12.3 C
New York
Sunday, May 12, 2024

Pemilu 2024 Makan Korban, Digitalisasi Pemilu Harus Diterapkan

Pemilu serentak harusnya diperhitungkan kembali. Jangan sampai melakukan kesalahan berulang, banyak yang menjadi korban. Anggota KPPS juga harus dihargai sebagai manusia yang memiliki hak dan keterbatasan yang manusiawi. Bekerja selama 24 jam dengan nyaris tanpa istirahat harusnya dipertimbangkan dengan matang. Bagaimana bisa focus melakukan penghitunga hingga proses tengah malam, bisa-bisa kesalahan demi kesalahan akan menjadi batu sandungan untuk bisa dibilang Pemilu Bersih.

Apa lagi bila merujuk ketentuan mengenai waktu kerja kini diatur dalam Pasal 81 angka 23 Perppu Cipta Kerja, standar jam kerja itu hanya 8 jam 1 hari.

Baca juga:KPUD Siantar Ikuti Rakor Digitalisasi Pemilu 2024

Jika anggaran yang menjadi alasan dan jika waktu yang menjadi pertimbangan, maka faktor resiko dan keselamatan juga jangan diabaikan. Ini pesta demokrasi, hakekatnya pesta harus membahagiakan.

Apalagi, pemilu serentak dengan 5 kertas suara pilihan membuat kebingungan di kalangan masyarakat sebagai pemilih. Banyak yang nggak tahu harus memilih siapa setelah berada di bilik suara. Kertas lebar bak alas meja itu membuat bingung yang mana DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II.

Kepada KPU yang terhormat dan anggota dewan yang terpilih nanti, cobala fikirkan cara yang lebih efektif dalam pemilu ini. Bila mungkin, mengapa tidak melakukan  pemilu berbasis teknologi digital. Bukankah akan lebih efektif dan efisien.

E-voting atau electronic voting adalah metode pemungutan suara dan penghitungan suara dalam suatu pemilihan dengan menggunakan perangkat elektronik. Di luar negeri memang sudah digunakan oleh beberapa negara.

Estonia adalah negara yang pertama kali menerapkan e-voting pada tahun 2005. Selain itu, juga ada India, Filipina, dan negara lainnya dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Mengapa Indonesia tidak bisa melakukannya? Karena E-voting di Indonesia ini sudah dibicarakan jauh sebelum Pemilu 2019.

E-voting bisa menghemat biaya pencetakan surat suara, pemungutan suara lebih sederhana, dan peralatan dapat digunakan berulang kali untuk Pemilu dan Pilkada. Bahkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (sekarang bergabung ke BRIN) pada tahun 2014 pernah menyatakan e-voting dalam Pilkada dapat menghemat biaya hingga 50 persen.

Bahkan diyakini digitalisasi pemilu melalui e-voting bisa meminimalisir kecurangan suara karena tak ada istilah pergeseran logistik yang sering sekali dicurigai. Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII) juga menilai e-voting dapat jauh lebih transparan dibandingkan cara pemilihan konvensional.

Namun yang pasti, selamatkan pemilu ini, jangan lagi ada korban anggota KPPS atau penyelenggara Pemilu lainnya kelelahan, sistem yang tidak sehat dan akibat kelalaian sebagai penyelenggara. Pemilu harusnya membahagiakan. Para elit di sana boleh bermain kata untuk meyakinkan para pendukungnya, tapi tolong jangan mempermainkan suara yang keluar dari hati rakyat. (***)

Related Articles

Latest Articles