6.6 C
New York
Saturday, April 27, 2024

APK Berseliweran, yang Dinanti Tetap Serangan Fajar

Oleh: Rika Suartiningsih

Tak ada yang berbeda dari pemilu sebelum-sebelumnya, Alat Peraga Kampanye (APK) tengah membanjiri seantero Indonesia. Mulai dari perkotaan, perdesaan sampai pelosok pun dipenuhi APK. APK dengan berbagai bentuk mulai dari baliho, spanduk, rontek, umbul-umbul, poster, pamflet, brosur, sticker, kalender, bendera, videotron hingga kartu nama.

Niat para pencari peruntungan menjadi pejabat instan bermodal simpati, dukungan hingga suara agar bisa menjadi wakil rakyat.

Tak jarang, niat mencari simpati rakyat, malah menjengkelkan rakyat. Tidak sedikit APK menabrak aturan, merusak keindahan, tak mengubris kelestarian lingkungan, menimbulkan perkelahian bahkan menyebabkan terancamnya nyawa.

Bisa dilihat, semakin dekan masa kampanye, sejumlah baliho Caleg dan pasangan Capres-Cawapres berjejer di sepanjang jalan, baik jalan besar sekelas jalan propinsi, jalan kota sampai antar gang sempit kalau ada cela untuk bisa memasang APK akan dipasang. Pohon-pohon pun tak ragu dikorbankan hanya untuk menempelkan APK, dinding tak bertuan sampai dinding areal perkuburan pun tak ketinggalan ditempel. Tiang listri kini berwarna warni, atas bawah penuh bahkan ada yang tak peduli untuk kemudian saling timpa. Begitu menggebunya para peserta pemilu untuk memperkenalkan diri dan minta dipilih.

Baca juga:Deputi KPK RI di DPRD Sumut : Hajar Serangan Fajar

Tidak tahu, entah itu dikarenakan KPU maupun Bawaslu sudah terlalu gerah, hingga tak tahu lagi memulai dari mana untuk melakukan penertiban. Sejumlah pelanggaran penempatan APK yang terjadi seakan tak digubris, alias tutup mata. Entah juga semua kontestan pemilu juga melakukan pelanggaran.

Perlu diketahui, baliho caleg tidak boleh dipasang di sembarang tempat karena aturan pemasangannya telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemasangan baliho caleg ini diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023.

Di antara yang harus diperhatikan adalah, bahwa pemasangan APK mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota, harus mendapatkan izin dari pemilik tempat tersebut. Dan pada kenyataannya, hmmm… mungkin bisa dinilai sendiri.

Selain pemasangan APK di media terbuka, yang tidak kalah berseliwerannya kampanye peserta pemilu juga terjadi di media sosial. ada yang hanya sekedar nampangi foto dan sebut nama partai serta nomor urutnya, tidak sedikit juga yang kreatif. Mulai dengan membuat video, animasi dan lainnya. Jualan janji pun tidak ketinggalan mereka lakukan dengan menggunakan media sosial. Jadi jangan heran jika dia tak begitu anda kenal bahkan tidak masuk dalam daerah pemilihanmu, mereka nekat mengajak untuk minta dipilih.

Yah, macamlah cara dan gaya bagi para peserta pemilu untuk menjadi yang terpilih. Namanya juga usaha.

Pun begitu, di tengah berseliwerannya APK di jelang pemilu tanggal 14 Februari nanti, baik di media terbuka maupun media sosial, tampaknya belum begitu mempan untuk bisa memikat hati rakyat. Dikeramaian yang terasa menyesak ini, penantian masyarakat tetap saja, ekhmmm… “heppeng mangatur”

Fenomena itu memang sudah dirasakan sejak pemilu langsung berlangsung di Indonesia. Dan semakin lama setiap pemilu menjelang, itu bagai diangap lumrah. “Wani piro” tak malu-malu diucapkan oleh masyarakat yang suaranya begitu berarti buat para caleg.

Dan saat ini, sebelum tanggal 14 Februari 2024 saat pemungutan suara berlangsung, para tim sukses (TS) sedang bergerilya memberikan janji akan memberi. Dan tepat pada fajar, transaksi pun semakin masif dilakukan.
yah… sehebat apa pun kampanye, APK berseliweran, tetap saja serangan fajar yang dinanti.

Setelah ini apa kita mau bilang, sudah sebegitu rusaknya kah masyarakat kita? Suaranya dinilai Rp200 ribu sampai Rp500 ribu. Apakah tak ada lagi orang-orang pilihan yang patut untuk kita pilih menjadi wakil kita tanpa harus minta bayaran? Akh! tanya sajalah nurani masing masing. (rika)

Related Articles

Latest Articles