6.9 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Pers Wajib Disiplin Verifikasi Hindari Bahaya Manipulasi “Deepfake”

Jakarta, MISTAR.ID
Pengamat Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menilai, pers wajib menjalankan disiplin verifikasi dalam proses pembuatan berita guna menghindari bahaya dari informasi yang manipulatif dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan seperti deepfake.

“Pers harus melakukan verifikasi. Pers harus membangun keterhubungan dengan objek informasi. Kita akan tahu, dengan adanya dialog ini akan saling mengonfirmasi sebuah kebenaran,” ujar Firman, Rabu (8/2/23).

Deepfake merupakan teknik manipulasi menggunakan kecerdasan buatan. Deepfake bisa membuat konten seolah-olah seseorang mengatakan atau melakukan sesuatu, padahal sebenarnya tidak mereka lakukan.

Keberadaan deepfake membuka peluang timbulnya disinformasi di tengah masyarakat. Untuk itu, Firman meminta pers untuk mewaspadai informasi-informasi manipulatif yang dibuat oleh kecerdasan buatan itu.

Baca Juga:Gubsu Edy Rahmayadi: Kadang Saya Sakit Hati dengan Pers

Salah satu cara agar terhindar dari hal tersebut adalah dengan disiplin verifikasi. Artinya, pers tidak menelan mentah-mentah informasi yang diperoleh baik dari video, foto maupun rekaman suara yang tidak jelas asal-usulnya.

Pers harus memverifikasi dan mengonfirmasi ulang pernyataan dalam konten tersebut kepada objek informasi yang dimaksud. Dengan demikian, pers bisa mengetahui fakta yang sebenarnya.

“Jadi bukan hanya berpatokan pada satu material. Oh ini omongannya dia dan ada videonya, tapi itu tidak cukup. Teknologi bisa menirukan itu semua. Jadi harus dikonfirmasi. Artinya para jurnalis harus mengenali objek informasi itu lebih dalam,” kata Firman.

Baca Juga:Awas! Media Online Tak Harus ‘Clickbait’ Memburu Viewers, Dewan Pers: Berita Bohong Tak Bertahan Lama

Firman pun meminta pers untuk lebih jeli dan teliti dalam memilah informasi yang diterima. Pers, kata dia, harus menjalankan kerja-kerja jurnalistik sesuai kaidah agar produk berita yang dihasilkan tetap berkualitas, dengan berlandaskan fakta dan data yang akurat.

Keberadaan deepfake, kata dia, juga bisa dijadikan pemicu bagi insan pers untuk lebih berhati-hati dalam mengolah informasi agar tidak terkecoh oleh manipulasi mesin.

“Jadi kita sebetulnya justru mendapatkan kesempatan untuk mengasah kemampuan yang mana yang artifisial, yang mana yang merupakan produk alamiah atau produksi natural,” ucap Firman.(antara/hm10)

Related Articles

Latest Articles