15 C
New York
Sunday, April 28, 2024

Menyambangi Jembatan Ekstrem di Simalungun, Ternyata Bekas Lintasan Rel Muntik

Simalungun, MISTAR.ID

Di Kecamatan Tanah Jawa hingga Hatonduhan (pemekaran Kecamatan Tanah Jawa) dan sekitarnya, terdapat sejumlah jembatan yang terbilang unik, nyentrik namun sangat ekstrim. Selain bentuknya yang tampak memanjang di atas permukaan sungai yang deras, lebarnya juga sangat terbatas alias sempit.

Makanya, jembatan yang seluruhnya merupakan warisan kolonial Belanda ini, hanya dapat dilalui pejalan kaki dan pengendara roda dua. Sedangkan roda tiga (becak) atau mobil sudah pasti tak bisa melewatinya, karena tak muat.

Salah satunya adalah di Kecamatan Hatonduan yang terletak di Nagori Bayu Bagasan, sama seperti jembatan lainnya, merupakan jembatan yang terbilang sangat ekstrem.
Nah, rupanya jembatan yang masih kokoh hingga sekarang ini, dulunya merupakan lintasan muntik (lori) era Belanda. Di atas jembatan tersebut dulunya ada rel muntik, yang mirip rel kereta api. Namun rel muntik bentuknya lebih kecil dan lebih ramping.

Baca juga: Dirusak OTK, Jembatan Wisata Aek Sijorni di Tapsel Ambruk

Oleh karena itulah, semua jembatan ‘mungil’ namun panjangnya rata-rata di atas 100 meter ini tak ada dipasang pengaman pada kedua sisi nya. Karena memang fungsinya khusus untuk jembatan muntik (lori) yang mengangkut hasil perkebunan. Bukan difungsikan sebagai jembatan umum layaknya yang biasa dilalui kendaraan.

Setelah perkebunan dikelola pemerintah pasca kemerdekaan, rel muntik ini berangsur tak lagi digunakan, diganti dengan truk. Besi bekas rel muntik tersebut pun akhirnya dibongkar pihak perkebunan.

Oleh masyarakat setempat, jembatan muntik ini malah digunakan sebagai jalur alternatif meski sekilas tampak ‘ngeri’ untuk dilalui. Namun bagi warga, keberadaan jembatan ini memberikan manfaat tersendiri.

Baca juga: Cerita ‘Seram” Jembatan Talang Tanah Jawa, Peninggalan Belanda Hingga Menelan Korban

Jembatan di Nagori Bayu Bagasan ini memiliki lebar 1 meter lebih, dengan panjang berkisar 100 meter. Lebih ‘menakutkan’ lagi, jembatan ini dibangun di atas ketinggian berkisar 80 meter dari atas permukaan air sungai.

Namun oleh warga, sudah dianggap biasa melewatinya. Pasalnya, jika menggunakan jalan umum, warga harus memutar ke Kecamatan Tanah Jawa. Hal itu jelas memakan waktu lebih lama, kurang lebih satu jam.

Jika dilihat dari atas jembatan, di bawahnya terdapat aliran sungai yang cukup deras, ditambah batu-batu alam ukuran besar berjejer di sepanjang aliran sungai. Pemandangan di bawah jembatan ini  membuat membuat jantung kian berdebar saat melintasinya.

Baca juga: Terima Keluhan Konstituennya, Raden Khalil Siap Jadi Jembatan Masyarakat ke Pemerintah

Apalagi, tak ada satupun pembatas terpasang di sepanjang jembatan yang bisa jadi pegangan. Kiatnya hanya satu! Tetap konsentrasi, dan jangan melihat ke bawah saat melintasinya. Sebab jika tak konsentrasi penuh akibatnya bisa fatal bagi pengendara sepeda motor.

Rolen Samosir, warga Pancur, Kecamatan Tanah Jawa mengaku sudah puluhan tahun melewati jembatan ini.

“Sudah lama aku selalu melewati jembatan ini, kalau mau berangkat dan pulang kerja,” cerita Rolen kepada Mistar.id Minggu (18/6/23).

Baca juga: Dibangun Era Kolonial Belanda, Jembatan Ekstrem di Tanah Jawa Ini Pernah ‘Makan’ Korban

Rolen mengatakan dirinya melewati jembatan itu sebagai alternatif. Sebab, waktu tempuh lewat jembatan itu jauh lebih singkat ketimbang mengambil jalan umum.

“Sebagai jalan potong alternatif, karena tidak memakan waktu lama. Kalau lewat dari situ, bisa sampai 15 menit dari Pancur ke Bayu Bagasan. Tapi kalau dari jalan besar, bisa sampai satu jam untuk sampai ke tempat kerja,” tambahnya.

Rolen dan sejumlah warga lainnya, sejatinya mengaku cukup khawatir tentang keselamatan mereka bila melewati jembatan itu. Mereka juga berharap, jembatan itu bisa diperbaiki oleh Pemkab Simalungun, sehingga lebih aman dan nyaman dilintasi. (abdi/hm21).

Related Articles

Latest Articles