14.7 C
New York
Saturday, April 27, 2024

Kisah Penjual Opak, Bertarung Hidup Meski Usia Telah Lansia

Medan, MISTAR.ID

Tidak ada yang lebih berharga dari sebuah hidup kecuali bertarung untuk keluarganya. Menghidupi keluarga dengan cara yang halal sekalipun usia sudah terbilang lansia. Hujan deras, panas yang menggigit tidak menjadi penghalang. Kisah Iriani ini setidaknya menjadi motivasi bagi orang lain agar tidak berpangku tangan apa lagi harus meminta-minta.

Iriani adalah salah seorang yang memberikan kisah teladan itu. Usianya sudah terbilang lansia 65 tahun. Dengan berdaster panjang dan jilbab merah jambu, ia tengah setia menanti orang berhenti untuk membeli jualannya, pada Jumat (8/9/23).

Iriani yang kerap dipanggil ‘Bude’ ini, memangkalkan dagangannya tepat di samping Kantor Dinas Perkebunan dan Peternakan Pemprov Sumut, Jalan A.H. Nasution Pangkalan Mansyur, Kecamatan Medan Johor.

Baca juga:Penjualan Perabot Rumah Tangga di Tanah Jawa Meningkat

Karena tidak memiliki kendaraan, setiap pagi ia harus berjalan dari gang rumahnya yang berada di samping kantor dinas tersebut.

Beradu nasib dengan diguyur hujan dan diterpa sengatan mahatari selama 10 tahun, tak menjadi penghalang baginya untuk terus berjualan opak. Kondisi basah hingga kering kembali ia tetap bertahan di bawah pohon besar sembari setia menunggu pembeli.

“Kalau hujan saya tetap di sini, karena ada juga yang beli saat hujan, kadang pakai payung sambil duduk, kadang ya cuma ditutup terpal saja, baju basah sampai kering sendiri. Tapi untung saja saya tidak pernah sakit selama 10 tahun berjualan,” ujar Bude kepada mistar.id sambil memegang bajunya.

Barang dagangnya pun rupanya tidak ia buat sendiri, tetapi ia mengambil dari pemasok yang berada di dekat rumahnya. Selain opak, Bude juga menjual aneka jenis jajanan berbahan kerupuk lainnya.

“Kalau yang ini kue bawang, kerak, keripik emping, kerupuk gadang, kerupuk ikan, kerupuk kulit. Semua harganya bervariasi mulai dari Rp8.000 sampai Rp10.000,” jelasnya sambil memperlihatkannya kepada mistar.id.

Pendapatannya pun diakuinya tidak menentu. Mulai dari pukul 8.00 hingga 18.00, paling hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sama juga dengan suaminya yang juga merupakan penjual opak pinggir jalan.

“Kalau lagi sepi ya paling bersih cuma dapat Rp50.000, kalau rame pun Rp100.000, karena untungnya cuma seribu dua ribu sajanya, cukup untuk makan sehari-hari,” hitungnya saat ditanyai mengenakan masker menutup sebagian wajahnya.

Penghidupan yang ia cari ini tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk memenuhi kebutuhan anak dan cucunya. Meski anaknya yang belum menikah tinggal 1 orang lagi. Namun nasib berkata lain, ia juga harus menghidupi cucunya yang tinggal bersamanya setelah anaknya bercerai.

Baca juga:Meski Sudah Ditertibkan Satpol PP, PKL di Depan Kampus Unimed Kembali Berjualan

“Anak saya ada 5 tinggal 1 yang belum nikah, cucu juga tinggal dengan saya usai bercerai, jadi banyak tanggungan. Mereka juga tidak bisa bersekolah, tapi yang satu sudah saya masukkan SD walaupun sudah telat beberapa tahun,” ungkap Bude dengan tawa kecil agar tak terlihat sedih.

Meski begitu ia mengaku senang selama berjualan, sebab katanya banyak yang menyayanginya. Terkadang banyak orang beli yang tidak mengambil kembaliannya dan ada juga yang memberikan sembako, makanan kepadanya saat berjualan. Selama berjualan ia juga tidak pernah diganggu atau dimintai uang oknum-oknum semisal pemuda setempat.

“Alhamdulillah, selama berjualan di sini saya tidak pernah diganggu atau dimintai uang, malah banyak yang sayang dengan saya, memang rezeki tak akan kemana,” ujarnya dengan wajah senang.

Jika ingin ke kamar mandi dan solat, ia menitipkannya kepada bapak tempel ban keliling di sebelahnya. Jika hendak tutup ia juga tidak membawa barang dagangnya, melainkan dititipkan ke pos satpam di dinas tersebut. (dinda/hm06)

 

Related Articles

Latest Articles