5.5 C
New York
Friday, April 26, 2024

Indonesia Rentan Ancaman Pangan, BMKG: Penyebabnya Kekurangan Air

Jakarta, MISTAR.ID

Sebagai negara agraris, ternyata Indonesia juga berpeluang terjadi adanya ancaman pangan.

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, salahnya satunya dikarenakan kekurangan air. Dikatakan, kekeringan terjadi akibat melonjaknya suhu permukaan bumi.

Selama tahun 2023, rekor suhu maksimum terpanas berulang kali pecah rekor. Suhu terpanas terjadi pada bulan Juli 2023 dibandingkan bulan Juli sebelumnya.

Baca juga:Masuk Pancaroba, BMKG: Cuaca Bisa Berubah Tiba-tiba

Dwikorita menerangkan, sejak tahun 1850-an terjadi peningkatan temperatur global, akibat semakin berkembangnya pertumbuhan industri. Menjelang tahun 1980-an, terjadi lonjakan suhu secara signifikan.

“Terjadi peningkatan suhu hingga tahun 2023 sebesar kurang lebih sebesar 1,2 derajat celcius diperbandingkan di era sebelum revolusi industri. Delapan tahun terakhir ini tercatat adalah rekor terpanas sepanjang sejarah,” sebutnya dalam tayangan akun Youtube Komisi V DPR, dikutip Jumat (10/11/23).

Kata Dwikorita, dampak lonjakan suhu bumi itu, terjadi global water hotspot atau kekeringan dan kekurangan air berlangsung ke beberapa waktu ke depan.

Baca juga:BMKG: 2023 jadi Tahun Terpanas dalam Sejarah Manusia

“Dampak kekurangan air diproyeksikan oleh organisasi meteorologi dunia, termasuk di Indonesia warnanya orange. Terjadi kondisi kerentanan cukup tinggi bagi ketahanan pangan,” paparnya.

Indeks tekanan ketahanan pangan menampilkan pada pertengahan abad nanti, sekitar tahun 2050-an, sebagian besar wilayah di bumi bakal berwarna orange hingga orange pekat, bahkan hitam.

“Diperkirakan akan terjadi kekurangan pangan efe kekurangan air di area-area, orange, cokelat, merah, dan sampai gelap. Indonesia masuk kategori wilayah menengah (orange),” ujarnya.

Baca juga:Festival Genang Era Gali Potensi Pangan Lokal

Hasil pantauan BMKG, pemicu perubahan iklim ditandai dengan kenaikan suhu bumi ditunjukkan konsentrasi CO2 yang diukur di GAW Kototabang, terdeteksi konsentrasi CO2 sejak tahun 2004 semakin melompat hingga 2023 ini.

Akibatnya, sejumlah efek diprediksi akan melanda bumi, termasuk Indonesia. Dampaknya, es puncak Jayawijaya diprediksi akan punah tahun 2025. Dan cuaca ekstrem semakin sering terjadi. (cnbc/hm16)

Related Articles

Latest Articles