18.2 C
New York
Wednesday, May 1, 2024

Ortu Wajib Tahu, Ini Tahapan Perkembangan Psikologi Anak

Jakarta, MISTAR.ID

Seiring pertumbuhan fisik anak, psikologi anak pun akan terus berkembang. Hal tersebut akan terjadi sepanjang hidupnya, mulai dari baru lahir hingga dewasa kelak.

Perkembangan psikologi anak dapat dilihat dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif yang terjadi sepanjang hidup anak. Hal tersebut juga berkaitan dengan perubahan pengalaman dan perilaku sesuai usia anak. Lantas, seperti apa tahapan perkembangan psikologi anak?

  1. Masa bayi: percaya vs tidak percaya

Periode ini berlangsung sejak lahir sampai usia 18 bulan. Tahapan ini disebut usia percaya vs tidak percaya. Bayi yang datang ke lingkungan baru, dari rahim ibu hanya membutuhkan makanan. Pada usia ini, bayi belajar mempercayai orang lain, mengembangkan kepercayaan diri.

Baca Juga:Dr Redyanto Sidi, Utamakan Waktu Bersama Keluarga di Tengah Kesibukan

Anak juga akan mengalami saat-saat kecemasan dan penolakan. Jika bayi gagal mendapatkan dukungan dan perawatan yang dibutuhkan, ia akan mengembangkan rasa ketidakpercayaan yang mempengaruhi kepribadiannya pada tahap kehidupan selanjutnya.

  1. Anak usia dini: krisis otonomi vs keraguan

Tahap ini berkisar antara 18 bulan sampai 3 tahun. Pada tahun kedua kehidupannya, sistem otot dan saraf anak telah berkembang pesat, dan anak sangat ingin memperoleh keterampilan baru. Ia juga tidak akan suka jika hanya duduk dan menonton, melainkan berkeinginan bergerak dan mengobservasi lingkungannya.

Pada tahap ini anak butuh bimbingan. Ia juga menghadapi krisis otonomi (tuntutan orang tua) vs keraguan, tapi masalah kritis adalah perasaan kemandirian anak.

Jika lingkungan orang tua sangat permisif, anak akan menghadapi kesulitan yang tak dapat ditanganinya. Kemudian anak dapat mengembangkan keraguan tentang kemampuan dirinya.

Baca Juga:Psikolog: Perundungan Berpotensi Membahayakan karena Adanya Ketidakseimbangan Kekuatan

Begitu juga jika anak sangat dikontrol, ia akan merasa tidak berharga dan malu karena kemampuannya begitu kecil. Untuk itu, orang tua perlu menghormati kebutuhan anak dan faktor lingkungan.

  1. Masa balita: inisiatif vs rasa bersalah

Tahap ini berlangsung dari usia 3 hingga 5 tahun. Krisis yang dihadapi selama periode ini adalah inisiatif vs rasa bersalah. Setelah rasa kemandirian terbentuk, anak ingin mencoba berbagai kemungkinan. Pada saat inilah kemauan anak untuk mencoba hal-hal baru difasilitasi atau dihambat.

Jika orang tua mendukung dan mengakui upaya inisiatif dan kreatif anak dalam mencoba beberapa hal baru, maka anak akan menangani krisis ke arah menguntungkan. Hal itu akan mempengaruhi sikap inisiatif anak di masa depan. Namun, jika orang tua atau pengasuh tak mendukung inisiatif anak, maka ia akan mengembangkan perasaan bersalah.

Baca Juga:Sumut Segera Punya Rumah Sakit Covid-19 Khusus Ibu dan Anak

  1. Masa kanak-kanak akhir: Kompetensi vs rendah diri

Periode ini berkisar antara 5 hingga 12 tahun. Selama periode ini anak mengembangkan rentang perhatian yang lebih besar. Anak juga dapat mengeluarkan lebih banyak upaya untuk mendapatkan keterampilan, dan membutuhkan pencapaian, terlepas dari kemampuannya.

Krisis yang dihadapi anak pada tahap ini yaitu industri vs inferioritas. Maksudnya, anak memiliki perasaan untuk mengembangkan kompetensi. Jika usahanya berhasil, maka akan menghasilkan perilaku rajin lebih lanjut. Namun jika ia gagal, maka anak akan mengembangkan perasaan rendah diri. Maka itu, orang tua perlu membimbing anak untuk mengambil tugas yang sesuai kemampuannya.

  1. Masa remaja: ‘badai’ dan stres

Baca Juga:Wali Kota Medan Bobby Nasution Langsung Edukasi Masyarakat Cegah Stunting

Ini adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang berlangsung antara usia 12 hingga 20 tahun. Selepas periode ini, anak mencapai pubertas yang menyebabkan banyak perubahan. Berbagai perubahan berimplikasi sangat besar pada kehidupan seksual, sosial, emosional dan kejujuran. Itulah sebanyak tahap ini disebut periode “badai dan stres”.

Perubahan tersebut membuat remaja menemukan jati diri, yang berarti ia mengembangkan pemahaman tentang diri, tujuan yang ingin dicapai, dan peran pekerjaan. Remaja sangat membutuhkan dorongan dan dukungan dari orang tua dan teman sebaya.

Jika ia berhasil, maka ia akan mengembangkan proses penemuan identitas diri. Jika anak tidak berhasil, maka ia akan mengalami kebingungan tentang peran atau identitas dirinya. (halodoc/hm14)

Related Articles

Latest Articles