Korupsi Fasilitas Kredit di BNI Medan, Direktur PT PJLU Dituntut 7,5 Tahun Penjara


Terdakwa Tan Andyono (kiri) saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Medan. (f: deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Tan Andyono, Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) dituntut 7,5 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi fasilitas kredit yang diterima dari PT Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Medan, Jumat (14/3/2025).
JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Putri Marlina Sari, menilai bahwa perbuatan pria berusia 69 tahun itu telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebesar Rp17,7 miliar sebagaimana dakwaan subsider.
Adapun dakwaan subsider tersebut, yakni Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tan Andyono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan (7,5 tahun)," ujar Putri di Ruang Sidang Cakra 9 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan.
Warga Jalan Kota Baru II No 22, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, itu juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp750 juta. Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, maka diganti atau subsider 3 bulan kurungan.
Tak hanya itu, Andyono juga dituntut dengan hukuman tambahan berupa pembebanan uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya sebanyak Rp9,5 miliar.
"Jumlah tersebut merupakan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan. Untuk UP yang ditambah kepada Tan Andyono adalah sejumlah utang pokok yang tidak dibayarkan oleh Tan Andyono sebesar Rp17,7 miliar dikurangkan dengan biaya taksasi PT PJLU yang masih berada dalam penguasaan BNI sebesar Rp8,2 miliar. Sehingga jumlahnya sebesar Rp9,5 miliar," kata Putri.
Lanjut JPU, dengan ketentuan apabila paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah terdakwa tidak membayar UP, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut.
"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar UP, maka dihukum dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan," ujarnya.
Kata jaksa, hal-hal yang memberatkan, perbuatan Andyono tidak mengindahkan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan Andyono tidak menyesali perbuatannya. "Kemudian hal-hal yang meringankan, terdakwa sopan selama berada dalam persidangan," ucap Putri.
Setelah mendengarkan tuntutan, majelis hakim yang diketuai Sulhanuddin menunda dan kembali membuka persidangan pada Selasa (18/3/2025) mendatang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dari terdakwa. (deddy/hm24)