11.7 C
New York
Wednesday, May 1, 2024

Harga Sebuah Pemakzulan dan Perhitungan DPRD Pematang Siantar yang Dipertanyakan

Penulis: Rika Suartiningsih

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Warga Kota Pematang Siantar diterpa kehangatan bernama “pemakzulan” beberapa tahun belakangan. Tampaknya kata pemakzulan menjadi familiar di telinga masyarakat. Boleh jadi karena pemakzulan bukan kali ini dilakukan terhadap Wali Kota Pematang Siantar yang tengah dijabat oleh Susanti Dewayani, tetapi terjadi juga pada periode sebelumnya ketika Hefriansyah menjabat.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), pemakzul berarti ‘berhenti memegang jabatan; turun takhta’. Pemakzulan adalah proses, cara, perbuatan memakzulkan-menurunkan dari takhta; memberhentikan dari jabatan; meletakkan jabatannya (sendiri) sebagai raja; berhenti sebagai raja.

Prihal Susanti dimakzulkan oleh DPRD Pematangsiantar  berdasarkan penyelidikan Panitia Khusus Hak Angket DPRD, yang menyatakan Susanti melanggar sumpah janji jabatan karena melantik 88 ASN di lingkungan Pemkot Pematang Siantar.

Pelantikan 88 ASN Pemkot Siantar oleh Susanti Dewayani sesuai SK Wali Kota No 800/929/IX/WK/Tahun 2022 menyebabkan 27 ASN demosi atau penurunan jabatan serta diberhentikan dari jabatan (non-job). Susanti dinyatakan melanggar 9 peraturan perundang-undangan karena melantik 88 ASN di lingkungan Pemkot Siantar.

Ketua DPRD Siantar Timbul Marganda Lingga menyatakan, DPRD memutuskan menggunakan hak menyatakan pendapat untuk menindaklanjuti temuan Panitia Khusus Hak Angket DPRD.  Pihaknya menyatakan, pemberhentian Susanti dari jabatan Wali Kota dan melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan Susanti ke Mahkamah Agung (MA), Senin 27 Maret 2023.

Baca juga : Depan Kantor Walikota dan DPRD Siantar Penuh Papan Bunga Ucapan Selamat Penolakan Pemakzulan dr Susanti

Temuan Pansus DPRD itu menyebutkan bahwa Susanti dinyatakan melanggar 9 peraturan perundang-undangan karena melantik 88 ASN di lingkungan Pemkot Siantar.

Pemkazulan juga dilakukan oleh DPRD Kota Pematang Siantar Hefriansyah. Upaya pemakjulan terhadap Hefriansyah bahkan dilakukan 2 kali oleh anggota DPRD Kota Pematang Siantar ini dengan anggota DPRD yang berbeda.

Partama pada 25 Mei 2018, anggota DPRD periode 2014-2019 sepakat membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD untuk menyelidiki dugaan penistaan etnis Simalungun yang dilakukan wali kota periode sebelumnya, Hefriansyah Noor.

Hasil penyelidikan Pansus menyatakan, Hefriansyah dimakzulkan dari jabatan Wali Kota Pematang Siantar karena terbukti menista Simalungun melalui brosur “Siantar Kota Pusaka” pada acara HUT Ke-147 Kota Pematang Siantar, April 2018.

Namun, dalam prosesnya, hasil angket tak sampai ke Mahkamah Agung (MA) lantaran paripurna DPRD yang digelar pada Senin 20 Agustus 2018 tidak memenuhi kuorum.  Pimpinan DPRD saat itu menutup sidang paripurna dan menyatakan hasil temuan hak angket tidak dilanjutkan.

Selanjutnya, pada 15 Januari 2020, anggota DPRD kembali membentuk Pansus Hak Angket untuk memakzulkan Wali Kota Hefriansyah. DPRD Pematangsiantar periode 2019-2024 ini menilai ada 10 poin kebijakan Hefriansyah yang dianggap sangat strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat.  Salah satunya pengangkatan dan mutasi ASN di lingkungan Pemkot Pematang Siantar.

Adapun kesimpulan Pansus Hak Angket menyatakan, Wali Kota Hefriansyah terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang dan melanggar sumpah janji jabatan. Melalui paripurna, DPRD melakukan permohonan uji pendapat ke Mahkamah Agung (MA). Namun dalam amar putusan tertanggal 16 April 2020, MA menolak permohonan uji pendapat dari pemohon dalam hal ini anggota DPRD Pematang Siantar.

Nah demikian halnya dengan pemakzulan Wali Kota Susanti Dewayani. Pemakzulan yang dilakukan DPRD Pematang Siantar periode 2019-2024 adalah pemakzulan yang kedua kalinya dilakukan terhadap Wali Kota. Apa lagi poin yang diajukan hampir sama.

Setidaknya kegagalan pada masa pemakzulan terhadap Wali Kota Hefriansyah sudah menjadi pelajaran dan perhitungan kemungkinan permohonan ini bisa diluluskan oleh MA.

Namun hasil yang diterima? Memang belum final, namun gambaran terburuk MA kembali menolak hal tersebut. Surat MA sempat bocor ke sejumlah media sosial. Terlepas siapa dan mengapa dibocorkan, pemakzulan bukanlah kesakralan untuk menurunkan kepala daerah dari kesalahan administrasi.

Baca juga : Beredar Info, Putusan MA Kabulkan Usulan Pemakzulan Wali Kota Siantar

Pemakzulan Vs Sengketa Administrasi

Pemakzulan memang bukan sesuatu yang diharamkan bagi anggota DPRD terhadap kepala daerah. Boleh atau sah-sah saja dilakukan bila menemukan dugaan proses dan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Kepala Daerah.

Akan tetapi yang harus dilihat apakah kali-kali atau perhitungan yang dilakukan DPRD sudah cukup agar DPRD juga tidak dianggap melakukan pemborosan terhadap uang rakyat. Mengingat, proses pemakzulan bukan tidak menggunakan biaya.

Jika perhitungan tidak dilakukan, bukan tidak mungkin pemakzulan yang diajukan anggota DPRD hanya sekedar memburu nafsu mengumbar kebencian. Meskipun semua orang juga tidak sepakat dengan kesewenang-wengan yang dilakukan kepala daerah.

Apalagi seorang praktisi hukum di Pematang Siantar, Parluhutan Banjarnahor, menilai, kasus pelantikan ASN  sepatutnya diselesaikan dengan menempuh gugatan ke PTUN karena itu merupakan pelanggaran administrasi dan tidak beralasan hukum. Adapun kasus pelantikan dan mutasi menurutnya adalah ranah perdata. Alasan pemakzulan tersebut tidaklah beralasan hukum untuk menempuh jalur politik. Sebab, persoalan pelantikan itu merupakan hal yang bersifat administratif, dapat diselesaikan lewat jalur Pengadilan Tata Usaha Negara.

 Baca juga : Viral Penolakan Pemakzulan Wali Kota, Pihak Pemko Temui Ketua DPRD Siantar

Harga Pemakzulan yang Menguap

Perjuangan untuk mendapatkan keadilan memang mutlak dibutuhkan. Namun perhitungan tetap saja menjadi perhatian yang jangan dikesampingkan. Karena jika tidak perjuangan pun akan dipertanyakan.

Biaya DPRD Makzulkan Wali Kota Siantar diperhitungkan mencapai Rp500 Juta. Dari jumlah yang tidak sedikit itu ada perjalanan dua kali ke Jakarta untuk melakukan konsolidasi dengan MA. Namun anggaran ini pun dikhawatirkan justru menjadi temuan karena diambil dari alokasi yang tidak semestinya. Sebelumnya untuk pemakzulan ini diusulkan anggaran Wakil Wali Kota yang diambil dari pergeseran Pansus Wakil Wali Kota.

Hasil review dari Inspektorat, ternyata itu tidak boleh digunakan. Sehingga pergeseran anggaran pada pos anggaran Sekretariat DPRD Siantar di APBD Kota Siantar Tahun 2023 dengan jumlah Rp390 juta. Sedangkan kekurangannya sekira Rp120 juta, akan diupayakan ditampung melalui Perubahan APBD (P-APBD) Kota Siantar Tahun 2023.

Anggaran yang diperhitungkan menghabiskan biaya pemkazulan itu sebesar Rp0,5 M lebih untuk menghasilkan selembar kata putusan dari MA. Yang hasilnya hampir bisa diprediksi penolakan. Adalah hasil yang sia-sia. Tidak hanya uang rakyat, tetapi enerji pun bagai terbuang sia-sia.

Mengutip Kalimat mantan Wali Kota Pematangsiantar periode 2000-2005, Drs Marim Purba, “Pemakzulan terjadi karena kurangnya komunikasi politik,”

Komunikasi politiklah yang penting harus dibenahi. Wali Kota atau pun Dewan Perwakilan Rakyat tampaknya perlu kembali sekolah komunikasi agar rakyat tidak bolak balik  dikecewakan oleh para petingginya baik oleh kepala daerah maupun dewannya. (hm19)

Related Articles

Latest Articles