10.8 C
New York
Monday, May 6, 2024

IWO Nilai Revisi UU ITE Upaya Mengebiri Kebebasan Pers

Jakarta, MISTAR.ID

Sikap DPR RI dan pemerintah yang mengesahkan revisi kedua Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada tanggal 6 Desember 2023 lalu, terus menuai kritikan.

Apalagi dengan disetujuinya revisi kedua UU ITE tersebut berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi masyarakat.

Terkait hal itu, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu ikut melontarkan kritikan dengan mengatakan, revisi kedua tersebut tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap pasal-pasal yang selama ini menjadi ancaman dalam kemerdekaan pers.

Baca juga:Kasus Pelanggaran UU ITE Boasa Simanjuntak, Kejari Medan Terima Pelimpahan Tahap II

Salah satunya pasal 27A mengenai distribusi atau transmisi informasi atau dokumen elektronik yang mengandung tuduhan atau fitnah dan/atau pencemaran nama baik.

Dewan Pers mengajak masyarakat dan seluruh komunitas pers untuk bergerak dalam mengkritisi dan mengambil sikap terhadap revisi kedua tersebut.

Ketua Umum (Ketum) PP Ikatan Wartawan Online (IWO), Yudhistira secara tegas mendukung sikap Dewan Pers, serta meminta seluruh elemen dan komunitas pers di tanah air satu suara membuat langkah strategis, agar UU ITE itu tidak menjadi alat untuk mengkriminalisasi pers dan mengancam kemerdekaan pers.

“Tidak perlu dilakukan revisi terhadap UU ITE jika hasilnya tak jauh berbeda. Kesannya pemerintah hanya menghamburkan uang negara untuk membuat sebuah jebakan betmen bagi pers,” tegasnya di Jakarta, pada Jumat (15/12/23).

Baca juga:Penyuluhan Dampak Sanksi Hukum Bermedsos, Kejatisu Ingatkan UU ITE Kepada Mahasiswa

Menurut Yudis, idealnya revisi kedua UU ITE itu bisa senafas dengan kebebasan pers yang terikat dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

“Permasalahan UU ini yang sepertinya sampai sekarang belum terpecahkan. Karena di saat seorang pers bekerja di bawah perlindungan UU Pers, tapi di sisi lain ada UU ITE yang tiap saat mengintai dan menjadi ancaman,” sesalnya.

Padahal, lanjut Yudis, jika pemerintah memang berniat menjalankan amanat reformasi yang melahirkan UU Pers, jangan benturkan segala aturan terkait pers dengan hukum formil di dalam UU ITE atau pun KUHPidana.

Dia berharap, pemerintah lebih bijak dalam menyikapi persoalan pers yang merupakan pilar keempat demokrasi.

Baca juga:UU ITE Akan Revisi Terbatas, Soal Pasal Karet Nanti Ada SKB

“Jangan sebaliknya, justru membuat berbagai celah di dalam revisi UU ITE kerap dicap mengedepankan pasal karet yang sering mengedepankan like or dislike jika akan menjerat seorang jurnalis ke dalam ranah pidana,” sebutnya.

Yudis juga berasumsi, seolah ada pemufakatan jahat antara oknum tertentu lewat revisi UU ITE ini, dengan tujuan agar mereka bisa mendapat imunitas atas setiap kritik lewat pemberitaan.

“Ingat, pers hadir bukan untuk mengelus-elus penguasa. Sebagai profesi yang independen, pers mempunyai hak menyuarakan setiap keresahan rakyat atas apa perilaku penguasa. Ada UU Pers yang mengatur setiap kerja jurnalis,” tandasnya. (rel/hm16)

Related Articles

Latest Articles