22.7 C
New York
Monday, August 12, 2024

Airlangga Mundur dari Ketum Golkar, Pengamat: Ada Skenario Politik Besar

Medan, MISTAR.ID

Fenomena pergantian Ketua Umum (Ketum) di Partai Golkar merupakan dinamika politik yang paling dinamis dalam kancah politik Indonesia.

Ini tidak terjadi di partai politik (parpol) besar lainnya, semacam PDI Perjuangan, Gerindra, dan lainnya.

Pengamat politik dan kebijakan publik, Boy Anugerah mencermati, pergantian pimpinan ini biasanya diwarnai oleh konflik internal yang keras, tapi tidak berlangsung secara berlarut-larut.

Baca juga:Istana: Tak Ada Kaitan Presiden dengan Pengunduran Airlangga

“Kita masih ingat seteru antara Agung Laksono dan Aburizal Bakrie,” katanya, pada Senin (12/8/24).

Menurut Boy, mundurnya Airlangga Hartarto jelang musyawarah nasional (munas) Golkar sangat terkait dengan skenario politik besar.

“Ada kekuatan besar yang membuat beliau memilih untuk mundur. Di sini berlaku deal-deal politik tingkat tinggi yang memuat kompensasi bagi Airlangga sendiri ataupun Golkar,” sebutnya.

Alumnus Magister Ilmu Pemerintahan dan Kebijakan Publik SGPP Indonesia ini juga berpendapat, sangat rasional kemudian jika orang berspekulasi ada peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) di balik ini.

Baca juga:Mundur dari Ketum Golkar, 3 Nama ini Calon Menggantikan Airlangga

“Jika ada yang berspekulasi bahwa mundurnya Airlangga karena Jokowi yang akan purna tugas pada Oktober nanti hendak maju menjadi Ketum Golkar, saya pikir rasional dan memiliki dasar asumsi yang kuat,” kata Boy.

Bagi Boy, Airlangga cukup prestatif secara personal. Golkar konsisten sebagai pengumpul suara terbanyak di Pemilihan Umum (Pemilu) bersama PDIP.

“Airlangga juga cukup mumpuni sebagai Menko Perekonomian terutama pada masa pandemi yang lalu,” lanjutnya.

Catatan bagi Golkar, menurut Boy, partai ini perlu komitmen kuat untuk berkontribusi dalam demokratisasi.

Baca juga : Mundur dari Ketum Golkar, Airlangga Tinggalkan Rumah Dinas

“Sikap Golkar yang selama ini selalu berdiri bersama penguasa, apapun rezim yang memimpin, merupakan cermin pragmatisme politik. Dogma kekaryaan bukanlah alasan yang ideologis,” tukasnya. (maulana/hm16)

 

Related Articles

Latest Articles