14.1 C
New York
Monday, April 15, 2024

Seorang Siswi SMK di Siantar Diusir Saat Ujian Karena Belum Bayar SPP

Pematang Siantar, MISTAR.ID

“Welas asih” paling sering diungkapkan kepada seorang guru. Yang menggambarkan seorang guru yang baik hati, penyayang dan pengertian terhadap siswanya dan berusaha membantu mereka dalam proses belajar mengajar, sehingga menciptakan kenyamanan di dunia pendidikan.

Sayangnya, guru yang harusnya bijaksana dan welas asih dalam menghadapi persoalan muridnya justru bersikap sebaliknya yang dihadapi seorang murid di salah satu SMK Negeri di Kota Pematang Siantar.

Cerita pilu dialami sebut saja namanya N (17), usai diusir gurunya saat sedang mengikuti ujian sekolah. N lantas menceritakan peristiwa yang dialami dari ruang kelas saat ujian akhir sekolah sedang berlangsung, pada awal April 2023 lalu.

Baca Juga:Siswa Tidak Mampu Bayar SPP, SMKN 1 Sidikalang Tolak Berikan Surat Pindah

Ia diusir awalnya karena tidak pernah mengindahkan undangan pihak sekolah memanggil orangtuanya untuk datang dikarenakan sudah 6 bulan menunggak membayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), yakni Rp75.000 per bulan.

“Saat itu, saya mau mengikuti ujian akhir sekolah di hari kelima kalau tidak salah, pada mata pelajaran PPKN. Tiba-tiba Pak guru ” WS” datang dan marah karena belum juga saya bayar SPP. Bapak itu mengusir saya dari kelas dan menarik kartu ujian ku,” cerita N dengan suara nada sedih saat wawancara dengan MISTAR.ID, Senin (8/5/23).

N dengan terpaksa meninggalkan kelas, dan tetap berdiri di depan pintu masuk kelas. Sambil menangis dengan berharap oknum guru yang mengusirnya tersebut mau memaafkan serta diizinkan masuk kelas mengikuti ujian yang sudah mulai berlangsung.

Menurut N, pihak sekolah memang memberitahu dia agar segera melunasi uang SPP yang tertunggak hingga 6 bulan. Pasalnya, pihak sekolah memintanya agar menyegerakan pelunasan SPP tersebut agar tidak mengganggu ujian akhir sekolah.

“Memang sudah beberapa kali, saya kasihtau mamak (ibu, red) agar membayar SPP. Tapi, mamak meminta saya menyampaikan ke sekolah agar sabar sebentar. Sebab mamak sedang berusaha bekerja agar bisa melunasi SPP saya,” ujarnya sambil menundukkan kepala saat wawancara dengan MISTAR.ID.

Dia pun menceritakan, bahwa ekonomi keluarganya sedang terpuruk. Sang ayah pergi merantau ke daerah lain, tanpa kejelasan kapan akan pulang. Sedangkan ia beserta empat saudaranya lainnya hanya bisa mengandalkan sang ibu yang bekerja mendapatkan peruntungan dari ladang orang lain.

Baca Juga:Duh! Pelajar SMA Sederajat di Siantar Diterapkan Bayar SPP Rp70 Ribu per Siswa

Sang ibu terpaksa bekerja sebagai “mandah” yakni bekerja berpindah-pindah, dari satu ladang atau kebun yang akan panen ke ladang lainnya. Lokasi ladang pun berbeda-beda tempatnya. Itupun hanya semampu sang ibu mengerjakannya, demi dapat segera mendapatkan uang untuk membayar SPP anaknya.

“Sebenarnya, kemarin uang mamak sudah ada, cuma dibuat untuk kebutuhan lain. Makanya, uang SPP saya terpaksa batal dibayar. Mamak bilang, dia berjanji akan mencicil uang SPP saya. Tapi terlanjur, bapak WS sudah marah-marah. Saya pun takut dan juga bingung, tak tahu minta tolong pada siapa lagi. Bersyukur ada guru yang baik hati mau membayar SPP tersebut,” katanya sembari menyeka air matanya.

Seharusnya, N bahagia, sebab ada seorang oknum guru yang masih memiliki “welas asih” melihat muridnya menangis di depan pintu kelas karena tidak bisa mengikuti ujian akhir sekolah.

Oknum guru tersebut kebetulan sedang mengawas di kelas sebelah punya N. Ia pun menyuruh N datang ke kantor ruang guru untuk menceritakan duduk masalahnya.

Singkat kata, oknum guru yang memiliki welas asih tersebut menghubungi kepala sekolah N dan bersedia menanggung tunggakan SPPnya.

Ketika hal ini disampaikan kepada oknum guru WS agar N bisa mengikuti ujian saat itu.

Namun, WS malah membentak N di dalam kelas saat WS bertugas sebagai pengawas ujian. Bahkan WS memaksa N untuk menyebut nama oknum guru yang sudah membantunya melunasi tunggakan SPP tersebut.

Baca Juga:Kepala SMKN 1 Sidikalang Dicopot dan Jadi Guru Biasa di Sekolahnya

Tidak hanya itu saja, ketika mata pelajaran WS sedang diujikan, N tetap tidak bisa mengikuti ujian. Pasalnya, namanya tidak masuk di link ujian. N menduga, namanya sudah dihapus sebagai peserta ujian.

Saat dipertanyakan pengawas kepada WS, ia berdalih bahwasanya nama N tetap masih ada dalam daftar ujian mata pelajarannya.

“Akhirnya ujian selesai. Kemudian, di hari selanjutnya, diumumkan ada ujian susulan. Saya pun mendatangi bapak itu (WS, red). Tapi bapak itu marah besar. Di depan siswa/i kelas X, saya dibentak, dan diusir. Bahkan dia mengancam akan kelulusan ku. Dan diancam keluar atau ditendang dari tempat saya berdiri. Saya pun keluar,” ungkapnya sambil membersihkan air mata yang menetes di pipinya.

Sejak kejadian tersebut, N takut menginjakkan kakinya ke sekolah itu. Dia trauma, sedih dan takut karena oknum guru WS selalu berkata kasar saat N muncul di hadapannya.

Hal tersebut pun mendapat restu dari sang ibu tercinta. Menurut mereka, jika datang ke sekolah tersebut hanya caci maki yang selalu diterima.

“Mamak bilang, daripada dicaci maki terus, gak usah datang ke sekolah itu lagi. Sudah biarlah begitu, nanti kalau mamak sudah dapat uang, baru datang ke sekolah itu,” ujarnya.

Sejak kejadian tersebut, N pun mencari pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarganya. Saat ini N sudah bekerja di salah satu restauran di Jalan Bandung, tepatnya di pusat Kota Pematang Siantar. Gadis belia ini sudah tidak memikirkan lagi kelanjutan hasil ujian akhir sekolahnya.

Padahal, seharusnya sejak pengumuman kelulusan dilakukan pada beberapa hari lalu oleh tiap-tiap satuan pendidikan, maka seluruh siswa-siswi wajib datang ke sekolah mengurus SKL (Surat Keterangan Lulus).

Baca Juga:Terkait Siswa Dipecat, SMKN 1 Sidikalang-Orang Tua Murid Bertemu Disaksikan Pemkab Dairi

“Saya gak kepikiran lagi mau ke sekolah. Takut dimarahin lagi sama bapak itu (WS-red). Mamak bilang “kalau hanya mau dihinanya terus kau, tak usah ke sekolah itu lagi,” Siap itu, gak sekolah lagi aku, bu. Aku bekerja lah sekarang ini, biar bantu mamak nyekolahin adek,” cerita N yang sudah tidak malu lagi menangis saat wawancara berlangsung.

Ia pun berharap, jika diizinkan saat mengambil ijazah kelulusan nantinya, agar tidak dipersulit. Ia khawatir, sebab oknum guru WS yang mengusir dan membentaknya saat ujian akhir sekolah itu ternyata sebagai guru yang akan membagi SKL, raport ijazah, dan sertifikat PKL.

“Mudah-mudahan nanti saya saat pengambilan SKL, raport ijazah, dan sertifikat PKL tidak dipersulit. Kabarnya, WS itu yang akan membagi kepada seluruh siswa-siswi. Saya jadi takut, bu,” sebut dia dengan wajah cemas.

Meski begitu, N akan berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya kepada oknum guru WS.

Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba datang ke sekolah tersebut untuk mengambil SKL. Walaupun dari raut wajahnya masih menunjukkan ketakutan apabila kedatangannya nanti akan berakhir sama seperti ujian akhir sekolah lalu, yakni dihina dan dicacimaki. (yetty/hm12)

Related Articles

Latest Articles