Program Sekolah Penggerak Dihapus, Fasilitator Kecewa


Jholant Bringg Luck Amelia Sinaga (kiri), Fasilitator Sekolah Penggerak dan Baheramsyah (kanan), Fasilitator Guru Penggerak (f:ist/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Keputusan pemerintah menghapus Program Sekolah Penggerak (PSP) menuai kekecewaan dari para fasilitator yang selama ini terlibat aktif dalam pelaksanaannya.
Salah satunya datang dari Fasilitator Sekolah Penggerak (FSP) Angkatan 2, Jholant Bringg Luck Amelia Sinaga.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Prima Indonesia itu menilai program ini terbukti berhasil meningkatkan kreativitas siswa, salah satunya melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Jholant menyoroti belum adanya kejelasan mengenai program pengganti, meski sempat terdengar wacana bahwa Sekolah Penggerak akan dialihfungsikan menjadi sekolah model untuk pembelajaran mendalam (deep learning).
“Kami selaku fasilitator masih menunggu,” katanya kepada Mistar, Sabtu (12/4/2025).
Menurutnya, meskipun terjadi pergantian menteri, seharusnya nilai-nilai baik dari PSP tetap dijaga. Ia menegaskan bahwa yang dihentikan adalah programnya, bukan Kurikulum Merdeka itu sendiri.
Meski dirinya bukan lagi FSP setelah berhentinya program tersebut. Namun, ia mengaku siap jika ke depannya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah memberdayakan para fasilitator untuk metode deep learning ataupun kurikulum dan program baru.
Ia juga menekankan agar pemerintah gencar melakukan sosialisasi jika ke depannya harus mengubah kurikulum. Sehingga tidak seperti Kurikulum Merdeka yang belum banyak yang paham bagaimana implementasinya.
“Mungkin nanti boleh juga diberdayakan fasilitator untuk menjadi penyambung lidah. Jadi kolaborasi antara Kementerian Dikdasmen maupun Ristek itu boleh berjalan,” tuturnya menambahkan.
Baheramsyah selaku Fasilitator Guru Penggerak (FGP) angkatan 4, 7 dan 10, turut menyayangkan keputusan pemerintah. Sebab PSP dinilai berhasil menyentuh hati dan berdampak langsung bagi para guru.
“Program ini mampu mengubah mindset guru. Guru yang tadinya tidak peduli, jadi termotivasi dan memberikan pembelajaran menyenangkan bagi murid-muridnya,” katanya.
Menurut Fasilitator Pemandu Program Guru Penggerak (PGP) itu, tidak semua program pendidikan sebelumnya mampu melakukan hal serupa.
“Saya pernah jadi instruktur K13 (kurikulum 13), tapi dampaknya tidak sekuat program ini. Guru penggerak itu nyata, perubahan itu terasa langsung di ruang kelas,” ucap pengawas SD Kabupaten Langkat itu.
Meski program dihentikan, Baheramsyah optimis guru-guru yang sudah mengalami transformasi akan tetap melanjutkan semangatnya.
“Yang sudah berubah, tidak akan mundur. Semangatnya tidak akan luntur. Mereka tetap akan menjadi agen perubahan, walaupun tidak lagi dikawal program,” ujarnya.
Namun, ia menyayangkan pemberhentian yang membuat guru penggerak angkatan 12 itu harus menunggu.
“Kami fasilitator sudah siapkan semuanya untuk program guru penggerak angkatan 12. Tapi ternyata distop. Sangat disayangkan sebenarnya,” ungkapnya.
Ia berharap program pengganti lainnya dapat membuat semangat dan bisa merubah mindset guru. Sehingga guru tidak hanya sekedar transfer ilmu, tetapi juga menjadi sosok yang menyenangkan dan dirindukan, bukan malah ditakuti oleh murid-murid.
“Mudah-mudahan ada program pemerintah pengganti program guru penggerak ini. Kita harapkan sih lebih luar biasa dari guru penggerak, jangan hanya sampai di sini, lalu surut, bahkan mundur atau malah hilang, nggak ada gantinya sama sekali,” tuturnya penuh harap. (susan/hm17)
NEXT ARTICLE
Adat Melayu Dukung Penuh Program Sekolah Rakyat