17 C
New York
Wednesday, May 15, 2024

Agustus-September Diperkirakan BMKG Titik Tertinggi Musim Kemarau

Tangerang, MISTAR.ID

Puncak atau titik tertinggi musim kemarau di Indonesia diprediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terjadi di antara bulan Agustus hingga September 2023, dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020 lalu.

Musim kemarau kali ini juga bakal membuat curah hujan terjadi sangat sedikit dan lebih kering dibandingkan 3 tahun sebelumnya.

Pemicunya karena fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia, sehingga berpeluang mengganggu ketahanan pangan nasional.

Baca juga: Musim Kemarau, BPBD Simalungun Ajak Masyarakat Kolaborasi Jaga Hutan

Menurut Pejabat Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Tangerang, Maria Evi Trianasari, indeks El Nino di bulan Juli mencapai level moderate. Sementara IOD telah berada pada level index yang positif.

“Fenomena itu saling menguatkan, sehingga menyebabkan musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan di kategori rendah hingga sangat rendah,” kata dia, pada Selasa (8/8/23).

Maria menjelaskan, fenomena El Nino dan IOD bisa mengganggu ketahanan pangan nasional. Penyebabnya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan.

Dijelaskan, El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, sehingga menyebabkan bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke Samudra Pasifik Tengah dan Timur.

Baca juga: Musim Kemarau Kok Hujan? Simak Penjelasan Apa Itu Rossby Ekuator

Sementara IOD merupakan fenomena penyimpangan SML di Samudra Hindia. Penyeimbangan SML ini bisa mengakibatkan berubahnya pergerakan atmosfer atau masa udara.

“Dibutuhkan antisipasi menghadapi El Nino yang menyebabkan kekeringan. IOD mengakibatkan berkurangnya curah hujan, sehingga menjadi kekeringan yang lebih kering dibanding tahun-tahun sebelumnya,” paparnya.

Dari sisi positifnya kedua fenomena itu adalah potensi panen garam akan meningkat, begitu juga tangkapan ikan dan produksi padi pada lahan rawa lebak. Sedangkan negatifnya, meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan berpeluang gagal panen.(mdcm/hm16)

Related Articles

Latest Articles