8.5 C
New York
Thursday, April 18, 2024

India Diprediksi Jadi Kekuatan Ekonomi Terbesar Ketiga di Dunia pada 2030

Jakarta, MISTAR.ID

India diramalkan akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia pada 2030, membuntuti dua negara adidaya, yakni Amerika Serikat (AS) dan China.

Proyeksi tersebut diungkapkan oleh S&P Global dan Morgan Stanley, di mana S&P mengacu pada pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang akan mencapai rata-rata 6,3% hingga 2030. Adapun Morgan Stanley memperkirakan PDB India kemungkinan meningkat lebih dari dua kali lipat hingga 2031.

Dengan demikian, India akan melampaui negara-negara dengan ekonomi terbesar lainnya, seperti Jepang, Jerman, dan Inggris.

Baca juga:Presiden Venezuela Sebut RI Negara Ekonomi Kuat di Dunia

“India memiliki kondisi untuk ledakan ekonomi yang didorong oleh offshoring, investasi di bidang manufaktur, transisi energi, dan infrastruktur digital negara yang maju,” tulis analis Morgan Stanley yang dipimpin oleh Ridham Desai dan Girish Acchipalia dalam laporan tersebut, dikutip CNBC International, Kamis (1/12/22).

“Penggerak ini akan menjadikan ekonomi dan pasar saham [India] terbesar ketiga di dunia sebelum akhir dekade ini.”

India membukukan pertumbuhan PDB secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 6,3% pada kuartal III-2022, sedikit lebih tinggi dari perkiraan jajak pendapat Reuters sebesar 6,2%. Sebelumnya, India mencatat pertumbuhan sebesar 13,5% yoy pada kuartal II-2022, didukung oleh permintaan domestik yang kuat di sektor jasa negara tersebut.

Adapun, proyeksi S&P bergantung pada kelanjutan liberalisasi perdagangan dan keuangan India, reformasi pasar tenaga kerja, serta investasi dalam infrastruktur dan sumber daya manusia India.

“Ini adalah harapan yang masuk akal dari India, yang memiliki banyak untuk ‘mengejar’ dalam hal pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita,” tutur Dhiraj Nim, ekonom Australia and New Zealand Banking Group Research kepada CNBC.

Beberapa reformasi yang disebutkan telah dijalankan, kata Nim, menyoroti komitmen pemerintah untuk menyisihkan lebih banyak belanja modal dalam anggaran tahunan negara.

Pusat Manufaktur
Menurut S&, ada fokus yang jelas dari pemerintah India untuk menjadi hub bagi investor asing serta penggerak sektor manufaktur, dan kendaraan utama mereka untuk melakukannya adalah melalui Skema Insentif Terkait Produksi (PLIS).

Apa yang disebut PLIS, yang diperkenalkan pada 2020, menawarkan insentif kepada investor domestik dan asing dalam bentuk potongan pajak dan izin, di antara stimulus lainnya.

“Sangat mungkin pemerintah mengandalkan PLIS sebagai alat untuk membuat ekonomi India lebih didorong oleh ekspor dan lebih saling terkait dalam rantai pasokan global,” tulis analis S&P.

Dengan cara yang sama, Morgan Stanley memperkirakan bahwa pangsa manufaktur India terhadap PDB akan naik dari 15,6% PDB saat ini menjadi 21% pada tahun 2031, yang menyiratkan bahwa pendapatan manufaktur dapat meningkat tiga kali lipat dari saat ini senilai US$ 447 miliar menjadi sekitar US$ 1,49 triliun.

Baca juga:Jenderal AS Sebut China Bisa Jadi Negara Militer Terkuat di Dunia

“Perusahaan multinasional lebih optimistis dari sebelumnya untuk berinvestasi di India… dan pemerintah mendorong investasi dengan membangun infrastruktur dan menyediakan lahan untuk pabrik,” kata Morgan Stanley.

“Keuntungan India [termasuk] tenaga kerja berbiaya rendah yang berlimpah, biaya manufaktur yang rendah, keterbukaan terhadap investasi, kebijakan yang ramah bisnis, dan demografi muda dengan kecenderungan konsumsi yang kuat,” kata Sumedha Dasgupta, analis senior dari Economist Intelligence Unit.

Faktor-faktor ini menjadikan India pilihan yang menarik untuk mendirikan pusat manufaktur hingga akhir dekade ini, katanya.

Sama seperti proyeksi lainnya, Morgan Stanley menyatakan ada faktor risiko, termasuk resesi global yang berkepanjangan. Pasalnya, India adalah ekonomi yang sangat bergantung pada perdagangan dengan hampir 20% dari produksi dalam negerinya diekspor.

Faktor risiko lain yang dikutip oleh bank investasi AS termasuk pasokan tenaga kerja terampil, peristiwa geopolitik yang merugikan, dan kesalahan kebijakan yang mungkin timbul dari pemungutan suara di “pemerintahan yang lebih lemah”.

Adapun, Kementerian Keuangan India sebelumnya mengtakan perlambatan global dapat mengurangi prospek bisnis ekspor India.

Sementara itu, meskipun PDB India secara agregat sudah di atas level sebelum pandemi Covid-19, pertumbuhan ke depan diprediksi akan jauh lebih lemah. dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

“PDB riil sekarang 8% di atas tingkat sebelum Covid dalam hal tingkat pertumbuhan … tetapi dalam pandangan ke depan, ada hambatan dari kondisi keuangan sisi global,” kata Sonal Varma, kepala ekonom Nomura. (cnbc/hm06)

Related Articles

Latest Articles