14.7 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Resiko Obesitas Kian Meningkat, Iklan Jadi Pemicu  

Medan, MISTAR.ID

Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) seperti teh botol, minuman soda kaleng dan kopi sachet, seolah sudah menjadi tradisi bahkan budaya sebagian besar warga Kota Medan ketika berkumpul atau sekedar menghilangkan rasa haus.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, prevalensi remaja gemuk dan obesitas berusia 13-15 tahun di Indonesia mencapai 20% dan remaja gemuk berusia 16-18 tahun sebesar 13,6%. Individu yang mengalami obesitas mempunyai resiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes.

Fakta ini diperkuat dengan hasil survei “MBDK yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan (Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) di Kota Medan pada tahun 2023.

LAPK Medan, Padian Adi S. Siregar dalam Press Conference  YLKI bersama Koalisi Genap melalui zoom meeting, Sabtu (27/1/24), menyampaikan responden adalah orang yang pernah mengonsumsi minuman manis dalam kemasan dalam sebulan terakhir.

Baca juga: Penggunaan Minyak Jelantah Tingkatkan Risiko Kanker Hingga Obesitas

Atas fenomena itu, ada temuan penting survei YLKI, yaitu anak dan remaja Indonesia gemar mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan.

“Terbukti 1 dari 4 (25,9 %) anak usia kurang dari 17 tahun mengkonsumsi MBDK setiap hari, bahkan 1 dari 3 (31,6 %) anak mengkonsumsi MBDK 2-6 kali dalam seminggu. Tentu ini fenomena yang sangat mengkhawatirkan,” ungkapnya.

Kemudian, ia berkata mudahnya akses pembelian MBDK menjadi salah satu pemicu utama anak dan remaja mengkonsumsi MBDK. MBDK sangat mudah diakses dan bisa dibeli dalam jarak 2 sampai 10 menit.

“MBDK dianggap suatu nilai lebih dan kemewahan dari pada air putih atau sekadar teh tawar hangat. Trend konsumsi MBDK semakin tinggi menjadi kegandrungan warga Kota Medan, khususnya anak-anak, remaja, dan generasi muda,” ujarnya.

Baca juga: Obesitas pada Anak Bisa Diakibatkan Kelainan Genetik

Penguatan fenomena ini tersebab oleh adanya intervensi korporasi melalui iklan, promosi, dan sponsorship di semua lini media, selain faktor harga yang murah menjadi alasan utama.

“Gempuran iklan dan promosi ini makin meneguhkan bahwa minuman manis menjadi ikon dalam berkonsumsi, bahkan dalam pergaulan sosial,” ucap Padian.

Selain itu, Padian mengungkapkan responden membeli MBDK via warung (38 %), minimarket (28 %), supermarket (17 %), dan akses lainnya (termasuk fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, lalu fasilitas umum lainnya seperti sekolah) sebesar 18 %.

“Selain akses pembelian yang sangat mudah, aspek motivasi menjadi faktor penentu bagi anak dan remaja dalam mengkonsumsi MBDK. Hasil survei menunjukkan, rasa penasaran menjadi faktor yang paling tinggi sebesar 72,5 %, kemudian disusul faktor enak rasanya sebesar 7,5 %, dan faktor ketiga adalah aspek harga sebesar 12,5 %,” jelasnya.

Sedangkan aspek-aspek lainnya meliputi, pengaruh anggota rumah tangga (2,5 %) dan media sosial (5 %). (Dinda/hm17)

Related Articles

Latest Articles