100 miliar,” terang Hasto.

Upaya untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup kini telah dilakukan.

Baca juga:Ketua KPU: Kemungkinan Pemilu 2024 Kembali Proporsional Tertutup

Gugatan terhadap sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), termasuk soal sistem proporsional terbuka, telah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Dua kader partai politik dan empat perseorangan warga negara menjadi pemohon dalam uji materi ini.

Pemohon perkara nomor: 114/PUU-XX/2022 terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka menggandeng pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.

Para pemohon menguji materi Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), serta Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu.

Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu berbunyi: “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.” (ial/hm06)

 

 

Related Articles

Latest Articles