7.4 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Aktivis Politik Bongkar Dua Strategi Jokowi ‘Soft Landing’ Usai Menjabat

Jakarta, MISTAR.ID

Denny Indrayana, salah satu aktivis politik mengungkap dua strategi dan motif Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pengamanan Pilpres 2024 demi mendarat aman alias soft landing usai ‘lengser’ dari jabatannya.

Strategi pertama, kata dia, adalah terlibat aktif alias cawe-cawe dalam penentuan calon presiden di Pilpres 2024.

Denny lantas mengutip pernyataan Pengamat Politik Erros Djarot terkait Jokowi yang mendukung beberapa capres tertentu dan tidak ikut memilih Anies.

Baca Juga:Tarik Menarik Posisi Calon Presiden, Duet Ganjar-Prabowo Tak Masuk Akal

“Target utama adalah sebisa mungkin hanya ada dua pasangan calon dalam Pilpres 2024,” kata dia, dalam keterangannya, Senin (24/4/23).

Selain itu, dia juga menduga Jokowi hanya ingin dua pasangan calon presiden yang bertarung dalam Pilpres 2024 merupakan orang yang dekat dengannya.

Pasalnya, kata Deddy, orang yang berseberangan dan tidak mendukung Jokowi berpotensi tak melanjutkan warisan dan program kerja presiden setelah lengser.

“Keduanya adalah all the president’s Men. Calon yang diidentifikasi berseberangan dan mungkin tidak melanjutkan legacy kepresidenannya, sebisa mungkin dieliminasi, sedari awal,” ujar Denny.

Strategi kedua, lanjutnya, adalah memecah suara dari bakal capres Anies Baswedan.

Menurut Denny, hal itu dilakukan dengan cara mendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres ketiga di Pilpres 2024.

Tujuannya adalah agar suara Islam yang pro Anies terbagi ke Prabowo. Sehingga, suara yang didapat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo lebih banyak.

“Harapan Jokowi yang ideal Ganjar Pranowo menjadi presiden. Akan tetapi, harus ada capres ketiga kalau langkah Anies Baswedan tidak terbendung,” ujar Denny.

Ia menduga Jokowi membaca survei politik lembaga riset CSIS yang menyimpulkan Anies bisa memukul mundur Ganjar atau Prabowo jika head to head.

“Oleh karena itu, dimunculkan Prabowo Subianto yang mengidentifikasikan diri sebagai capres dari kelompok hijau pada Pilpres 2019 untuk memecah suara pendukung Anies,” tuturnya.

Baca Juga:Usai Pilpres, Calon Presiden Kongo Meninggal Akibat Covid-19

Dengan pengusungan Prabowo, menurutnya, Ganjar punya kemungkinan menang semakin besar.

“Bukan hanya memecah suara Anies dengan mendukung Prabowo, Jokowi juga menyiapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebagai Cawapres Ganjar,” kata dia.

Denny menduga Sandi dipasangkan dengan Ganjar agar suara kelompok Islam pendukung Anies terbagi menjadi tiga.

Dia meyakini Sandiaga Uno akan menjadi cawapres Ganjar atas arahan Jokowi. Menurut Denny, selain Sandi, pihak yang diberi tugas memecah suara Anies itu adalah Menteri BUMN Erick Thohir juga.

“Penugasan itu datang dari Jokowi, untuk Sandiaga dan sebenarnya juga Erick Tohir mendekati partai-partai Islam. Sandi ditugaskan masuk ke PPP,” ucapnya.

Menurutnya, duet Ganjar dan Sandi juga menjadi pasangan yang cukup sulit ditandingi. Hal tersbesut berdasarkan survey-survey yang beredar.

Denny mengatakan Jokowi ingin “mendarat secara aman dan nyaman.”

Ia pun mengklaim Presiden pernah membeberkan dua keinginannya setelah lengser kepada seorang menteri senior atau orang dalam lingkar istana yang tak dia sebutkan namanya.

Pertama, mengamankan dan melanjutkan program kerja yang selama ini digarapnya.

“Target Presiden Jokowi, siapapun presiden penggantinya adalah orang yang bisa mengamankan dan melanjutkan program kerjanya,” ujar Denny dalam keterangannya, Senin (24/4/23).

Baca Juga:Elektabilitas PDIP dan Ganjar Turun Signifikan

Kedua, Aman Dari Kasus Hukum.

“Satu, proyek Ibu Kota Negara (IKN) berlanjut. Kedua, tidak ada masalah ataupun kasus hukum yang menjerat Jokowi ataupun keluarganya,” lanjut dia.

Wartawan sudah mengonfirmasi tudingan-tudingan ini kepada Kepala Staf Presiden Moeldoko dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin. Namun, keduanya belum memberi respons hingga berita ini terbit.

Denny sendiri merupakan Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2011-2014) yang juga pernah maju di Pilkada Kalimantan Selatan 2020 dengan diusung oleh Partai Demokrat, Partai Gerindra, PPP, Partai Berkarya, dan Partai Hanura.

Namun, ia kalah dari pasangan Sahbirin Noor-Muhidin, yang diusung koalisi besar, termasuk PDIP.(cnn/hm12)

Related Articles

Latest Articles