15.9 C
New York
Tuesday, April 23, 2024

Akses Pupuk Bersubsidi Sulit, Dishanpangtan Ultimatum Kios Pupuk di Siantar

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Para petani di Kota Pematangsiantar mengaku sulit, bahkan tidak mendapatkan pasokan pupuk bersubsidi dari pemerintah. Akibatnya, mereka harus membeli pupuk tambahan dengan harga non subsidi.

Salah seorang petani yang ditemui di sekitaran Jalan Bahkora, Kecamatan Siantar Marihat, mengeluhkan hal tersebut. Ia harus rela merogoh kocek demi mendapatkan pupuk non bersubsidi.

Dia dan keluarga tidak memahami persyaratan yang dianggapnya sangat ribet. Selain itu, menurutnya persoalan data penerima juga tidak selalu tepat sasaran.

Baca juga:Jokowi: Utang Pupuk Bersubsidi Rp10,4 Triliun Dibayar Usai Diaudit

Pengakuannya kepada wartawan, pernah hanya sekali dalam setahun mendapat kuota pupuk bersubsidi 1 kuintal atau 100 kilogram. Namun, belakangan dia tidak pernah lagi mendapatkannya.

“Sama-sama kita tahu, manalah dipahami orang yang sudah tua (petani) ini ngurus-ngurus dengan online. Yang tahu petani itu seperti menanam, memupuk, merawat, memanen, menjual dan sebagainya. Terlalu ribet sekarang ini,” ucapnya, Selasa (16/4/24).

Dalam setahun, kata dia, ada 2 kali masa tanam (mt) yang membutuhkan beberapa kuintal pupuk bersubsidi. Padi sedikitnya memerlukan pupuk 2 sampai 3 kali dalam 1 semesternya.

“Satu kuintal itu 2 zak (karung) pupuk urea (subsidi), pemakaiannya untuk 10 rante (200 meter x 200 meter). Dalam setengah tahun, memupuk 2 sampai 3 kali. Lebih bagus jika 2  kali, itupun kalau si petani punya uang berlebih agar hasilnya taninya maksimal nantinya,” paparnya.

Baca juga:Jatah Pupuk Bersubsidi di Sumut Naik Dua kali Lipat Jadi 478.298 Ton

“Kalau sekarang dibilang, petani harus pandai-pandailah. Urea itu dicampur dengan pupuk non subsidi yakni NPK, guna mengakali agar tidak timpang kali,” katanya menambahkan.

Ia berharap, sistem penyaluran pupuk bersubsidi pemerintah semakin dipermudah. Seperti disalurkan tidak melalui kios-kios, melainkan langsung ke kelompok tani (poktan) atau petani itu sendiri sehingga tepat sasaran.

“Pupuk non bersubsidi per karungnya mahal harganya. 1 rante biasanya 6 sampai 7 goni padi (gabah) yang bisa dihasilkan, kalau bagus perawatannya. Jika dihitung-hitung tidak sesuai, belum lagi proses merawatnya, membeli racun hama dan sebagainya,” pungkasnya.

Berbeda dengan marga Sinaga, petani lain yang ditemui di lokasi serupa. Menurutnya, subsidi untuk pupuk lebih efektif diberikan dalam bentuk uang cash. Alasannya, kata dia, agar petani dapat memilih pupuk sesuai dengan kebutuhan mereka.

Baca juga:Petani Sumut Bahagia Anggaran Pupuk Bersubsidi Ditambah Rp14 Triliun

“Sudahlah, simpel-simpel saja. Syarat ini itu semakin sulit yang terjadi. Kalau lah kita lihat, manalah anak-anak muda sekarang mau jadi petani, yang sudah tuanya paham. Nah, yang tua-tua ini lagi disuruh ngurus yang online-online?” ucap Sinaga saat ditemui usai dari persawahannya saat menggendong cangkulnya.

“Pupuk non bersubsidi NPK itu selangit harganya, Rp 600 ribu sampai jutaan per zaknya,” tambahnya.

Related Articles

Latest Articles