Tagihan Listrik Naik, Inflasi Diproyeksi Ancam Pasar Keuangan Indonesia


Ilustrasi. (f:ist/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pengamat ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, mengatakan inflasi di Indonesia diproyeksikan naik seiring berakhirnya program diskon listrik 50 persen.
Pasalnya, pada saat periode program diskon 50 persen, Indonesia mengalami deflasi, karena tagihan menjadi murah.
Namun saat kembali normal, justru tagihan listrik menjadi naik. Indonesia mengalami inflasi karena listrik menjadi kontributor, pada penilaian inflasi.
Secara month to month (m-to-m), komponen listrik berkontribusi sebesar 1,47 poin dibanding bulan sebelumnya.
Sejauh ini, kata Gunawan, data inflasi tidak menjadi ancaman bagi pasar keuangan di Indonesia. Sisi eksternal, Federal Open Market Committe (FOMC) Minutes Bank Sentral AS akan menjadi penggerak di perdagangan akhir pekan.
"Data inflasi AS akan menentukan gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan mata uang rupiah. Selama libur panjang, keuangan global mengalami gejolak, itu yang menggiring IHSG dan rupiah ke zona merah," katanya, Selasa (8/4/2025).
Diketahui, IHSG melemah ke level 5.914 atau turun 9,16 persen, tidak terlepas dari kinerja pasar saham di Asia yang buruk. Walau pagi ini kinerja bursa saham mengalami rebound (naik).
"Rupiah melemah ke level 16.820 per US Dolar, sudah terjadi sejak libur panjang, sempat di atas 17.000 pada pasar Non-deliverable forward (NDF)," ucapnya.
Menurut Gunawan, sulit memproyeksikan kinerja IHSG di awal pekan ini, karena pasar masih menyesuaikan terhadap kondisi ekonomi yang terjadi.
"Dampak dari kebijakan naiknya tarif impor oleh AS yang memicu gejolak di pasar keuangan di Asia, tentu merembet ke pasar keuangan domestik," ujarnya.
Akibat dari kebijakan kenaikan tarif tersebut, sementara waktu dolar lebih menarik dibanding dengan emas yang mengalami tekanan dalam sepekan terakhir.
"Pagi ini, harga emas ditransaksikan di level 3 Dolar US per ons troy, atau Rp 1,63 juta per gram," tuturnya. (amita/hm27)