16 C
New York
Wednesday, May 1, 2024

Temukan makna dan filosofi Festival Jalur Pacu Riau

Kuantan Singingi, Mistar.id

Pacu Jalur Festival merupakan salah satu  dari 110 acara Karisma Event Nusantara (KEN) 2023. Berlangsung selama 4 hari, Pacu Jalur Festival  sukses menarik perhatian masyarakat Indonesia dan menjadi topik hangat di media sosial.

Tak hanya karena keseruannya, popularitas festival Pacu Jalan juga melejit berkat aksi para penari muda yang menari di atas perahu.

Bagi anda yang belum mengetahui Parekraf, Pacu Lintas merupakan salah satu jenis lomba dayung tradisional yang berasal dari Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Lomba dayung ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu bulat artinya semua kayu tidak ada sambungannya. Masyarakat Riau menyebut perahu-perahu tersebut  dengan sebutan “jalur”.

Festival Pacu Jalur masuk dalam kalender pariwisata yang diselenggarakan oleh masyarakat Kuansing. Tahun ini acara adat atau Festival Rakyat ini sukses digelar pada tanggal 23 hingga 27 Agustus 2023 dan mempertemukan 193 jalur  dari Kabupaten Kuansing serta sejumlah kabupaten di Riau lainnya.

Baca juga : Lomba Dayung Perahu Naga Kembali Digelar di Asahan Usai 7 Tahun Vakum

Menggabungkan unsur olahraga dan seni yang  indah, tak heran jika Pacu Jalur Festival  menjadi salah satu festival budaya terbaik di Indonesia yang sukses menarik perhatian wisatawan.

Menurut data  Provinsi Riau, festival Pacu Jalur menarik  1,3 juta orang. Pelajari lebih lanjut tentang “Jalur Pacu”

Pacu Jalur merupakan tradisi budaya genetik yang diwariskan lebih dari 100 tahun oleh nenek moyang masyarakat Kuansing. Pada abad ke-17, jalan tersebut hanya digunakan sebagai sarana transportasi  masyarakat yang tinggal di sepanjang  Sungai Kuantan.

Seiring berjalannya waktu, jalur-jalur yang digunakan sebagai sarana transportasi  semakin berkembang.

Meski begitu, jalan tetap tampak berhiaskan ukiran indah dan khas, dilengkapi dengan payu, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) dan lambai melambai (tempat khusus juru mudi).

Baca juga : Wisata Edukasi di Siantar, Cocok untuk Menikmati Liburan Sekolah

Perkembangan inilah yang akhirnya “melahirkan” perlombaan kecepatan antar jalur atau yang kini dikenal dengan Jalur Pacu Festival. Awalnya, Pacu Jalur diselenggarakan untuk merayakan hari raya keagamaan umat Islam, seperti Idul Fitri di Riau.

Namun pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur digunakan untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina pada tanggal 31 Agustus setiap tahunnya.

Sebenarnya tradisi yang diwariskan secara turun temurun ini mempunyai makna dan filosofi yang sangat dalam. Baik itu  pembuatan perahu,  makna gerak masing-masing penari di  Pacu Jalur. Selain itu, pembuatan jalur tidak dilakukan secara acak.

Sebelum mengambil kayu berukuran besar, seluruh masyarakat harus terlebih dahulu melakukan upacara. Tujuannya adalah untuk menghormati dan meminta izin kepada hutan belantara ketika mengambil kayu berukuran besar.

Satu antrean bisa menampung 50-60 orang (pembalap muda), setiap orang di perahu mempunyai tugas masing-masing.

Entah itu Tukang Concang (komandan atau pemberi isyarat), Tukang Pinggang (konduktor), dan Pengrajin Onjai (yang mengatur irama dengan menggoyangkan badan), dan terakhir Sang Pencipta Tari atau Anak Coki yang selalu bergerak maju.

Menariknya, posisi penari hampir selalu ditempati oleh anak-anak. Alasannya, anak-anak relatif memiliki berat badan kurang. Dengan cara ini perahu selalu bisa bergerak maju dengan lancar. Uniknya, gerakan-gerakan yang dilakukan Anak Coki semuanya mempunyai makna tersendiri.

Baca juga : TNI AL TBA Akan Gelar Lomba Perahu Naga di Asahan

Anak Coki akan melompat mendahului lomba jika perahu yang dikendarainya lebih unggul. Saat melintasi garis finis, Anak Coki akan langsung menundukkan kepala tanda syukur di bagian belakang perahu.

Berkat keunikannya, tentu tak heran jika Festival Pacu Jalur menjadi salah satu festival yang dinantikan  banyak orang. Kira-kira, pernahkah sobat melihat Pacu Jalur Festival? (Kemenparekraf/ hm19)

Related Articles

Latest Articles