7.4 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Triwulan I 2023, Perkembangan Ekonomi di Sumut Cukup Baik

Medan, MISTAR.ID

Perkembangan Ekonomi Sumut Triwulan I tahun 2023 masih tumbuh cukup baik sebesar 4,87% (yoy), meskipun melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,62%.

Hal ini diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI), Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Doddy Zulverdi diakhir masa jabatannya kepada wartawan di Medan, Senin (8/5/23). Dimana posisi Doddy akan digantikan oleh IGP Wira Kusuma sebagai Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumut yang baru.

“Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut ini seiring dengan tren moderasi harga komoditas ekspor utama Sumut yakni CPO dan dampak dari fenomena cuaca ekstrem pada Triwulan I 2023 terhadap penurunan produksi komoditas pertanian seperti kelapa sawit,” jelasnya.

Baca Juga:Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Selama 2022, Ekonomi Sumut Merugi Rp17,3 Miliar

Sementara dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian, perdagangan dan transportasi, Doddy mengungkapkan pertumbuhannya melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kemudian, deselerasi LU Pertanian seiring dengan masuknya periode musim anam beberapa komoditas seperti beras, cabai merah cabai rawit dan bawang merah serta fenomena Cuaca ekstrem yang berdampak pada penurunan produksi beberapa komoditas pertanian.

“Selanjutnya, jumlah indikator seperti kredit perdagangan, UMKM dan transportasi serta prakiraan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) PBE yang melambat pada triwulan 1-2023 turut berdampak pada perlambatan LU Perdagangan dan LU Transportasi ditengah sektor konstruksi dan industri yang masih terakselerasi,” ujarnya.

Disisi lain, perkembangan inflasi global yang saat ini proses disinflasi global berjalan lancar. Kemudian, persistensi inflasi dari sisi permintaan masih tinggi dan perbaikan ekonomi global di tengah keketatan pasar tenaga kerja di AS dan Eropa mengakibatkan prospek penurunan inflasi global berjalan lambat.

Baca Juga:Ekonomi Sumut Triwulan III Tumbuh 4,97 Persen

“Selain itu, perbaikan ekonomi Tiongkok diprakirakan mendorong harga komoditas non-energi, di tengah harga minyak yang meningkat akibat ketersediaan pasokan yang lebih rendah. Untuk kebijakan suku bunga tinggi masih berlanjut, bahkan di negara berkembang kebijakan moneter ketat masih ditempuh secara agresif,” terangnya.

Adapun disinflasi negara maju (AE) yang lebih lambat menyebabkan suku bunga tinggi berpotensi bertahan lebih lama. Di negara berkembang (EM), kebijakan moneter ketat banyak ditempuh secara agresif karena suku bunga riil EM masih negatif. (anita/hm12)

Related Articles

Latest Articles