22 C
New York
Tuesday, April 30, 2024

Ombudsman Heran DPRD Siantar Tak Membahas LKPj Wali Kota, Dr Mirza: Kita Menganut Asas Praduga Tak Bersalah

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Sikap anggota DPRD Pematang Siantar yang menolak memaripurnakan LKPj Wali Kota sebelum adanya putusan Mahkamah Agung (MA) terkait permohonan pemakzulan kepala daerah itu mendapat perhatian dan sorotan menohok dari Ombudsman dan pakar hukum Tata Negara.

Dimana sebelumnya, Ketua DPRD Pematang Siantar Timbul M Lingga bersama anggota lainnya, menyatakan perihal Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) tidak akan dibahas sebelum adanya putusan MA tersebut.

Padahal, Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar telah menyerahkan LKPj ke DPRD pada 21 Maret 2023 lalu, dan seyogyanya, DPRD harus melakukan pembahasan LKPj tersebut paling lambat 30 hari setelah LKPJ diterima, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2020, pada Pasal 19 ayat (1).

Baca Juga:DPRD Pematang Siantar tak akan Bahas LKPj Wali Kota jika MA Belum Keluarkan Keputusan soal Pemakzulan dr Susanti

Namun hal itu tidak dilakukan. Alasan dewan tidak membahas LKPj tersebut, sudah diputuskan melalui rapat tertutup dewan, yang dihadiri Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kota Pematang Siantar Timbul M Lingga, Mangatas Silalahi bersama anggota lainnya.

Mereka kompak menyatakan, tidak akan ada rapat paripurna pembahasan LKPj, sebelum ada keputusan dari MA.

Alasan tidak membahas, kata Mangatas Silalahi, karena dewan sudah memutuskan memberhentikan Wali Kota Pematang Siantar Susanti Dewayani.

“Jadi karena kita sudah putuskan di paripurna pemberhentian wali kota, dan hasil keputusan sudah kita serahkan ke MA. Maka ketika ada pembahasan LKPJ, sebelum ada keputusan dari MA, maka kami tidak akan lakukan. Karena secara de facto kami sudah usulkan pemberhentian,” kata Mangatas Silalahi saat diwawancarai, pada Rabu (5/4/23) lalu.

Idealnya, sebut Mangatas, ketika DPRD sudah resmi mengusulkan pemberhentian, maka tak mungkin lagi DPRD mengundang wali kota untuk paripurna.

Menanggapi keputusan DPRD ini, mendapat perhatian dari Kepala Ombudsman RI Perwakilan Wilayah Sumut, Abyadi Siregar.

“Saya kira, sikap DPRD seperti ini justru merugikan masyarakat Pematang Siantar. Kasihan masyarakat Siantar,” ujarnya menanggapi MISTAR.ID via wawancara WhatsApp (WA), Senin (25/4/23) sore.

Alasan kepala lembaga yang menangani kebijakan publik itu, karena bila DPRD menolak membahas LKPj 2022, itu artinya Pemko tidak bisa atau terlambat untuk melanjutkan merancang pembangunan ke depan.

“Saya kira, kita harus menghormati proses yang ada sekarang. Bukankah DPRD sudah menyerahkan masalah ini sampai ke tingkat Mahkamah Agung (MA). Dan, sampai sekarang, MA belum menerbitkan putusannya. Karena itu, masalah ini kan belum final,” kata dia.

Mestinya, DPRD menghargai proses itu, sembari menunggu adanya keputusan MA pemerintahan diharapkan berjalan normal seperti biasanya.

“Saya kira, itu yang kurang tepat. Mestinya kan, harus ditunggu dulu tahapan proses hukum itu. Sebelum ada putusan akhir dari MA, mestinya semua masih berjalan seperti biasa,” kata Abyadi Siregar menanggapi asas hukum praduga tak bersalah.

Baca Juga:Paripurna DPRD Dairi Terkait LKPJ Bupati TA 2022 Tak Dihadiri Bupati

Sementara pakar hukum tata negara, Dr Mirza Nasution menyampaikan harapan, sebaiknya jangan sampai ada konflik di pemerintahan Kota Pematang Siantar.

Mengenai sikap dewan tidak membahas LKPj Wali Kota Pematang Siantar tahun 2022, semua itu kata dia harus dilihat regulasinya.

“Semua harus dilakukan sesuai regulasi. Ada Permendagri, dan ada PP,” ujarnya via telepon seluler, Senin (25/4/23) sore.

Menanggapi belum ada keputusan MA atau keputusan yang inkrah (berkekuatan hukum tetap), apakah yang dikakukan DPRD Pematang Siantar menangguhkan membahas LKPj tidak menyalahi ketentuan yang berlaku?

“Seharusnya, pemerintahan berjalan gitu, seperti biasa. Kita kan menganut asas praduga tidak bersalah,” ujar Mirza.

Artinya, sambung Dr Mirza, kalau di tata negara kan ada aturannya, ada normanya, ada tahapan-tahapannya. “Nah, mereka itu apa dasarnya,” ujarnya nada bertanya.

“Semua kita ini kan dilindungi. Rakyat dilindungi, pemerintah eksekutif dilindungi secara hukum, dan dewan juga dilindungi,” sambungnya.

Permendagri itu, lanjut Dr Mirza tidak boleh dilanggar, ujarnya tanpa menyebut Permendagri nomor berapa. Tapi kata dia ada Permendagri yang terbaru.

“Artinya, kalau belum ada putusan Mahkamah Agung, maka sebaiknya pemerintahan itu tetap berjalan seperti biasa,” tandas Dr Mirza mengakhiri.(maris/hm12)

Related Articles

Latest Articles