5.5 C
New York
Friday, April 26, 2024

Pemilu 2024 Makan Korban, Digitalisasi Pemilu Harus Diterapkan

Oleh: Rika Suartiningsih

Sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjadi korban kelelahan akibat proses panjang pemungutan suara pada Pemilu 2024.

Di Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, dilaporkan mengalami gangguan kesehatan akibat kelelahan, satu di antaranya dilaporkan pingsan. Dua anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, pingsan pada Kamis (15/2/2024) dini hari.

Tidak hanya sekedar kelehan tetapi 3 orang diantaranya ada yang meninggal dunia. Petugas KPPS di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 01 Dusun 1 Desa Sawit Hulu, Kecamatan Sawit Seberang, Kabupaten Langkat meninggal dunia, pada Kamis (15/2/24) sekira pukul 08.30 WIB. Ia meninggal usai melakukan penghitungan dan perekapan suara.

Seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2024 di Kabupaten Tangerang, Banten dan seorang Ketua KPPS di Banyuwangi, Jawa Timur dilaporkan meninggal dunia diduga akibat kelelahan saat melakukan tugasnya pada Pemilu 2024, Rabu (14/2). saat proses penghitungan suara berlangsung. Anggota KPPS di tangerang itu meninggal pukul 19.30, sedangkan ketua KPPS Banyuwangi pada pukul 16.00 saa proses penghitungan suara.

Tidak hanya KPPS saja, Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan juga menjadi korban akibat kelelahan. Di Pematang Siantar 3 penyelenggara pemilu masuk rumah sakit. PPS Kelurahan Suka Maju, Horas Franki Nababan, PPS Kelurahan Suka Makmur, Edward Tambunan dan PPK Kecamatan Siantar Marihat, Leditia Panjaitan. Mereka tumbang bahkan sebelum pemungutan suara berlangsung karena sudah kelelahan saat mengantar logistik.

Baca juga:Diduga Kelelahan, Petugas KPPS Pemilu di Langkat Meninggal

Gambaran di atas, belum lagi mereka pada petugas KPPS lain yang melakukan tugasnya hampir 24 jam. Anggota KPPS bekerja dari jam 5 pagi hingga jam 5 pagi berikutnya. Dan kondisi ini hampir merata terjadi di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Kisah tragis meninggalnya ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019 masih kental dalam ingatan. Mereka kelelahan setelah menjadi penyelenggara Pemilu selama seharian lebih. Dari pagi hingga ke pagi lagi dengan bekerja secara non stop.

Bayangkan, pada Pemilu 2019 lalu total ada 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit. Sayangnya, Ini tidak menjadi pelajaran bagi KPU!

Kisah itu terulang hari ini di Pemilu 2024. Proses penyelenggaraan Pemilu 2024 tak bisa rampung seperti yang diinginkan setidaknya jam 00.00 WIB, hingga akhirnya KPU menyatakan melakukan perpanjangan waktu sampai jam 12.00.

Pemandangan tak enak melihat anggota KPPS termasuk Bawaslu yang begitu kelelahan, jeda waktu istirahat yang minim, berburu kecepatan hingga tak bisa selip sedikitpun karena ini persoalan angka. Angka yang sangat mempengaruhi siapa yang akan duduk mewakili suara rakyat. Hingga tak heran jika ada TPS yang harus bongkar ulang karena selip walau hanya 1 angka. Benar-benar pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Bahkan di beberapa TPS ada yang baru selesai merekap data di jam 09.00 pagi.

Psikologis ketegangan dan harus menyelesaikan tugas dengan ritme dan memburu waktu,  membuat orang kelelahan dan stres. Hingga pada puncaknya akan berpengaruh pada kesehatan fisik, tak selera makan, masuk angin dan tumbang. Ini bukan hanya sekedar mereka terserang asam lambung atau naik tensi. Inilah yang menyebakan banyaknya korban pada saat itu. Mereka tak hanya kelelahan secara fisik/ stamina tetapi juga phisikis.

Memang, kita melihat anggota KPPS boleh dibilang banyak yang tak lagi tua, seperti pada periode Pemilu 2019. Mereka kini rata rata muda, bahkan tidak sedikit dari mereka yang baru tamat SMA. Sangkin mudanya banyak juga yang tidak berpengalaman. Hingga akhirnya sejumlah kesalahan prosedur pun terjadi.

Banyak yang nyaris tidak mendapatkan haknya memilih walau hanya bermodalkan e-KTP. Entah takut salah atau tidak tahu, atau pun juga tak mau terlalu banyak jumlah DPT yang memilih. Karena jumlah DPT yang terlalu banyak itu akan mempengaruhi waktu penghitungan dan rekapitulasi perolehan suara.

Beruntung pula, jumlah partisipasi pemilih tidak sampai 100 %. Karena diperkirakan partisipasi pemilih rata rata yang terpantau di TPS 80%. Setidaknya ini mengurangi beban kerja KPPS. Jika partisipasi pemilih bertambah, hampir bisa dipastikan panitia tak bisa istirahat, tak sempat makan dan secara otomatis waktu penghitungan akan bertambah lagi.

Seharusnya, KPU sudah memprediksi waktu dan kelelahan yang dirasakan KPPS. Rasanya Pemilu yang nota benenya adalah melahirkan pemimpin baru menjadi tidak manusiawi. Ternodai oleh ambisi yang tetap kekeh melaksanakan pemilu serentak. Karena hal ini sudah terjadi pada Pemilu periode sebelumnya. KPU tampaknya terlalu bernafsu menyelenggarakan pemilu serentak dan lagi lagi tidak belajar dari pemilu sebelumnya.

Meski jumlah TPS sudah ditambah dari periode sebelumnya. Namun penambahan itu juga tidak mengurangi beban KPPS, karena penambahan tidak begitu signifikan. Penambahan TPS tidak memangkas jam kerja KPPS. Apalagi dengan ditambahnya beban kerja lain menggunakan aplikasi Sirekap, serta penyelenggara di TPS harus melakukan foto copy berkas sendiri. Ini benar benar menyita waktu.

Inilah akibatnya, penyelenggara Pemilu dengan iming-iming penambahan honor, mungkin menggiurkan. Tetapi lelah yang dirasakan menjadi tidak sebanding.

Related Articles

Latest Articles