18.4 C
New York
Friday, August 23, 2024

Pengamat: Jika Tak Ada Koalisi Gemuk, Putusan MK Jadi Hal Biasa

Medan, MISTAR.ID

Guru Besar Universitas HKBP Nommensen (UHN), Prof Marlan Hutahaean berpandangan, kalau tidak ada koalisi gemuk pada Pilkada 2024, seperti di Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Sumatera Utara (Sumut), dan lainnya, maka putusan MK ini tidak akan jadi masalah seperti sekarang.

“Kalaulah tidak ada penggemukan koalisi partai politik (parpol) di berbagai daerah, keputusan MK ini akan jadi hal biasa. Karena, kalau PDIP ditambah NasDem, PKB, PKS maka porosnya akan berimbang, bahkan bisa jadi mayoritas sebetulnya,” ungkapnya kepada mistar.id, Jumat (23/8/24).

Marlan juga menjelaskan, MK sudah ada mekanisme sendiri. Jadi bukan ujug-ujug muncul putusan di waktu menjelang pendaftaran calon kepala daerah.

Baca juga:Pengamat: Putusan MK Perkecil Peluang Kotak Kosong dan Ubah Peta Politik Pilkada

“Menurut saya bukan karena kebetulan. Artinya kenapa tiba-tiba muncul putusan, bukan seperti itu. Karena gugatannya kan masuk bulan Mei, ada proses mekanisme dan mereka kan setiap sidang punya target, ada limit waktu, supaya jangan ada kesan diulur-ulur,” jelasnya.

“Memang sudah timeline-nya. Nah, yang tidak kita duga itu sebetulnya adalah kenapa ada pemikiran partai-partai untuk koalisi super dalam rangka memblok partai lain supaya tidak bisa mengusung calon. Kita dari logika saja. Jadi saya pikir tidak ada MK secara kelembagaan berusaha untuk mengintervensi,” sambungnya.

Menurutnya, saat ini kalau Badan Legislatif (Baleg) dan DPR RI tidak bisa diharapkan lagi, maka sebaiknya mendorong keberanian dari KPU RI dan Bawaslu untuk segera melaksanakan putusan tersebut karena mereka adalah lembaga mandiri dan independen.

Baca juga:Pilkada Inkonstitusional Jika KPU Tak Taat Putusan MK

“Pertanyaannya berani tidak? Karena kita tahu, orang-orang di lembaga tersebut adalah perpanjangan tangan dari masing-masing parpol, termasuk di DPR dan pemerintah. Di sisi lain, MK adalah garda terakhir sebagai penyelamat konstitusi, ” sebutnya.

Marlan juga mengungkap keheranannya menganapa Baleg begitu ngotot mengambil keputusan Mahkamah Agung (MA). Padahal, sudah ada keputusan MK yang lebih tinggi.

“Seperti yang saya katakan, MA itu PKPU-nya terhadap UU, MK itu UU terhadap konstitusi. Kan sudah jelas jauh berbeda. Jadi terkesan ada pemaksaan kehendak. Kita sudah tahu lah,” pungkasnya. (maulana/hm17)

Related Articles

Latest Articles