13.9 C
New York
Friday, April 12, 2024

Konsep DMO-DG Tak Dipahami, Pariwisata Danau Toba Jalan di Tempat

Toba, MISTAR.ID

Pariwisata di sekitaran Danau Toba jalan di tempat, karena tak dipahaminya konsep implikasi Destination Management Organization-Destination Governance (DMO-DG) untuk pengembangan wisata berkelanjutan sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Permen Parekraf)  Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.

Hal ini disampaikan Patrick Lumbanraja yang pernah menjadi Fasilitator Tata Kelola Destinasi KSPN Danau Toba.

Menurut dia, konsep DMO-DG yang diadopsi dari negara Eropa, di mana seluruh elemen stakeholder harus terlibat sepertinya tidak dipercaya.

Baca juga:BPODT Akui Berupaya Majukan Pariwisata Danau Toba dan Atasi Kartu Kuning UNESCO

Dikatakan, kebijakan yang dibuat pemerintah pusat untuk memajukan kepariwisataan itu tidak sekedar bergerak di atas. Tetapi harus bergerak dari bawah seperti akar rumput. Seperti inilah yang dikerjakan Patrick ketika itu.

“Jadi konsepnya, kita bekerja dari bawah dan pelan-pelan, istilah militernya gerilya semesta. Kita berbaur dan hidup dengan masyarakat dengan menyerap keinginan mereka. Kemudian fasilitator menghubungkan apa kepentingannya dengan pusat, namun tidak dikerjakan,” ujar Patrick, pada Senin (25/3/24).

Sambung dia, selama ini sistem yang dipakai, up to down istilahnya, apa yang diperintahkan dari atas merupakan sesuatu yang paling benar. Hanya sebatas aturan formal di nomenklatur yang ada di Kementerian dan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), tetapi tidak dilaksanakan untuk dikerjakan.

“Maka terjadi ketimpangan, seakan-akan keinginan dari masyarakat tidak penting, merasa mereka lah yang lebih mengetahui. Sehingga dampak dari itu, timbul lah banyak konflik dan pergesekan. Di sini lah peran kita untuk menjembatani keinginan masyarakat dengan pemerintah pusat,” terangnya.

Baca juga:2024 Ada Wisata Baru dengan Spot Danau Toba di Simalungun

Bahkan belum lama, Patrick pernah mengkritik dengan mengatakan langsung kepada Direktur BPODT, Jimmy Panjaitan, bahwa dari kacamata DMO-DG jelas BPODT telah gagal melalui bukti-bukti yang diketahui rekan-rekan media demonstrasi orasi dilakukan ibu-ibu sampai menanggalkan pakaian untuk penolakan lembaga itu di Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.

“Seolah-olah masyarakat dibuat buta dengan arah pariwisata. Sehingga masyarakat bingung, sebenarnya tujuan negara akan membawa kemana,” kata Patrick.

Lanjutnya, jika dilihat sejak kedatangan Presiden di bulan Agustus 2016 sudah sejauh mana perkembangan pariwisata di Danau Toba, khususnya, Kabupaten Toba yang menjadi prioritas Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) hampir tidak ada. Bahkan bisa dikatakan tidak nyambung dengan harapan negara yang ingin mensejahterakan masyarakat melalui sektor pariwisatanya.

“Intinya kepentingan masyarakat harus disinkronkan dengan program yang dilaksanakan oleh negara melalui konsep DMO-DG melalui pendekatan dan penjelasan ke masyarakat, sehingga konflik tidak perlu terjadi. Jadi jelas tujuan dari negara, yang memang bertujuan baik dapat tersampaikan ke masyarakat dalam upaya peningkatan ekonomi dari sektor pariwisatanya,” jelas Patrick.

Baca juga:Taat Pajak akan Tingkatkan Investor ke Kabupaten Toba untuk Pariwisata

Disebutkan Patrick, keberadaan BPODT sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2016 berperan sangat penting dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba. Di mana bertugas melakukan percepatan pembangunan pariwisata terintegrasi di kawasan Danau Toba.

Dalam melaksanakan tugasnya, BPODT berkoordinasi dengan pemerintah daerah se-kawasan Danau Toba, satuan kerja (satker) di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang dibentuk berdasarkan Perpres.

Related Articles

Latest Articles