12.8 C
New York
Tuesday, April 23, 2024

Lissoii, Dari Modernisasi Tuak Hingga Pelestarian Budaya

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Sudah sejak lama, orang Batak, terutama yang bermukim di wilayah Tapanuli, Samosir, Humbang, Pematang Siantar dan Simalungun memiliki minuman khas tradisional, yakni tuak.

Uniknya, orang-orang Batak yang banyak merantau keluar dari kampung halamannya, tetap tak melupakan minuman yang disadap dari pohon aren tersebut. Makanya, tak heran jika di Kota Medan, Pekan Baru, Batam, bahkan Jakarta, sebagai daerah perantauan orang Batak, warung tuak tetap ada.

Minuman berwarna putih pekat yang mengandung alkohol ini, kerap disuguhkan dalam sejumlah kesempatan. Jamak terlihat, jika ada gelaran pesta adat Batak maupun acara-acara khusus lintas keluarga seperti arisan marga, minuman ini kerap disajikan sebagai penyemarak suasana.

Baca juga: Tuak FC Juara Tiga Zona Medan Bonas Cup 2022

Namun bagi banyak orang, termasuk di luar etnik Batak, akrab menyebut dengan istilah ‘pakter tuak’. istilah untuk menyebut warung-warung yang menyajikan tuak sebagai menu utamanya.

Lazimnya, pakter tuak ini bentuknya merupakan warung sederhana, dinding tepas dan atap rumbia maupun seng bekas. Sangat langka, pakter tuak yang warungnya terbuat dari dinding beton atau bangunan tertutup layaknya ruko.

Salah satunya adalah ‘Lissoii’. Sebuah cafe yang menyajikan menu andalan tuak dengan gaya tren saat ini. Pakter tuak bergaya modern ini berdiri sejak tahun 2020, terletak di Jalan Bahkora II, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematang Siantar.

Baca juga: Bolu Toba Medan di Pematang Siantar Terima Produk UMKM

Letaknya yang berada di tepian persawahan masyarakat, menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Pasalnya, pelanggan akan dimanjakan dengan hamparan luas persawahan sambil menikmati menu yang disediakan.

Manajer Operasional Lissoii, Benny Tambak kepada Mistar.id, Minggu siang (4/6/23) mengatakan. Tuak merupakan warisan kebudayaan dari leluhur yang sampai hari ini masih eksis disadap dengan cara tradisional.

Benny sangat mengapresiasi kawula muda yang masih melestarikan tuak di tengah gencaran minuman produk luar. Menurutnya, minum tuak merupakan salah satu upaya merawat budaya.

Baca juga: Pagit-pagit, Soto Khas dari Tanah Karo

“Artinya anak muda masih mau melanjutkan warisan budaya dan kearifan lokal,” tutur Benny, alumni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara ini.

Menurut Benny, banyak anak muda yang masih mengonsumsi tuak karena lingkungan sekitar, melestarikan budaya, dan menjadi tren anak muda saat ini. Bahkan, menjadi kebutuhan bagi beberapa masyarakat.

Dampak Negatif dan Positif Tuak

Benny mengatakan, ada dampak negatif dan positif ketika mengkonsumsi tuak. Dampak negatifnya apabila berlebihan mengkonsumsi tuak, tentu dapat mengakibatkan mabuk, tidak kontrol diri, dan kadang lupa waktu.

Baca juga: Menolak Lupa: Labar, Kuliner Alternatif Keluarga Simalungun

Sedangkan dampak positifnya adalah menjadi alat pemersatu, dan sebagai alat perekat sosial masyarakat.

“Biasanya segelas tuak bisa menambah kawan,” papar pria dengan rambut gondrong sembari tersenyum.

Selain itu, modernisasi tuak yang di lakukan Kafe Lissoii sangat berpengaruh di kalangan anak muda. Menurutnya, anak muda menemukan tempat minum tuak dengan gaya baru.

Benny mengatakan, biasanya masyarakat Batak mengkonsumsi tuak pada sore hari, namun ada juga yang minum tuak pada malam hari.

Baca juga: Warung Lontong Pecal Legendaris di Asahan Digemari Sejak Tahun 1980

“Biasanya kalau yang minum malam, itu yang kerja sampai sore,” ujarnya.

Modernisasi Tuak

Apakah warung tuak tradisional memang kalah bersaing dengan penjual minuman alkohol dari luar?

Menurut Benny, bukan tidak mampu bersaing tetapi warung tuak tradisional memiliki pasarnya tersendiri, sesuai daerah, dan golongan usia.

Benny menyampaikan, meskipun menu minuman andalannya adalah olahan tuak, aneka minuman lain seperti jus, soft drink, hingga koctail dan moctail juga tersedia di Lissoii.

Baca juga: Enaknya Gado-gado dan Nasi Bakar Mak Yuni, Langganan ASN Pemkab Deli Serdang

Terkait menu, jungle jus menjadi menu paling sering di order konsumen.

“Itu tuak murni yang kita suling jadi arak, dicampur dengan varian buah yang dipilih sendiri oleh konsumen, mulai dari jeruk, nenas, dan jeruk nipis,” papar Benny.

Selain itu, Lissoii juga kerap menggelar event musik nasional dan tradisional di akhir pekan.

“Tahun lalu, Ipang (Artis ibukota) tampil di Lissoii, sebut Benny yang juga aktif di bidang permusikan dan dunia tarik suara.

Baca juga: Buka Seminggu Sekali dan Bayar ‘Pakai Bambu’, Pusat Kuliner Sarapan Pagi di Deli Serdang Diserbu Pengunjung

Benny menambahkan, selain minuman, Lissoii juga memiliki banyak menu makan siang yang cocok dinikmati bersama keluarga. Seperti nasi ayam rica-rica, nasi ayam lada hitam, nasi ayam sambal ijo, nasi ayam serai, dan menu ayam lainnya.

“Dalam waktu dekat ini Lissoi akan rilis makanan dari olahan ayam kampung lainnya,” tukasnya.

Saat ini, Lissoii memiliki 5 karyawan, mulai dari koki hingga waittres. Setiap harinya Lissoi buka pukul 12.00-23.00 WIB.

Baca juga: Gurihnya Nasi Kebuli Khas Timur Tengah di Kisaran, Wajib Coba!

Sebagai tambahan, tuak berasal dari pohon enau atau aren dengan nama latin arenga pinnata. Biasanya, masyarakat di sekitar Tapanuli, Pematang Siantar-Simalungun menyebutnya ‘bagot’. Pohon ini tingginya bisa mencapai 25 meter dan rata-rata berdiameter 65 cm. (Indra/hm21).

Related Articles

Latest Articles