8.3 C
New York
Friday, April 19, 2024

Inflasi Inggris Kembali Melonjak di Atas 10 Persen Akibat Lonjakan Harga Pangan

London, MISTAR.ID

Tingkat inflasi Inggris kembali melonjak di atas 10 persen pada September 2022 akibat melonjaknya harga pangan, lantaran negara itu dicengkeram oleh krisis biaya hidup.

Meski demikian, pemerintah terus berupaya mengendalikan agar inflasi terkendali guna meredam dampak negatif terhadap perekonomian.

“Indeks Harga Konsumen meningkat menjadi 10,1 persen pada skala tahunan atau naik dari 9,9 persen pada Agustus,” kata Kantor Statistik Nasional Inggris, dilansir media, Minggu (23/10/22).

Baca Juga:Krisis di Inggris Kian Menggila, Warga Susah Makan hingga Meningkatnya Pekerja Seks

Tingkat inflasi di September sama dengan di tingkat pada Juli dan merupakan yang tertinggi dalam 40 tahun sebagai akibat dari tagihan energi yang sangat tinggi.

“Saya mengerti keluarga di seluruh negeri sedang berjuang dengan kenaikan harga dan tagihan energi yang lebih tinggi,” kata Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt, dalam pernyataan terpisah.

“Pemerintah ini akan memprioritaskan bantuan untuk yang paling rentan sambil memberikan stabilitas ekonomi yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan jangka panjang yang akan membantu semua orang,” tambahnya.

Di sisi lain, Perdana Menteri Inggris Liz Truss mengumumkan pada Kamis 20 Oktober 2022 mengundurkan diri. Pengumumannya terjadi hanya beberapa hari setelah menteri keuangan barunya membalikkan hampir semua pemotongan pajak yang direncanakannya.

Baca Juga:Sri Mulyani: Dunia dalam Bahaya

Tidak hanya itu, PM Truss juga menyapu bersih agenda fiskal pasar bebas yang menjanjikan perubahan kebijakan radikal untuk Inggris, tetapi malah menjatuhkan negara ke dalam minggu kekacauan ekonomi dan politik. “Saya tidak bisa menyampaikan mandat yang saya pilih,” katanya.

Dia telah memberitahu Raja Charles III akan mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai Konservatif, dan bahwa dia akan tetap menjadi pemimpin dan perdana menteri sampai penggantinya dipilih dalam waktu seminggu.

Kepergiannya, setelah hanya enam minggu menjabat, adalah kejatuhan yang sangat cepat dari kekuasaan. Kondisi ini tentu membuat Partai Konservatifnya semakin kacau, menyusul kepergian Boris Johnson yang berantakan dari Downing Street selama musim panas. (medcm/hm12)

Related Articles

Latest Articles