Sunday, April 13, 2025
home_banner_first
HUKUM

Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Penetapan Tersangka Ramli Sembiring

journalist-avatar-top
Kamis, 10 April 2025 20.08
kuasa_hukum_ungkap_kejanggalan_penetapan_tersangka_ramli_sembiring

Kuasa hukum Ramli Sembiring, Irwansyah Nasution (berkacamata), saat diwawancarai di PN Medan. (f: deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Kuasa hukum Ramli Sembiring, Irwansyah Nasution, mengungkap sejumlah kejanggalan dalam penetapan tersangka kasus pemerasan 12 Kepala SMK Negeri di Nias terhadap kliennya.

Atas penetapan tersangka tersebut, Ramli yang merupakan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut saat ini melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan (prapid) di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Kepada awak media di PN Medan, Irwansyah mengatakan, salah satu kejanggalan dalam penetapan tersangka kliennya ialah penyidik tidak pernah menunjukkan barang bukti.

"Terus dari kejanggalan itu, kami menganalisis dari keterangan-keterangan klein kami bahwa penyidik menetapkan klien kami tersangka hanya berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang ada di Propam," ujarnya usai sidang pembacaan permohonan prapid di PN Medan, Kamis (10/4/2025).

Menurut pria yang akrab disapa Ibey itu, perkara yang ada di Bidang Propam tidak dapat dipergunakan dalam pemeriksaan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Kortas Tipidkor.

"Artinya, penyidik periksa lagi, dong. Terus, penyidik perlihatkan dong, alat buktinya kepada yang disangkakan. Sehingga dengan kejanggalan-kejanggalan itu, kami mengajukan prapid," ucapnya.

Kejanggalan lainnya, kata Ibey, saat proses pelaporan yang dibuat pada 3 Februari 2025, akan tetapi sehari setelah laporan tepatnya 4 Februari 2025, tiba-tiba penyidik mengeluarkan surat perintah penyidikan.

"Di dalam peraturan perundang-undangan dan KUHAP namanya juga laporan, maka ada tingkat lidik, sidik, baru ada penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Di situ kami melihat ada pelanggaran KUHAP, seharusnya laporan yang dibuat 3 Februari 2025 langsung naik ke sidik," ujarnya.

Selanjutnya, sambung Ibey, penyidik tidak pernah memeriksa kliennya, baik pada tingkat penyelidikan maupun penyidikan.

"Kalau pun diperiksa, di tingkat sidik itu hanya tiga atau empat pertanyaan, karena klien kami tidak bersedia diperiksa lantaran dalam kondisi sakit tertekan dan depresi," tuturnya.

Ia pun mengaku bahwa hingga saat ini dirinya bersama tim kuasa hukum yang lain belum dapat bertemu dengan kliennya karena terkendala akses komunikasi. "Sampai sejauh ini kami tidak bisa berkomunikasi sama klien kami, karena kami enggak bisa mengakses. Artinya, karena kami tidak mengakses, maka kami prapid," kata Ibey.

Dalam prapid ini, Ibey berharap hakim PN Medan dapat mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh pihaknya.

"Kami juga bermohon kepada majelis hakim agar objektif dan mengacu kepada KUHAP. Kalau misalnya ada pihak-pihak lain yang menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi dan penggiringan, kami berharap majelis hakim benar-benar objektif," tuturnya.

Diketahui, pihak-pihak termohon dalam prapid ini di antaranya Pemerintah RI Cq Kapolri Cq Bareskrim Polri Cq Direktorat Tipikor Cq Direktur Tipikor sebagai termohon I dan Kapolda Sumut Cq Direskrimsus sebagai termohon II. (deddy/hm24)

REPORTER: