Saturday, March 22, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Sengketa Satelit Kemhan, Indonesia Wajib Bayar 24,1 Juta Dollar AS ke Navayo

journalist-avatar-top
Jumat, 21 Maret 2025 09.50
sengketa_satelit_kemhan_indonesia_wajib_bayar_241_juta_dollar_as_ke_navayo

Menko Kumham Imipas, Yusril Ihza Mahendra. (f:ist/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Sengketa proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) dengan Navayo International AG memasuki babak baru. Berdasarkan putusan arbitrase International Criminal Court (ICC) di Singapura, pemerintah Indonesia diwajibkan membayar ganti rugi sebesar 24,1 juta Dollar Amerika Serikat (AS) kepada Navayo.

Jika pembayaran tidak dilakukan, pemerintah akan dikenai bunga keterlambatan sebesar 2.568 Dollar AS per hari hingga putusan arbitrase dipenuhi.

"Di dalam persidangan mengenai pengadaan bagian-bagian dari satelit Kementerian Pertahanan pada tahun 2016, arbitrase Singapura memutuskan kita kalah dan harus membayar sejumlah utang atau ganti rugi kepada Navayo," ujar Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Kamis (20/3/2025) melansir Kompas.

Yusril menjelaskan bahwa aset Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris, Prancis, menjadi sasaran permohonan eksekusi yang diajukan Navayo kepada Pengadilan Prancis.

"Masalah ini dirundingkan berlarut-larut hingga akhirnya Navayo meminta Pengadilan Prancis untuk mengeksekusi putusan Arbitrase Singapura dan menyita beberapa aset pemerintahan Indonesia di Prancis," ucapnya Yusril.

Pemerintah Indonesia menghormati putusan arbitrase tersebut dan akan berkoordinasi dengan kementerian terkait, termasuk Kementerian Keuangan, untuk memenuhi kewajiban pembayaran.

Namun, Yusril menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya menghambat penyitaan aset karena hal tersebut bertentangan dengan Konvensi Wina yang melindungi aset diplomatik dari penyitaan.

"Walaupun Pengadilan Prancis telah mengabulkan permohonan eksekusi ini, kita tetap akan melakukan upaya hukum untuk menghambat penyitaan aset pemerintah," katanya.

Yusril juga mengungkapkan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan bahwa Navayo tidak sepenuhnya memenuhi kewajibannya dalam proyek ini.

"Navayo hanya mengerjakan proyek senilai Rp1,9 miliar, jauh dari kesepakatan yang dibuat dengan Kemhan. Namun, karena kita kalah di arbitrase Singapura, kita tetap harus membayar jumlah yang sangat besar," ujar Yusril.

Sengketa ini bermula dari proyek pengelolaan satelit di Kemhan yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah.

Mantan Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, pernah mengungkap bahwa peristiwa ini berawal pada 2015 ketika Indonesia menyewa satelit tetapi tidak memenuhi kewajiban pembayarannya. Hal ini berujung pada gugatan di pengadilan arbitrase internasional.

Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang mengharuskan Indonesia membayar biaya sewa satelit, biaya arbitrase, serta biaya konsultan yang mencapai Rp515 miliar.

Navayo juga mengajukan tagihan tambahan sebesar 16 juta Dollar AS kepada Kemhan. Pada 22 Mei 2021, Pengadilan Arbitrase Singapura kembali mengeluarkan putusan yang mewajibkan Kemhan membayar 20.901.209 Dollar AS atau sekitar Rp314 miliar kepada Navayo.

Mahfud MD mengingatkan bahwa selain Navayo, Kemhan juga berpotensi menghadapi tagihan dari perusahaan lain yang terlibat dalam proyek ini, seperti Airbus, Detente, Hogan Lovells, dan Telesat.

"Jika semua tagihan ini ditagih, negara bisa mengalami kerugian yang jauh lebih besar lagi," tutur Mahfud. (int/hm24)

REPORTER:

RELATED ARTICLES