12.8 C
New York
Sunday, April 28, 2024

Potensi Sengketa Pemilu 2024 Terjadi Karena Integritas Penyelenggara

Medan, MISTAR.ID

Potensi sengketa proses pemilu bakal terjadi pada Pemilu 2024. Potensi sengketa proses tersebut yaitu pada Pemilihan pada proses pemilihan tingkat nasional hingga kabupaten/kota.

Pengamat Politik, Shohibul Anshor mengatakan dalam retrospeksi pemilu 2019, ia mencatat bahwa sebagian besar sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan gugatan hasil pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Pemilu legislatif DPRD Provinsi, DPR RI, dan DPD menyusul dalam jumlah sidang yang signifikan.

Baca juga:Pasca Pemilu, Forkopimda Bahas Kekondusifan Kabupaten Simalungun

“Gugatan hasil pilpres 2024 berpotensi mengikuti pola serupa dengan tahun 2019, dengan peningkatan kemungkinan konfirmasi data dan fakta oleh masyarakat termasuk para hakim MK,” Ujarnya Shohibul. Kamis (29/2/24).

Ia menjelaskan pada pemilu 2019, PDIP adalah partai politik yang paling sering mengajukan sengketa, diikuti oleh Partai Gerindra dan Partai Nasdem. Seluruh kasus sengketa dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori.

“Pertama, sengketa antar partai peserta pemilu. Kedua, perkara yang gugatannya diarahkan kepada KPU. Terakhir, sengketa suara internal partai politik,” Jelasnya.

Lanjutnya, ia mengatakan partai yang paling intens mengajukan sengketa internal pada pemilu 2019 adalah Partai Gerindra, diikuti oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat.

“Pola menarik lainnya adalah caleg dengan nomor urut kecil (1, 2, dan 3) yang paling aktif mengajukan gugatan ke MK,” Tambahnya.

Baca juga:Ngopi Bareng Jurnalis, Praktisi Hukum Bicara Sengketa Pemilu

Dalam hal jumlah perkara yang diajukan ke MK pada pemilu 2019, provinsi dengan catatan terkecil adalah Yogyakarta dan Bali, sedangkan Papua, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Jawa Tengah mencatatkan jumlah sidang terbanyak.

Ia menduga bahwa sengketa hasil pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi akan sebanding atau bahkan mungkin lebih banyak dibandingkan dengan gugatan hasil pemilu 2019 dan 2014.

“Faktor ini diperkirakan bukan hanya karena kompleksitas sistem administrasi hasil pemilu yang meningkat selama tiga periode pemilu, tetapi juga dikarenakan rendahnya integritas penyelenggara yang dapat berpengaruh signifikan,” Akhirinya. (khairul/hm18)

Related Articles

Latest Articles