9.9 C
New York
Friday, April 19, 2024

Kejatisu: Restorative Justice Buka Ruang Terciptanya Harmoni di Tengah Masyarakat

Medan, MISTAR.ID
Pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) menyampaikan penghentian penuntutan dengan menerapkan keadilan restorative justice (RJ), akan membuka ruang terciptanya harmoni di tengah masyarakat.

Hal ini disampaikan Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan. Ia katakan, terkait penghentian penuntutan dengan menerapkan keadilan RJ berdasarkan Peraturan Jaksa Agung atau Kejaksaan No 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

“Penerapan ini akan membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban untuk secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan semula, dan terciptanya harmoni di tengah-tengah masyarakat,” ucap Yos kepada wartawan, Selasa (21/2/23).

Baca Juga:Kejaksaan dan BPN Sergai Sosialisasikan Pentingnya PTSL Bagi Masyarakat Limbong

Menurutnya, penerapan RJ untuk menyelesaikan perkara tindak pidana ringan (Tipiring) tanpa ke meja hijau. Definisi keadilan restoratif yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain.

Lebih jauh, hal ini terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Tidak semua perkara pidana dapat diselesaikan dengan menerapkan RJ.

“Alurnya, penuntut umum memiliki kewenangan dominus litis yang artinya penuntut umum dapat menentukan apakah suatu perkara dapat diajukan ke pengadilan atau tidak,” sebut Yos.

Selanjutnya, kebijakan RJ ini adalah Legacy daripada pimpinan Kejaksaan RI, di mana pendekatan keadilan restoratif yang dilaksanakan oleh kejaksaan menyeimbangkan kepentingan pemulihan keadaan korban, dan juga memperbaiki diri pelaku yang hasilnya mampu mewujudkan keadilan.

Baca Juga:Direktur LPKH Dipanggil Tim Pengawas Kejatisu, Masalahnya Diduga Terkait Isu Suap di Kejaksaan

Serta, memperbaiki keadaan masing-masing pihak, sehingga sejalan dengan rasa keadilan masyarakat dan tidak lagi ditemukan penegakan hukum yang tidak berkemanfaatan dengan persyaratan yang telah ditentukan dalam Perja No 15 Tahun 2020.

Masih kata Yos, kalau mengacu pada undang-undang secara jelas dan terang disampaikan, bahwa hanya kejaksaan lah selaku lembaga negara yang memiliki kewenangan dominus litis, artinya bahwa hanya jaksa yang dapat menentukan suatu perkara pidana dapat diajukan ke pengadilan atau tidak.

“Terkait dengan nilai kerugian korban dan konsekuiensi perdamaian seluruhnya lahir dari kesepakatan pihak korban dan pelaku kejahatan, sehingga pembayaran kerugian yang dialami korban dimaksud tetap berdasarkan perdamaian dan kesepakatan para pihak yang menghendaki penuntutan perkaranya dihentikan dengan RJ,” ucapnya.

Baca Juga:Tim Tabur Kejaksaan Tangkap DPO Tersangka Kasus Korupsi APBD Musi Banyuasin

Mantan Kasi Pidusus Kejari Deli Serdang itu menyampaikan, bahwa persyaratan suatu perkara dapat dihentikan penuntutannya dengan pendekatan RJ antara lain pelaku bukanlah residivis, kerugian pihak korban di bawah Rp2.500.000.

“Antara korban dan pelaku secara bersama-sama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula, dan terciptanya harmoni di tengah-tengah masyarakat,” bebernya.(bany/hm10)

 

Related Articles

Latest Articles