21.9 C
New York
Friday, September 27, 2024

Di Balik Kenaikan Cukai Rokok dan Terhimpitnya UMKM

Medan, MISTAR.ID

Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok dari tahun 2023, 2024. Di tahun 2025 ini rencana kenaikan itu sepertinya akan ditunda meski sempat menjadi wacana. Namun yang pasti, dari catatan dan perhitungan sejak tahun 2012 hingga 2022, cukai rokok mengalami kenaikan sebesar 108,6 persen.

Secara hitungan, cukai rokok yang terus mengalami kenaikan hingga double digit setiap tahunnya tentunya akan menambah pendapatan negara. Akan tetapi dibalik kenaikan bagi pendapatan negara, ada dampak lain yang sepertinya penting untuk diperhitungkan dari efek domino tersebut yang perlu ditelaah yang justru menjadi beban negara, secara hitungan negara boleh dibilang tumpur!

Menekan Pendapatan UMKM
Tingginya kenaikan cukai rokok yang terjadi tiap tahun telah menurunkan daya beli konsumen terhadap rokok bercukai. Baru-baru ini, pelaku usaha ritel serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menolak adanya kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025. UMKM belakangan ini sudah merasakan dampai kenaikan cukai rokok signifikan dengan kenaikan harga dan berpengaruh dengan daya beli.

Cukai rokok yang terus mengalami kenaikan hingga double digit setiap tahunnya telah menekan pendapatan para pelaku usaha kecil. Saat ini kontribusi pelaku usaha kecil mencapai 60% dari total PDB.

Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi mengatakan potensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.

Baca juga:Kenaikan Cukai Rokok Timbulkan Pengangguran dan Kemiskinan

Bagi Anang, rencana kenaikan cukai rokok tahun depan hanya akan membuat fenomena rokok ilegal semakin parah dan mempersulit para pedagang kecil.

“Rokok itu menyumbang hampir 50 persen dari total penjualan para pedagang kecil, dan mayoritas semua pedagang ritel itu menjual rokok, karena ini adalah produk fast moving. Kalau ada kenaikan cukai lagi justru membuat pedagang makin lemah,” tegasnya.

Rokok Ilegal Merebak
Kenaikan cukai rokok turut membuat harga rokok naik hingga menurunkan daya beli, Khususnya daya beli terhadap rokok legal. Di saat itu merebaklah rokok ilegal yang menawarkan harga murah karena tidak memiliki cukai rokok. Ini sesuai dengan prinsip ekonomi, orang akan melirik harga semurah-murahnya. Soal rasa dan legalitas sering kali diabaikan, apa lagi sangsi yang tidak tegas terhadap konsumi barang ilegal.

Jadi, kenaikan harga rokok tidak saja menurunkan daya beli dan menekan pendapatan UMKM namun sekaligus membuka pintu peredaran rokok ilegal di masyarakat karena permintaan konsumen terhadap rokok di Indonesia relatif sama, namun daya belinya tidak mampu mengimbangi kenaikan cukai.

“Cukai rokok yang terus-menerus naik ini hanya membuat konsumen justru beralih kepada produk tembakau tanpa cukai. Karena ketika cukai itu naik, masyarakat akan menyesuaikan untuk adaptasi belanja sesuai kemampuannya,” ujarnya Anang belum lama ini.

Cukai Hasil Tembakau Melemah
Kebijakan kenaikan cukai rokok yang tinggi belum mampu membuat pendapatan negara dari cukai hasil tembakau bertambah dan malah melemah. Hal ini disebabakan oleh dampak ganda tadi, yakni maraknya rokok ilegal yang tidak menambah income bagi negara dan pendapatan pelaku UMKM yang menurun. Anang menilai kebijakan kenaikan cukai double digit terbukti memberikan dampak negatif bagi masyarakat, pedagang kecil, maupun negara.

Sebagai pelaku usaha, AKRINDO berusaha menaati peraturan yang ada termasuk dengan tidak menjual rokok ilegal pada usahanya. Akan tetapi maraknya rokok illegal yang semakin besar kerap menggerus pendapatan usaha ritel, baik kecil maupun besar, yang berusaha untuk tetap taat pada hukum yang berlaku.

Anang berharap agar pemerintah benar-benar melalukan evaluasi atas kebijakan kenaikan cukai rokok yang telah diimplementasikan dalam beberapa tahun terakhir, agar pada tahun depan kebijakan yang ditetapkan dapat menguntungkan dan memberikan efek positif bagi semua pihak.

Baca juga:Indonesia Digempur Rokok Ilegal, Kerugian Negara Capai Miliaran Rupiah

“Alangkah baiknya pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih kepada ekonomi kerakyatan, sehingga nanti tercipta multiplier efect yang lebih positif,” tambahnya.

Mengekang Omzet PKL
Tidak hanya potensi kenaikan cukai rokok, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan juga dinilai mengancam keberlangsungan peritel maupun UMKM di seluruh Indonesia. Sebab jika disahkan, sejumlah pasal pengaturan tembakau dalam RPP Kesehatan seperti adanya jarak penjualan rokok sejauh 200 meter dari instansi pendidikan akan berdampak langsung kepada omzet para pedagang kecil (PKL).

Anang menilai RPP Kesehatan yang terbaru ini sangat mengekang bagi penjual atau bagi peritel, baik koperasi maupun UMKM, di mana pembatasan tempat penjualan akan sangat mengganggu. Padahal situasi ekonomi saat ini tengah melemah,” kata Anang.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), Ali Mahsun Atmo menyesalkan apabila RPP Kesehatan disahkan dengan pasal tembakau yang berlaku, terutama berkaitan dengan larangan zonasi 200 meter yang mengancam keberlangsungan pelaku usaha kecil UMKM. Ia khawatir hal ini akan betul-betul membunuh ekonomi pedagang ke depannya.

Selain jarak, yang cukup mengekang para PKL adalah larangan penjualan rokok eceran. Karena ini betul-betul akan membunuh ekonomi rakyat dan memberikan dampak signifikan terhadap omzet mereka, juga terhadap masyarakat ekonomi bawah untuk membeli rokok.

Di tengah tidak kondusifnya pasar akibat rokok legal yang harus bersaing dengan rokok ilegal, pedagang kecil berada pada posisi terhimpit dan terancam keberlangsungannya. Ali pun meminta pemerintah untuk tidak menaikkan cukai tahun 2025. Ia berharap kebijakan itu akan memulihkan kondusivitas pasar, serta mencegah semakin merajalelanya rokok ilegal. (lip6/hm06)

Related Articles

Latest Articles