7.4 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Intip 8 Strategi Investasi Pasar Saham di Tahun 2023

Medan, MISTAR.ID

Memasuki pertengahan Januari 2023, para investor tentunya sudah mulai mengalokasikan dananya untuk berinvestasi dengan semangat baru. Namun, bagi investor lama, aktivitas rebalancing untuk menyesuaikan kembali portofolio investasi juga sudah dimulai.

Sementara bagi investor pemula yang baru mulai berinvestasi di tahun ini, momen ini merupakan momen yang menantang karena seperti memasuki dunia yang baru, khususnya dalam hal pengelolaan aset melalui pasar modal.

Untuk itu, ada delapan strategi yang harus diterapkan oleh investor di tahun 2023 ini. Seperti yang dijabarkan Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumut, Muhammad Pintor Nasution bahwa ada berbagai macam strategi yang bisa dilakukan para investor seiring berjalannya waktu.

Baca juga: Investor Optimis Investasi Saham di 2023

Pertama, strategi membeli saham di pasar perdana dan menjual di pasar sekunder. Strategi ini digunakan oleh para investor karena adanya keyakinan bahwa harga suatu saham cenderung akan bergerak naik setelah saham dicatatkan di bursa efek.

“Biasanya, ketika suatu saham ditawarkan kepada publik di pasar perdana, ada penjamin emisi efek (PEE) atau yang disebut underwriter, yang akan menjaga harga saham yang baru dicatat di pasar sekunder atau di Indonesia dicatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) supaya harganya tidak turun pada awal pencatatan,” kata Pintor, Sabtu (21/1/23).

Kondisi ini dimungkinkan karena underwriter umumnya mencadangkan dana untuk membeli saham emiten baru yang dijaminnya saat mulai dicatat di papan perdagangan BEI.

Namun, jika investor memilih strategi ini, setiap individu harus tetap menganalisa harga perdana (harga saham saat ditawarkan di pasar perdana), dan kondisi pasar saat saham tersebut saat tercatat di pasar sekunder. Karena situasi ini hanya bisa berlaku pada waktu pasar sedang bullish (harga-harga saham di pasar sekunder sedang naik).

Jika momen pencatatan saham perdana terjadi pada waktu pasar sedang turun (bearish), bisa saja dana yang disiapkan underwriter tidak bisa mem-back up pembelian saham tersebut agar harganya naik.

“Kedua, strategi “Beli dan Simpan” (Buy and Hold). Strategi ini digunakan oleh investor yang berkeyakinan bahwa suatu perusahaan akan berkembang dalam jangka panjang. Hal ini didukung oleh perusahaan yang memiliki produk yang sangat strategis atau konsisten mencatatkan kinerja perusahaan yang positif dalam jangka panjang,” jelasnya.

Baca juga: Korban Dirugikan Rp2 M Berdalih Investasi, Ternyata untuk Usaha Toko Roti Turki

Dikatakannya, umumnya strategi ini dilakukan dengan cara membeli saham di pasar sekunder ketika harga saham tergolong rendah atau ketika pasar sedang bearish (harga-harga saham cenderung turun). Sehingga, ketika dalam jangka panjang kinerja perusahaan bertumbuh dan pasar bullish, investor bisa menjual saham ini dan mendapatkan capital gain.

Sedangkan yang ketiga, strategi berpindah (switching). Strategi ini digunakan oleh investor yang aktif mengikuti perkembangan pasar. Tujuannya adalah memanfaatkan peluang kemungkinan naiknya harga saham lain dengan harapan pemodal tersebut memperoleh capital gain dalam waktu singkat. Dalam jangka panjang, strategi ini bertujuan mengubah jenis saham yang dimiliki, dengan harapan saham lain lebih prospektif.

“Strategi ini cocok digunakan pada saham-saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek (likuid),” imbuhnya.

Keempat, strategi mengurangi kerugian (cut loss). Strategi ini dilakukan untuk meminimalisir kerugian atas pembelian saham, yaitu dengan cara menjual saham yang sebelumnya dimiliki di level tertentu, walaupun harga jual saham tersebut lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada waktu pembelian.

Kemudian, hasil penjualan saham tersebut dialokasikan dengan pembelian saham lain (berpindah ke saham lain). Sehingga, potensi keuntungannya akan diperoleh dari kenaikan saham yang dibeli dengan uang hasil penjualan secara cut loss (jual rugi).

Baca juga: Bursa Saham Kembali Dibayangi Tekanan

Kelima, membeli saham-saham tidur. Strategi yang dimaksud adalah membeli saham-saham yang tidak aktif, karena biasanya saham-saham yang tidak aktif sering tidak diperhatikan para investor. Sehingga, secara umum, harga saham-saham tersebut cenderung tergolong murah.

“Investor yang berjenis konservatif dinilai cocok untuk membeli saham-saham yang tidak aktif tersebut. Hal ini karena potensi keuntungan pada saham yang demikian ini baru terjadi pada jangka waku yang lama. Nah, keenam, strategi konsentrasi pada industri.
Strategi ini bisa dipilih oleh investor yang memusatkan perhatiannya pada perkembangan industri tertentu,” sebutnya.

Dikatakannya, strategi ini dilakukan oleh investor yang sangat memahami sektor usaha tertentu, termasuk kondisi bisnis, mekanisme kerja, tren industri dan sebagainya. Dengan strategi investasi ini, investor dapat memilih saham-saham yang terbaik pada industri
tersebut.

Ketujuh, strategi membeli pasar. Seorang pemodal dikatakan melakukan strategi membeli pasar, apabila investor secara relatif proporsional membeli saham-saham yang ada di bursa efek, misalnya 50% jenis saham yang tecatat di bursa efek.

Strategi ini mungkin kurang tepat bagi investor kecil, karena untuk melaksanakan strategi ini membutuhkan dana yang besar. Melalui strategi ini, keuntungan yang akan diperoleh investor paling tidak akan menyamai kenaikan saham-saham secara keseluruhan di BEI.

Kedelapan, strategi membeli melalui reksa dana. Strategi ini dilakukan dengan mempercayakan pengelolaan dana yang dimiliki oleh investor kepada suatu lembaga yang disebut manajer investasi (MI) untuk membeli reksa dana yang dikelola oleh MI.

Baca juga: Legenda Pasar Modal Indonesia Bagikan Ilmu Saham ke Pengusaha Medan

“Dana yang terkumpul dari investor-investor yang membeli reksa dana akan dikelola MI dengan cara membeli saham-saham melalui strategi yang dimiliki MI yang memiliki kompetensi dalam mengelola dana investasi.,” tukas Pintor.

Dengan demikian, katanya, MI akan melakukan penyebaran investasi untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu dan meminimalisir risiko. Melalui reksa dana, investor lebih pasif dan tidak perlu punya waktu khusus untuk memantau investasinya. Investor hanya cukup melihat naik turunnya harga unit reksa dana yang dimilikinya. (anita/hm09)

Related Articles

Latest Articles