Kenaikan UMP ke Depannya, KSBSI Minta Pemerintah Buat Landasan Hukum dan Proses yang Jelas
Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban.(f:gideon/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menyoroti terkait kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 senilai 6,5 persen yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Menurut induk sejumlah organisasi buruh ini, penetapan untuk diikuti seluruh provinsi itu tidak tepat, karena tiap daerah memiliki pertumbuhan ekonomi masing-masing.
Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban meminta agar pemerintah membuat landasan hukum dan proses yang jelas untuk kenaikan UMP ke depannya. Dia berharap di tahun 2025 ini akan ada revisi atau reformasi terkait Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan yang baru, setelah adanya Putusan MK 168/PUU-XXI/203 telah mengembalikan peran Dewan Pengupahan Nasional.
Harapannya, di dalam UU yang baru ini akan berpihak kepada pekerja dan buruh. Penegakan hukum dan pengawasan terkait upah juga, kata Elly harus diperkuat.
Selain itu, pengawas Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) juga perlu diperbanyak lagi. Karena selalu ini yang menjadi alasan Disnaker tidak dapat berbuat banyak di daerah.
Upah minimum juga seharusnya menjadi upah minimum bagi para pekerja yang baru masuk hingga 1 tahun. Sehingga, seharusnya pengusaha wajib mengimplementasikan struktur skala upah di perusahaan yang mengatur upah untuk para pekerja agar upah mereka sudah pasti di atas dari UMP.
"Bagi kami, keberadaan struktur skala upah ini adalah hal utama yang harus diperjuangkan oleh kawan-kawan buruh. Karena jika struktur skala upah sudah diterapkan, buruh tidak harus semua turun ke jalan untuk memperjuangkan upah minimum dan bisa fokus dialog sosial untuk hak-hak lainnya," kata Elly kepada mistar.id, Kamis (30/1/25).
Pihaknya juga, lanjut Elly melihat bahwa peningkatan proteksi sosial menjadi hal yang penting untuk melindungi semua pekerja di Indonesia dengan memperluas akses jaminan sosial kepada pekerja formal maupun informal.
"Selain itu, kami melihat perlu diadakan revisi berbagai UU Ketenagakerjaan di Indonesia. Pastikan pekerja memiliki upah layak, jam kerja yang manusiawi, perlindungan sosial, serta kebebasan berserikat," ujarnya.
Pemerintah juga harus memahami bahwa posisi mereka adalah penengah. Jadi Elly meminta jangan fokus untuk membantu pengusaha, karena memang yang memiliki kapital atau modal.
"Jadilah penengah yang adil. Putusan MK 168/PUU-XXI/2023 telah mengembalikan peran Dewan Pengupahan Nasional sebagai ruang bersama untuk membangun dialog sosial ini," ucapnya. (gideon/hm17)
PREVIOUS ARTICLE
Progres Revitalisasi Sarana Olahraga Kebun Bunga Medan