9.3 C
New York
Saturday, May 4, 2024

Jarang Dimainkan, Sinandong Asahan Kesenian yang Hampir Punah

Asahan / Mistar

Sinandong Asahan merupakan warisan kesenian Melayu pesisir yang kini sudah jarang didengar dan hampir punah. Sebab kini tak ada lagi penerusnya. Salah yang masih tetap bertahan melantunkan Sinandong tersebut adalah Haji Khalid Batara (63) dan Mahyudin Sinaga (72).

Usia keduanya sudah sepuh. Namun semangat mereka tetap membara saat diundang mengisi acara melantunkan sinandong. “Jarang (diundang). Cuma kalau memang pas dipanggil (tampil) sebisa mungkin kami persiapkan datang,” kata Khalid Batara saat berbincang usai terlibat menyisip kegiatan pada acara wisuda di Universitas Asahan (UNA), baru-baru ini.

Sinandong Asahan merupakan penyampaian syair-syair yang dikonsep, bahkan keluar secara spontan ditampilkan dengan narasi vokal menyerupai pantun. Sinandong juga sarat makna mistis di dalamnya. Pesan terkandung dalam Sinandong Asahan ini biasanya berisikan nasihat dan pituah para leluhur kepada masyarakat dalam konteks hiburan.

Baca Juga:Pegiat Budaya di Asahan Gaungkan Anak Muda Berbusana Melayu

Sekarang ini, pada acara-acara seremoni, baik yang digelar pemerintahan, ormas atau swasta, tak banyak memang yang memberikan panggung untuk Sinandong Asahan ini. “Tahun 80 terakhir 90-an masih dipakai di acara-acara pernikahan, sunatan atan melahirkan. Dulu sempat dilombakan juga. Sekarang hilang,” ujar Khalid.

Diakui keduanya, mewarisi kesenian leluhur dengan bersinandong kepada generasi muda saat ini bukan satu hal yang mudah di tengah tantangan perkembangan digitalisasi seperti saat sekarang ini. “Dulu pernah diteruskan ke anak tapi itu tadi karena enggak tau mau tampil di mana, akhirnya dia pun bosan. Mau tak mau harus kita juga yang melanjutkan,” ujarnya.

Kini, pesenandong Asahan tinggal terhitung jari saja, termasuk Khalid dan Mahyuddin. Mereka masih berharap ada campur tangan berbagai pihak untuk membantu melestarikan budaya ini, termasuk menggerakkan generasi muda.

Baca Juga:Pegiat Budaya di Asahan, Gaungkan Anak Muda Berbusana Adat Budaya

Sementara itu, akademisi sastra dan budaya dosen Universitas Asahan, Tarida Ilham Manurung juga ikut prihatin terhadap hal ini. Ia mengatakan, Sinandong sekiranya masih ada hanya sesekali dimainkan di beberapa tempat, seperti pada komunitas Melayu Asahan di daerah Sei Kepayang, Tanjungbalai dan sekitarnya.

“Pemerintah, tokoh budaya, tokoh adat dan para sesepuh yang menguasai tentang keberadaan Sinandong juga akhirnya tidak mampu mempertahankan Sinandong. Jikapun ada saat ini hanya diisi oleh orang-orang tua yang sudah tidak lagi produktif,” kata pria yang saat ini sedang menempuh program Doktor (S3) Ilmu Keguruan Bahasa di Universitas Negeri Padang ini kepada wartawan, Sabtu (24/12/22).

Ditambahkannya, revolusi industri juga ikut berdampak pada pelestarian budaya. Sinandong biasanya menggunakan alat tradisional seperti gendang, rebab, dan gong, sementara industri musik semakin terus menggerus, sehingga dengan mudah menggeser Sinandong. “Harapan saran yang bisa dilakukan saat ini, Pemerintah daerah bisa membentuk tim pansus penyelamatan Sinandong, kemudian melakukan pemetaan konsorsium budaya di Asahan dengan mengumpulkan seluruh pegiat seni, budaya, akademi, praktisi bersama pemangku kebijakan terkait,” kata dia.(perdana/hm15)

Related Articles

Latest Articles